Liputan6.com, Jakarta - Aset kripto Bitcoin (BTC) ambles di tengah tekanan aksi jual investor sejak Kamis, 6 Januari 2022. Harga Bitcoin anjlok dalam pergerakan 24 jam terakhir, dan sempat turun ke level USD 43.218,17 atau setara Rp 618,62 juta (asumsi kurs Rp 14.314 per dolar AS).
Menurut banyak analis, 2022 akan menjadi tahun yang jauh lebih sulit buat Bitcoin. Trader Tokocrypto, Afid Sugiono, menjelaskan anjloknya Bitcoin terjadi seiring dirilisnya notulen rapat (FOMC) bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) yang memutuskan siap menaikkan suku bunga lebih cepat dari perkiraan akibat lonjakan inflasi.
Baca Juga
“Penurunan BTC dikarenakan The Fed yang menaikkan suku bunga, rapat digelar pada bulan Desember 2021. Impact notulen dari hasil rapat tersebut membuat aset BTC tertekan sejak Kamis pekan ini,” ungkapnya, dikutip Sabtu (8/1/2022).
Advertisement
Menurut Afid, pergerakan harga Bitcoin pada 2022 masih akan koreksi berdasarkan dari analisis teknikal yang menunjukkan pola bendera (flag pattern).
Jika dilihat dari indikator atau tools untuk membaca pergerakan harga Exponential Moving Average (EMA) 50, ada indikasi jika Bitcoin akan mengalami penurunan di area support 40-42K.
“Bitcoin saat ini cenderung memiliki sentimen positif. Koreksi ini masih dapat dikatakan hal yang normal terjadi, jika dilihat dari cycle 4 tahunan dari Januari 2017, Bitcoin mengalami penurunan 54 persen kemudian 2021 mengalami penurunan 25 persen,” tuturnya.
Lebih lanjut, Afid menilai meski harganya saat ini sedang turun, Bitcoin masih menjadi aset kripto yang paling populer dan memiliki kapitalisasi pasar terbesar. Mata uang kripto ini lebih diterima secara luas daripada koin digital lainnya, terutama karena sudah hadir lebih lama.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Harga Aset Kripto 8 Januari 2022
Sebelumnya, bukan hanya Bitcoin, semua cryptocurrency jajaran teratas nampaknya terkena dampak dari rilis bank sentral Amerika Serikat atau the Federal Reserve (the Fed) yang belum lama ini dikeluarkan. Mulai dari Bitcoin, Ethereum, Binance, Tether, hingga Solana terlihat berada di zona merah.
Berdasarkan pantauan data dari Coinmarketcap, Sabtu pagi, 8 Januari 2022, Bitcoin (BTC) masih terus melemah sebesar 3,19 persen dalam 24 jam terakhir dan 9,99 persen dalam 7 hari terakhir.
Hingga saat ini, Bitcoin masih berada dalam tingkatan level terendahnya dalam 3 bulan terakhir yaitu USD 41.799,75 per koin atau setara Rp 598,5 juta (asumsi kurs Rp 14.318 per dolar AS).
Sama seperti Bitcoin, meskipun fenomena NFT terus berkembang, Ethereum (ETH) hingga saat ini masih belum menunjukkan penguatan, dalam 24 jam terakhir ETH melemah 6,67 persen ke level USD 3.203,76 per koin. Dalam 7 hari terakhir terlihat penurunan yang sangat besar bagi ETH yaitu hingga 13,33 persen.
Tether (USDT) dan Binance coin (BNB) juga menunjukkan grafik yang masih bearish. Namun, jika dilihat dari grafiknya, USDT masih terlihat lebih stabil.
USDT hanya melemah 0,01 persen dalam 24 jam terakhir. Hal tersebut tidak memberikan banyak perubahan harga bagi USDT, saat ini USDT berada di harga USD 1,00 per koin.
Selain terlihat lebih stabil, kapitalisasi pasar USDT berhasil merebut posisi 3 yang sebelumnya ditempati oleh BNB. Dengan begitu, BNB harus rela berada di posisi ke-4.
Sedangkan BNB masih mengalami penurunan yang cukup besar dalam 24 jam terakhir yaitu 5,41 persen, yang membuat BNB berada di level US$ 449,64 per koin. Solana yang sempat sedikit menguat kemarin, hari ini harus kembali melemah sebesar 8,54 persen dalam 24 jam terakhir, membuatnya berada di level USD 138,09 per koin.
Pada perdagangan aset kripto Sabtu pagi ini dapat disimpulkan jajaran teratas aset kripto masih menunjukkan sentimen mearish dan belum menunjukkan sinyal untuk Bullish dalam waktu dekat.
Advertisement