Citizen6, Banda Aceh: Pertemuan kelima Komunitas Karo Banda Aceh, Mburo Ate Tedeh Tenah Budaya Karo, di Asrama Kavaleri Janthao, Aceh Besar pada Minggu 8 Desember 2013 kemarin lebih meriah dari empat pertemuan sebelumnya. Mengapa demikian? Sebab tuan rumah berhasil menghadirkan nuansa tradisional Karo dalam pertemuan tersebut.
Di depan rumah didirikan tenda berukuran sedang sebagai representasi jambur atau saung tempat kerja-kerja adat biasanya dilakukan. Kemudian, diputarkan pula lagu-lagu lawas Karo. Tak pelak, senandung tersebut membuka kembali memori indah di kampung halaman para anggota komunitas yang hadir. Memori yang paling menghentak adalah dihidangkannya kuliner khas Karo seperti sayur Daun Ubi Tumbuk dan Cimpa.
Cimpa merupakan kue tradisional yang memang hanya dihidangkan dalam acara-acara adat seperti perpulungan (perkumpulan atau musyawarah), pesta pernikahan, kerja tahun atau merdang-merdang, dan kerja adat kematian.
"Sudah 9 tahun saya tinggal di Banda Aceh, hari ini baru mencicipi cimpa. Adanya Cimpa menjadi pengesah bahwa pertemuan ini adalah pertemuan orang Karo," ujar Ahmad Banta Ginting, anggota komunitas Karo Banda Aceh.
Sepintas, cimpa mirip dengan kue unti yang biasa kita dapatkan di Pulau jawa. Cimpa terbuat dari ketan merah, gula yang di campur dengan kelapa parut sebagai isinya, dan daun Sikut atau Palem menjadi pembungkusnya. Ada 5 macam variasi cimpa, yaitu, cimpa tuang, cimpa gulame, cimpa matah, cimpa unung-unung, dan cimpa lepat. Perbedaan cimpa ini di antara cimpa-cimpa yang lain hanya pada proses pembuatannya saja.
Permbuatan cimpa tuang, misalnya. Semua bahan seperti terigu atau tepung, telur, kalapa, dan gula merah diampur menjadi satu adonan, lalu digoreng di atas panci yang sudah diolesi daging lemak sapi. Lain lagi Cimpa unung-unung, dibuat dari tepung ketan hitam atau putih dicampur dengan air sedikit, diisi dengan sedikit campuran dari kelapa dan gula merah. Terakhir, dibungkus dengan daun sikut dan dikukus kurang lebih 20 menit. Sedangkan Cimpa Matah terdiri dari tepung ketan putih, kelapa, gula merah ditumbuk jadi satu. (mar)
Penulis
Ahmad Arif
Banda Aceh, rif_bantxxx@yahoo.com
Disclaimer
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Di depan rumah didirikan tenda berukuran sedang sebagai representasi jambur atau saung tempat kerja-kerja adat biasanya dilakukan. Kemudian, diputarkan pula lagu-lagu lawas Karo. Tak pelak, senandung tersebut membuka kembali memori indah di kampung halaman para anggota komunitas yang hadir. Memori yang paling menghentak adalah dihidangkannya kuliner khas Karo seperti sayur Daun Ubi Tumbuk dan Cimpa.
Cimpa merupakan kue tradisional yang memang hanya dihidangkan dalam acara-acara adat seperti perpulungan (perkumpulan atau musyawarah), pesta pernikahan, kerja tahun atau merdang-merdang, dan kerja adat kematian.
"Sudah 9 tahun saya tinggal di Banda Aceh, hari ini baru mencicipi cimpa. Adanya Cimpa menjadi pengesah bahwa pertemuan ini adalah pertemuan orang Karo," ujar Ahmad Banta Ginting, anggota komunitas Karo Banda Aceh.
Sepintas, cimpa mirip dengan kue unti yang biasa kita dapatkan di Pulau jawa. Cimpa terbuat dari ketan merah, gula yang di campur dengan kelapa parut sebagai isinya, dan daun Sikut atau Palem menjadi pembungkusnya. Ada 5 macam variasi cimpa, yaitu, cimpa tuang, cimpa gulame, cimpa matah, cimpa unung-unung, dan cimpa lepat. Perbedaan cimpa ini di antara cimpa-cimpa yang lain hanya pada proses pembuatannya saja.
Permbuatan cimpa tuang, misalnya. Semua bahan seperti terigu atau tepung, telur, kalapa, dan gula merah diampur menjadi satu adonan, lalu digoreng di atas panci yang sudah diolesi daging lemak sapi. Lain lagi Cimpa unung-unung, dibuat dari tepung ketan hitam atau putih dicampur dengan air sedikit, diisi dengan sedikit campuran dari kelapa dan gula merah. Terakhir, dibungkus dengan daun sikut dan dikukus kurang lebih 20 menit. Sedangkan Cimpa Matah terdiri dari tepung ketan putih, kelapa, gula merah ditumbuk jadi satu. (mar)
Penulis
Ahmad Arif
Banda Aceh, rif_bantxxx@yahoo.com
Disclaimer
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
Mulai 3 Desember sampai 13 desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan "Terima Kasihku untuk 2013". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.