Citizen6: Di zaman yang semakin modern ini, mungkin untuk sebagian orang profesi sebagai guru bukanlah profesi yang menjanjikan. Namun hal itu tidak pernah terpikir oleh guru saya, tepatnya wali kelas saya selama di Sekolah Menengah Atas. Nama lengkap beliau adalah Fitri Handayani, namun biasa dipanggil Ma’am Fitri. Begitulah biasanya beliau disapa oleh semua murid-murid di sekolah saya. Beliau merupakan guru untuk mata pelajaran bahasa inggris yang memiliki sifat menyenangkan sekaligus tegas.
Beliau merupakan walikelas saya semenjak duduk di kelas 11 atau kelas II SMA hingga saya lulus. Begitu banyak teladan yang dapat saya teladani dari beliau. Dari awal diwalikan oleh Beliau, tidak pernah saya melihat dia marah meledak-ledak seperti guru yang lainnya. Meskipun perawakannya kecil mungil, tapi sikapnya sangatlah penuh integritas. Hal itu terbukti, bahwa Beliau tidak pernah sekalipun telat datang ke kelas, dan sebisa mungkin bila tidak ada keperluan yang sangat mendesak, Beliau tetap masuk kelas untuk mengajar.
Saya dan teman-teman juga sangat menyukai caranya mengajar. Tidak seperti kebanyakan guru lainnya yang terkadang membosankan, Beliau selalu berusaha untuk mendapatkan cara mengajar yang menarik, dan tidak membosankan, bahkan menjadi salah satu guru yang ditunggu-tunggu kehadirannya untuk mengajar. Tidak hanya memiliki sikap yang penuh integritas, Beliau juga merupakan guru yang berhati lembut. Dia selalu menggunakan pendekatan persuasif kepada murid-murid, berbicara dari hati ke hati. Begitu pula dengan saya. Saya tidak ragu untuk sekedar mencurahkan isi hati saya kepada beliau, dan beliau hampir selalu memberikan solusi yang melegakan hati.Â
Namun begitu, Ma’am Fitri bukanlah seorang malaikat yang luput dari segala noda. Beliau juga pernah marah, dan hal tersebut merupakan hal yang manusiawi dan pasti ada di setiap orang. Namun marah Beliau tidak pernah meledak-ledak seperti guru-guru pada umumnya. Beliau tidak pernah main tangan atau marah yang bersifat fisik. Beliau akan berbicara lebih pelan dengan raut muka kecewa bila kami (saya dan teman-teman) tidak menaati peraturan, dan mengatakan kekecewaannya kepada kami. Beliau selalu menekankan kepada kami untuk bersikap dewasa. Kami bukanlah anak-anak yang segala sesuatunya harus diurus oleh orang lain, yang tindakannya tidak bertanggungjawab. Hal itu akan membuat kami merasa bersalah, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan kami.
Hingga pada saat terakhir kami harus berpisah, Beliau berpesan pada kami semua agar menjadi anak-anak yang berbakti, baik itu kepada orang tua, terutama Tuhan. Jadilah dewasa, karena dengan menjadi dewasa, kita dapat membedakan mana yang baik dan yang tidak. Menjadi manusia yang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan. Menjadi pribadi yang senantiasa mau lebih maju dan melihat segala sesuatu berdasarkan sudut pandang yang logis dan mempertimbangkan baik-buruknya. Bagi saya, Ma’am Fitri lebih dari sekedar guru, beliau merupakan teladan, orangtua saya di sekolah yang begitu mengerti perasaan murid-muridnya. (Romaria Siahaan/bnu)
Romaria Siahaan adalah pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Beliau merupakan walikelas saya semenjak duduk di kelas 11 atau kelas II SMA hingga saya lulus. Begitu banyak teladan yang dapat saya teladani dari beliau. Dari awal diwalikan oleh Beliau, tidak pernah saya melihat dia marah meledak-ledak seperti guru yang lainnya. Meskipun perawakannya kecil mungil, tapi sikapnya sangatlah penuh integritas. Hal itu terbukti, bahwa Beliau tidak pernah sekalipun telat datang ke kelas, dan sebisa mungkin bila tidak ada keperluan yang sangat mendesak, Beliau tetap masuk kelas untuk mengajar.
Saya dan teman-teman juga sangat menyukai caranya mengajar. Tidak seperti kebanyakan guru lainnya yang terkadang membosankan, Beliau selalu berusaha untuk mendapatkan cara mengajar yang menarik, dan tidak membosankan, bahkan menjadi salah satu guru yang ditunggu-tunggu kehadirannya untuk mengajar. Tidak hanya memiliki sikap yang penuh integritas, Beliau juga merupakan guru yang berhati lembut. Dia selalu menggunakan pendekatan persuasif kepada murid-murid, berbicara dari hati ke hati. Begitu pula dengan saya. Saya tidak ragu untuk sekedar mencurahkan isi hati saya kepada beliau, dan beliau hampir selalu memberikan solusi yang melegakan hati.Â
Namun begitu, Ma’am Fitri bukanlah seorang malaikat yang luput dari segala noda. Beliau juga pernah marah, dan hal tersebut merupakan hal yang manusiawi dan pasti ada di setiap orang. Namun marah Beliau tidak pernah meledak-ledak seperti guru-guru pada umumnya. Beliau tidak pernah main tangan atau marah yang bersifat fisik. Beliau akan berbicara lebih pelan dengan raut muka kecewa bila kami (saya dan teman-teman) tidak menaati peraturan, dan mengatakan kekecewaannya kepada kami. Beliau selalu menekankan kepada kami untuk bersikap dewasa. Kami bukanlah anak-anak yang segala sesuatunya harus diurus oleh orang lain, yang tindakannya tidak bertanggungjawab. Hal itu akan membuat kami merasa bersalah, dan berusaha untuk tidak mengulangi kesalahan kami.
Hingga pada saat terakhir kami harus berpisah, Beliau berpesan pada kami semua agar menjadi anak-anak yang berbakti, baik itu kepada orang tua, terutama Tuhan. Jadilah dewasa, karena dengan menjadi dewasa, kita dapat membedakan mana yang baik dan yang tidak. Menjadi manusia yang bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan. Menjadi pribadi yang senantiasa mau lebih maju dan melihat segala sesuatu berdasarkan sudut pandang yang logis dan mempertimbangkan baik-buruknya. Bagi saya, Ma’am Fitri lebih dari sekedar guru, beliau merupakan teladan, orangtua saya di sekolah yang begitu mengerti perasaan murid-muridnya. (Romaria Siahaan/bnu)
Romaria Siahaan adalah pewarta warga.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.