Liputan6.com, Jakarta - Harga bitcoin melonjak ke level tertinggi dalam dua minggu pada Jumat, 4 Februari 2022. Hal ini seiring trader percaya pasar kripto telah stabil setelah koreksi yang terjadi.
Selain itu, analis juga menilai kemungkinan tekanan terhadap bitcoin cenderung singkat. Harga bitcoin naik 8,9 persen selama 24 jam terakhir menjadi sekitar USD 40.219 atau sekitar Rp 578,55 juta (asumsi kurs Rp 14.385 per dolar AS).
Baca Juga
Harga bitcoin melampaui ambang psikologis utama USD 40.000 atau sekitar Rp 575,49 juta untuk pertama kali sejak 22 Januari 2022. Cryptocurreny terbesar tetap berada di posisi tertinggi sepanjang masa sekitar USD 69.000 atau sekitar Rp 992,56 juta yang dicapai pada Desember 2021.
Advertisement
"Beberapa tekanan tidak berhasil lagi karena risiko telah dihilangkan,” ujar Trader Senior Crypto Finance AG, Daniek Kukan dilansir dari CoinDesk, Minggu (6/2/2022).
Kukan menuturkan, level resistance untuk harga bitcoin di sekitaran USD 42.000-USD 43.000. Namun, dia melihat level support harga bitcoin di kisaran USD 28.000-USD 33.000.
Secara intraday, harga bitcoin telah menembus level resistance di kisaran harga selama sepekan setelah sentuh level support USD 35.000-USD 37.000.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Laporan Tenaga Kerja AS
Sementara itu, harga bitcoin turun sebentar setelah Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat (AS) melaporkan pertumbuhan tenaga kerja yang kuat secara tak terduga pada Januari. Hal ini bersama dengan revisi kenaikan besar-besaran pada angka yang sebelumnya dilaporkan pada 2021.
Secara teoritis, laporan semacam itu akan negatif untuk bitcoin karena the Federal Reserve mungkin perlu bergerak lebih agresif menaikkan suku bunga untuk menjaga pasar tenaga kerja agar tidak terlalu panas. Secara umum, harga bitcoin telah merespons negatif terhadap kebijakan moneter yang lebih ketat.
"Reaksi spontan awal bitcoin terhadap laporan gaji non sektor pertanian yang sangat kuat adalah pelemahan," ujar Analis Oanda, Edward Moya.
Namun, ia mencatat bitcoin telah stabil meski tekanan inflasi meningkat yang terus mendorong imbal hasil obligasi global lebih tinggi.
Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun menembus di atas kisaran 1,92 persen dalam dua minggu.
Analis Quantum Economics, Jason Deane menuturkan, pergerakan bitcoin baru-baru ini tampaknya bertepatan dengan laporan pekerjaan AS terbaru. “Dan mungkin ini hanya bertindak sebagai katalis untuk pergerakan pasar yang terlambat,” tutur dia.
Di sisi lain, pasar mungkin mendapatkan dosis ekstra dari perusahaan penambangan bitcoin di Amerika Utara, Marathon Digital Holdings mengatakan kalau telah meningkatkan kepemilikan kripto menjadi sekitar 8.595 bitcoin atau senilai USD 338 juta.
Direktur CEC Capital, Laurent Kssis menggambarkan hal itu sebagai peningkatan yang sangat besar. "Saya pikir ini mungkin terkait dengan push up kecil,” kata Kssis.
Advertisement