Citizen6, Jakarta: Sosok ibu tiga anak ini tampak “eye catching” diantara kerumuman orang-orang yang berada di pameran kain tradisional nusantara yang berlangsung di Jakarta Convention Center pada Rabu, 19 Februari 2014.
Namanya Alfonsa Horeng. Perempuan berkulit gelap eksotis ini sore itu berpenampilan unik, tubuhnya dibalut kain tenun ikat Flores buatannya sendiri dan dikepalanya diikat sebuah sembar.
Perempuan penerima Australian Leadership Awards dari AusAID tahun 2008 ini menolak keras disebut pengrajin. Ibu tiga anak ini menjelaskan pengrajin identik dengan pesanan yang berorientasi uang semata. Misalnya pengrajin asbak, kipas dan lainnya. Alfonsa lebih suka disebut penenun.
Menurutnya kain tenun ikat adalah hidupnya. Selembar kain tenun ikat bukanlah sebuah barang kerajinan namun mempunyai nilai-nilai budaya yang tinggi. Cara pembuatannya sangat kompleks. Perlu keahlian tinggi untuk memahaminya. Setiap motif mempunyai makna tentang ajaran hidup.
Setiap perempuan Flores sejak lahir bersentuhan dengan aktivitas menenun. Dari kecil mereka belajar mengenal proses pembuatannya mulai dari kapas, tentang pewarnaan dan bagaimana cara menenun. Perempuan Flores dikatakan sudah dewasa ketika dia sudah bisa menenun kain tenun ikat untuk keperluan pernikahannya sendiri.
Alfonsa Horeng telah bepergian ke banyak negara untuk mengenalkan budaya yang dimilikinya itu. Dia sangat bangga dengan budaya dan alam Flores, terutama kain tenun ikat. Perempuan pendiri sentra tenun ikat Lepo Lorun ini tetap akan terus menenun kain-kain tenun ikat yang memukau dunia itu, tidak untuk semata-matadijual namun lebih untuk dipakai sendiri.
Ditengah kerumunan pengunjung pameran, Alfonsa menceritakan bahwa ada beberapa cara memakai tenun ikat. Setiap gaya atau style mempunyai makna yang bermacam-macam. Misalnya ketika seorang perempuan Flores berjalan dengan menutup kepala dan telinganya dengan kain tenun ikat, artinya dia sedang tak ingin berbicara atau berhubungan dengan orang lain. Dan semua orang di Flores memahami itu sehingga tak ada satupun orang yang berani menganggunya.
Alfonsa Horeng adalah seorang maestra. Dengan fasih, ia menceritakan sejarah Flores budaya dan hidup orang-orang Flores yang menakjubkan, terutama kain tenun ikat.
Selembar kain perlu waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan. Karena biasanya mereka sehari-hari tidak hanya menenun, namun juga mengurus keluarga, pergi ke ladang atau mengurus babi dan kudanya.
Baca Juga:
Pameran Kain Tradisional Nusantara, Memukau
Flores, Pulau Bunga yang Menakjubkan
Disclaimer:
Namanya Alfonsa Horeng. Perempuan berkulit gelap eksotis ini sore itu berpenampilan unik, tubuhnya dibalut kain tenun ikat Flores buatannya sendiri dan dikepalanya diikat sebuah sembar.
Perempuan penerima Australian Leadership Awards dari AusAID tahun 2008 ini menolak keras disebut pengrajin. Ibu tiga anak ini menjelaskan pengrajin identik dengan pesanan yang berorientasi uang semata. Misalnya pengrajin asbak, kipas dan lainnya. Alfonsa lebih suka disebut penenun.
Menurutnya kain tenun ikat adalah hidupnya. Selembar kain tenun ikat bukanlah sebuah barang kerajinan namun mempunyai nilai-nilai budaya yang tinggi. Cara pembuatannya sangat kompleks. Perlu keahlian tinggi untuk memahaminya. Setiap motif mempunyai makna tentang ajaran hidup.
Setiap perempuan Flores sejak lahir bersentuhan dengan aktivitas menenun. Dari kecil mereka belajar mengenal proses pembuatannya mulai dari kapas, tentang pewarnaan dan bagaimana cara menenun. Perempuan Flores dikatakan sudah dewasa ketika dia sudah bisa menenun kain tenun ikat untuk keperluan pernikahannya sendiri.
Alfonsa Horeng telah bepergian ke banyak negara untuk mengenalkan budaya yang dimilikinya itu. Dia sangat bangga dengan budaya dan alam Flores, terutama kain tenun ikat. Perempuan pendiri sentra tenun ikat Lepo Lorun ini tetap akan terus menenun kain-kain tenun ikat yang memukau dunia itu, tidak untuk semata-matadijual namun lebih untuk dipakai sendiri.
Ditengah kerumunan pengunjung pameran, Alfonsa menceritakan bahwa ada beberapa cara memakai tenun ikat. Setiap gaya atau style mempunyai makna yang bermacam-macam. Misalnya ketika seorang perempuan Flores berjalan dengan menutup kepala dan telinganya dengan kain tenun ikat, artinya dia sedang tak ingin berbicara atau berhubungan dengan orang lain. Dan semua orang di Flores memahami itu sehingga tak ada satupun orang yang berani menganggunya.
Alfonsa Horeng adalah seorang maestra. Dengan fasih, ia menceritakan sejarah Flores budaya dan hidup orang-orang Flores yang menakjubkan, terutama kain tenun ikat.
Selembar kain perlu waktu berbulan-bulan untuk menyelesaikan. Karena biasanya mereka sehari-hari tidak hanya menenun, namun juga mengurus keluarga, pergi ke ladang atau mengurus babi dan kudanya.
Baca Juga:
Pameran Kain Tradisional Nusantara, Memukau
Flores, Pulau Bunga yang Menakjubkan
Disclaimer:
Citizen6 adalah media publik untuk warga. Artikel di Citizen6 merupakan opini pribadi dan tidak boleh menyinggung SARA. Isi artikel menjadi tanggung jawab si penulisnya.
Anda juga bisa mengirimkan link postingan terbaru blog Anda atau artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas, kesehatan, keuangan, wisata, kuliner, gaya hidup, sosial media, dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com