Citizen6, Jakarta: Masih ingatkah Anda dengan congklak, yoyo, kelereng, ular tangga dan mainan lainnya yang dulu populer? Pada era 90-an hampir setiap anak dari segala kalangan pernah memainkannya, namun kini sudah jarang terlihat anak-anak memainkan permainan tersebut.
Ya, mainan tersebut kini sudah hilang ditelan jaman. Seiring berkembangnya waktu dan majunya teknologi, kini lebih banyak anak-anak yang duduk diam menghadap komputer, tablet, atau handphone-nya masing-masing.
Kita pasti mengetahui bahwa disetiap permainan tersebut kaya akan nilai edukasi. Banyak hal yang dapat dipelajari seorang anak dengan memainkan permainan-permainan tersebut. Misalnya saja, bisa belajar berhitung hanya dengan memainkan congklak atau hanya sekedar mengajarkan urutan angka dengan bermain ular tangga. Hal ini pula lah, yang membuat permainan jaman dulu diminati oleh setiap orang, tak hanya anak-anak tentunya, karena banyak juga para orang tua yang mencarinya.
Secara tak langsung, permainan-permainan tersebut mampu mengajarkan beberapa ilmu pelajaran yang mungkin susah bagi si anak untuk menyerapnya di sekolah. Mainan tersebut juga akan merangsang kreatifitas, dan juga membangkitkan sifat sosialisasinya.
Dibandingkan dengan mainan jaman sekarang yang serba digital, membuat siapa saja seolah pasif dengan dunia luar. Permainan yang ada di dalam gadget tersebut malah membuat anak tidak dapat mengembangkan kreatifitasnya, karena si anak hanya perlu mengikuti perintah yang ada. Masalah lain adalah sikap pasif yang ditimbulkan. Setiap anak akan terlalu fokus pada gadget-nya dan seolah menghindari dunia yang sesungguhnya. Mengabaikan panggilan orang lain misalnya, dimana mereka seolah-olah tenggelam dalam dunia game dan cenderung tak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Dengan begini ada baiknya bila memilah permainan untuk si buah hati. Mainan jaman dulu terbukti lebih ampuh dalam mengajari anak berbagai macam hal. Menghitung, mengenal warna, juga mengenal bentuk. Bagaimana menurut Anda? Bukankah sudah seharusnya permainan tradisional yang termasuk budaya lokal ini dilestarikan dan diajari pada anak-anak sekarang? (mar)
Penulis
Anggit Adithyarini (Mahasiswi Teknik Grafika dan Penerbitan (Jurnalistik) Politeknik Negeri Jakarta)
Jakarta, anggitadithyarinixxx@gmail.com
Baca juga:
Permainan yang Redakan Paska UAS
Yuk Intip Komunitas Penggemar YU-GI-OH Semarang
`Boi-boian`, Permainan Tradisional Sarat Makna
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com
Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Ya, mainan tersebut kini sudah hilang ditelan jaman. Seiring berkembangnya waktu dan majunya teknologi, kini lebih banyak anak-anak yang duduk diam menghadap komputer, tablet, atau handphone-nya masing-masing.
Kita pasti mengetahui bahwa disetiap permainan tersebut kaya akan nilai edukasi. Banyak hal yang dapat dipelajari seorang anak dengan memainkan permainan-permainan tersebut. Misalnya saja, bisa belajar berhitung hanya dengan memainkan congklak atau hanya sekedar mengajarkan urutan angka dengan bermain ular tangga. Hal ini pula lah, yang membuat permainan jaman dulu diminati oleh setiap orang, tak hanya anak-anak tentunya, karena banyak juga para orang tua yang mencarinya.
Secara tak langsung, permainan-permainan tersebut mampu mengajarkan beberapa ilmu pelajaran yang mungkin susah bagi si anak untuk menyerapnya di sekolah. Mainan tersebut juga akan merangsang kreatifitas, dan juga membangkitkan sifat sosialisasinya.
Dibandingkan dengan mainan jaman sekarang yang serba digital, membuat siapa saja seolah pasif dengan dunia luar. Permainan yang ada di dalam gadget tersebut malah membuat anak tidak dapat mengembangkan kreatifitasnya, karena si anak hanya perlu mengikuti perintah yang ada. Masalah lain adalah sikap pasif yang ditimbulkan. Setiap anak akan terlalu fokus pada gadget-nya dan seolah menghindari dunia yang sesungguhnya. Mengabaikan panggilan orang lain misalnya, dimana mereka seolah-olah tenggelam dalam dunia game dan cenderung tak peduli dengan lingkungan sekitarnya.
Dengan begini ada baiknya bila memilah permainan untuk si buah hati. Mainan jaman dulu terbukti lebih ampuh dalam mengajari anak berbagai macam hal. Menghitung, mengenal warna, juga mengenal bentuk. Bagaimana menurut Anda? Bukankah sudah seharusnya permainan tradisional yang termasuk budaya lokal ini dilestarikan dan diajari pada anak-anak sekarang? (mar)
Penulis
Anggit Adithyarini (Mahasiswi Teknik Grafika dan Penerbitan (Jurnalistik) Politeknik Negeri Jakarta)
Jakarta, anggitadithyarinixxx@gmail.com
Baca juga:
Permainan yang Redakan Paska UAS
Yuk Intip Komunitas Penggemar YU-GI-OH Semarang
`Boi-boian`, Permainan Tradisional Sarat Makna
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atauopini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com
Mulai 16 Desember sampai 3 Januari 2014 Citizen6 mengadakan program menulis bertopik dengan tema "Resolusi 2014". Ada kado akhir tahun dari Liputan6.com, Dyslexis Cloth, dan penerbit dari Gramedia bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.