Citizen6, Yogyakarta: Satu lagi daya tarik kota Yogja selain terkenal dengan Malioboronya adalah keindahan pantai pantainya yang mempesona. Selain Parangtritis, Baron, Krukup, Krakal , kini muncul lagi nama Pantai yang tidak kalah memukaunya yakni pantai Sundak.
Pantai ini memberikan pemandangan yang berbeda dari pantai-pantai lainnya. Pasir putih serta karang besar yang menutupi kiri kanan pantai menjadi nilai tambah dimata eelancong. Di sepanjang pantai juga tersebar toko-toko khas souvenir Pantai selatan. Dan tentunya juga terdapat satu kuliner istimewa yang hanya ada di Gunung Kidul, bahkan mungkin satu-satunya yang ada di dunia.
Penasaran, palagi kalo bukan “Walang Goreng” atau dalam bahasa Indonesia disebut Belalang Goreng. Belalang goreng ini rasanya tak kalah enak dari cemilan lain yang ada di Pantai Sundak. Pantai ini tak hanya memiliki pemandangan alam yang mengasyikkan, tetapi juga menyimpan cerita.
Nama Sundak ternyata mengalami evolusi yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis. Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu kondisi pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Di bagian pinggir barat pantai ketika berkunjung terdapat masjid dan ruang kosong yang sekarang dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Sementara di sebelah timur terdapat gua yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12 meter. Memasuki gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk mendapatkan air tawar.
Sebelum tahun 1930 wilayah tersebut masih terendam lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu karang yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses geologi di pantai selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih menjorok ke laut. Batu karang dan wilayah di dekat masjid akhirnya menjadi daratan baru yang kemudian dimanfaatkan penduduk pantai untuk aktivitas ekonominya hingga saat ini.
Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya menjadi titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah timur pantai membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air yang mengalir seperti membelah pasir. Bila kemarau datang, belahan itu menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa pasir. Fenomena alam inilah yang menyebabkan nama pantai menjadi "Wedibedah" (pasir yang terbelah). Saat datang wedi tengah tidak terbelah.
Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian. Sekitar tahun 1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing sedang berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan seekor landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak laut itu tetapi si landak menghindar.
Terjadilah sebuah perkelahian yang akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing) dan landak. (kw)
Penulis
Virgian Aspara
Disclaimer
Pantai ini memberikan pemandangan yang berbeda dari pantai-pantai lainnya. Pasir putih serta karang besar yang menutupi kiri kanan pantai menjadi nilai tambah dimata eelancong. Di sepanjang pantai juga tersebar toko-toko khas souvenir Pantai selatan. Dan tentunya juga terdapat satu kuliner istimewa yang hanya ada di Gunung Kidul, bahkan mungkin satu-satunya yang ada di dunia.
Penasaran, palagi kalo bukan “Walang Goreng” atau dalam bahasa Indonesia disebut Belalang Goreng. Belalang goreng ini rasanya tak kalah enak dari cemilan lain yang ada di Pantai Sundak. Pantai ini tak hanya memiliki pemandangan alam yang mengasyikkan, tetapi juga menyimpan cerita.
Nama Sundak ternyata mengalami evolusi yang bukti-buktinya bisa dilacak secara geologis. Agar tahu bagaimana evolusinya, maka pengunjung mesti tahu dulu kondisi pinggiran Pantai Sundak dulu dan kini. Di bagian pinggir barat pantai ketika berkunjung terdapat masjid dan ruang kosong yang sekarang dimanfaatkan sebagai tempat parkir. Sementara di sebelah timur terdapat gua yang terbentuk dari batu karang berketinggian kurang lebih 12 meter. Memasuki gua, akan dijumpai sumur alami tempat penduduk mendapatkan air tawar.
Sebelum tahun 1930 wilayah tersebut masih terendam lautan. Konon, air sampai ke wilayah yang kini dibangun masjid, batu karang yang membentuk gua pun masih terendam air. Seiring proses geologi di pantai selatan, permukaan laut menyusut dan air lebih menjorok ke laut. Batu karang dan wilayah di dekat masjid akhirnya menjadi daratan baru yang kemudian dimanfaatkan penduduk pantai untuk aktivitas ekonominya hingga saat ini.
Ada fenomena alam unik akibat aktivitas tersebut yang akhirnya menjadi titik tolak penamaan pantai ini. Jika musim hujan tiba, banyak air dari daratan yang mengalir menuju lautan. Akibatnya, dataran di sebelah timur pantai membelah sehingga membentuk bentukan seperti sungai. Air yang mengalir seperti membelah pasir. Bila kemarau datang, belahan itu menghilang dan seiring dengannya air laut datang membawa pasir. Fenomena alam inilah yang menyebabkan nama pantai menjadi "Wedibedah" (pasir yang terbelah). Saat datang wedi tengah tidak terbelah.
Perubahan nama berlangsung beberapa puluh tahun kemudian. Sekitar tahun 1976, ada sebuah kejadian menarik. Suatu siang, seekor anjing sedang berlarian di daerah pantai dan memasuki gua karang bertemu dengan seekor landak laut. Karena lapar, si anjing bermaksud memakan landak laut itu tetapi si landak menghindar.
Terjadilah sebuah perkelahian yang akhirnya dimenangkan si anjing dengan berhasil memakan setengah tubuh landak laut dan keluar gua dengan rasa bangga. Perbuatan si anjing diketahui pemiliknya, bernama Arjasangku, yang melihat setengah tubuh landak laut di mulut anjing. Mengecek ke dalam gua, ternyata pemilik menemukan setengah tubuh landak laut yang tersisa. Nah, sejak itu, nama Wedibedah berubah menjadi Sundak, singkatan dari asu (anjing) dan landak. (kw)
Penulis
Virgian Aspara
Disclaimer
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com
Mulai 16 Desember sampai 27 Desember 2013 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com dan Dyslexis Cloth bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Advertisement