Sukses

Majelis Tarjih Muhammadiyah Haramkan Kripto Sebagai Investasi dan Alat Tukar

Telah ada beberapa lembaga otoritas fatwa keagamaan yang menyatakan hukum bermuamalah dengan mata uang kripto adalah haram.

Liputan6.com, Jakarta Keberadaan aset kripto di Indonesia hingga saat ini masih menjadi sebuah polemik. Bahkan Majelis Ulama Indonesia sempat mengeluarkan fatwa haram untuk kripto.

Sebelumnya telah ada beberapa lembaga otoritas fatwa keagamaan yang menyatakan hukum bermuamalah dengan mata uang kripto haram, seperti Al Azhar lewat Majma’ al Buhuts al Islamiyah dan Dar al Ifta Mesir. 

Terkait hal ini, Majelis Tarjih dan Tajdid Pengurus Pusat Muhammadiyah memandang polemik mata uang kripto ini dapat dipandang dari dua sisi yaitu sebagai instrumen investasi dan alat tukar.

“Sebagai alat investasi, mata uang kripto ini memiliki banyak kekurangan jika ditinjau dari syariat Islam. seperti adanya sifat spekulatif yang sangat kentara. Nilai bitcoin ini sangat fluktuatif dengan kenaikan atau keturunan yang tidak wajar,” tulis keterangan Majelis Tarjih Muhammadiyah, Selasa (18/1/2022)

Adapun, kripto juga disebut mengandung gharar atau ketidakjelasan. 

"Bitcoin hanyalah angka-angka tanpa adanya underlying asset, aset yang menjamin bitcoin, seperti emas dan barang berharga lain," lanjut keterangan itu.

Sifat spekulatif dan gharar ini diharamkan oleh syariat sebagaimana Firman Allah dan hadis Nabi Saw serta tidak memenuhi nilai dan tolok ukur Etika Bisnis menurut Muhammadiyah, khususnya dua poin ini, yaitu: tidak boleh ada gharar (HR. Muslim) dan tidak boleh ada maisir (QS. Al Maidah: 90).

 

2 dari 2 halaman

Sebagai Nilai Tukar

Kemudian yang kedua ditinjau sebagai alat tukar, Majelis Tarjih Muhammadiyah menilai mata uang kripto ini hukum asalnya adalah boleh karena seperti kaidah fiqih bermuamalah seperti skema barter.

Skema barter ini menekankan kedua belah pihak sama-sama ridha, tidak merugikan, dan melanggar aturan yang berlaku.

"Namun demikian, jika menggunakan dalil sadd adz dzariah atau mencegah keburukan, maka penggunaan uang kripto ini menjadi bermasalah," lanjut fatwa tersebut.

Majelis Tarjih menilai standar mata uang yang dijadikan sebagai alat tukar seharusnya memenuhi dua syarat, yaitu diterima oleh masyarakat dan disahkan oleh negara yang dalam hal ini dapat diwakili otoritas resmi seperti bank sentral.