Liputan6.com, Jakarta El Salvador mengambil langkah yang dinilai berani, saat pasar crypto hancur saat ini. Negara ini justru membeli 410 bitcoin seharga USD 15 juta atau setara Rp 214,95 miliar (kurs Rp 14.329 per USD) pada Jumat, 21 Januari 2022.
Hal itu diungkapkan Presiden El Salvador, Nayib Bukele melalui media sosial Twitter. “Beberapa orang menjual sangat murah,” tambahnya dalam tweet yang diunggah Sabtu (22/1/2022) pagi.
Sulit untuk memverifikasi klaim semacam itu di blockchain publik, karena pembeli blok BTC sebesar itu hampir pasti harus membelinya dalam potongan yang lebih kecil untuk menghindari potensi selip.
Advertisement
Dilansir dari laman Coindesk, Bitcoin turun sekitar 12 pesen pada Jumat malam ke level USD 36.500. Penurunan tersebut menyusul harga crypto secara luas yang juga mengalami koreksi.
Informasi saja, Bitcoin secara resmi menjadi alat pembayaran yang sah di El Salvador sejak September lalu, tiga bulan setelah legislatif negara itu meloloskan Undang-Undang Bitcoin.
El Salvador sekarang tercatat memiliki lebih dari 1.500 BTC dan berencana untuk menerbitkan obligasi bitcoin 10 tahun senilai USD 1 miliar tahun ini.
Bukele telah menjadi pembeli dalam penurunan yang konsisten selama beberapa bulan terakhir. Di sisi lain, hal itu mencerminkan kepercayaan negara itu pada prospek jangka panjang cryptocurrency.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Rusia Bakal Larang Penambangan Kripto
Bank Rusia baru saja merilis laporan yang menguraikan posisinya tentang cryptocurrency. Sederhananya, Rusia ingin mendorong para penambang crypto keluar dari negara itu.
Dilansir dari Yahoo Finance, ditulis Sabtu (22/1/2022) Bank Rusia percaya cryptocurrency menimbulkan risiko signifikan bagi kesejahteraan warga Rusia dan stabilitas sistem keuangan. Selain itu, Bank Rusia menyoroti perannya dalam aktivitas ilegal.
Bank khawatir pengembangan tambahan pasar crypto akan merusak kedaulatan kebijakan moneternya. Menariknya, Bank mengatakan bahwa negara maju yang memiliki mata uang cadangan mampu menanggung risiko tersebut, sehingga mereka memilih jalur regulasi.
Bank ingin menambahkan hukuman untuk menggunakan crypto sebagai alat pembayaran di dalam Rusia, melarang pertukaran crypto dan platform P2P serta melarang investasi crypto untuk perusahaan keuangan.
Meskipun begitu, Bank Rusia tidak mengusulkan pelarangan crypto untuk warga Rusia, sehingga mereka dapat menggunakan valuta asing untuk membeli cryptocurrency.
Hal yang terpenting adalah bahwa Bank Rusia ingin melarang penambangan crypto karena penggunaan energi yang tinggi dan peningkatan permintaan untuk infrastruktur crypto, yang dapat digunakan untuk melewati larangan crypto lainnya.
Menurut Bank of Russia, negara tersebut menyumbang 11,2 persen dari hashrate global pada Agustus 2021. Pangsanya dalam hashrate global meningkat pesat, karena hanya 6,9 persen pada awal 2021. Pada Agustus 2021, Rusia berada di belakang. AS (35,4 persen) dan Kazakhstan (18,1 persen).
Jika Rusia melarang penambangan crypto dan di sisi lain terjadi sesuatu di Kazakhstan, yang baru-baru ini dilanda kerusuhan, para penambang crypto mungkin terjebak di AS.
Informasi tersebut belum diketahui apakah akan berdampak langsung pada Bitcoin dan cryptocurrency terkemuka lainnya seperti Ethereum, Cardano atau Solana.
Namun, kabar baiknya adalah bahwa Bank Russia tidak mengusulkan untuk melarang crypto untuk warga Rusia, jadi tidak ada risiko penjualan paksa, yang bisa memberi tekanan pada beberapa harga koin.
Advertisement