Liputan6.com, Jakarta - Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) menetapkan target peluncuran Bursa Aset Kripto Indonesia pada Juni 2023. Sejauh mana proses pendirian bursa aset kripto hingga saat ini?
Kepala Bappebti, Didid Noordiatmoko mengungkapkan sejauh ini proses pendirian bursa kripto masih sesuai jalur.
Baca Juga
“Proses bursa aset kripto masih ontrack, tetapi kan dalam pendiriannya kita juga perlu memperhatikan UU PPSK jadi tidak bisa asal dalam prosesnya,” kata Didid kepada wartawan pada acara penutupan Bulan Literasi PBK, Selasa (4/4/2023).
Advertisement
Sebelumnya, Didid mengungkapkan bursa kripto Indonesia bakal meluncur pada Juni 2023. Hal ini sesuai dengan arahan Menteri Perdagangan agar Bappebti segera membentuk bursa kripto.
"Bagi Bappebti adanya bursa kripto itu sebagai kebutuhan. Dengan adanya bursa kripto, kita akan berbagi risiko antara Bappebti dan bursa kripto itu sendiri," kata Didid dalam rapat kerja Bappebti, Januari 2023.
Pada kesempatan yang sama, Didid juga memberikan informasi terbaru terkait kasus maladministrasi dalam proses permohonan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB).
“Kita akan mengikuti saran-saran yang diberikan oleh Ombudsman, tetapi kita Bappebti juga harus patuh pada peraturan perundang-undangan,” jelas Didid.
Ombudsman RI menyatakan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terbukti melakukan maladministrasi dalam proses permohonan Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB).
Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika mengatakan, berdasarkan serangkaian pemeriksaan dokumen dan pihak terkait, ditemukan tiga bentuk maladministrasi yang dilakukan oleh Bappebti dalam proses perizinan bursa berjangka. Meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang.
Izin Usaha Bursa Kripto Ada Maladministrasi, Wamendag Turun Tangan
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga angkat bicara soal temuan Ombudsman RI soal 3 maladministrasi Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) terhadap perkara izin usaha bursa kripto.
Bappebti dituduh lakukan tiga maladministrasi kepada PT Digital Future Exchange (DFX) berupa penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang.
Jerry mengatakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) maupun Bappebti pastinya sudah mengikuti aturan yang ada. Terkait temuan Ombudsman, pihaknya bakal mengkaji hal tersebut.
"Secara umum, saya pikir kita mengacu pada peraturan. Dilihat mana peraturan-peraturan yang mungkin menurut Ombudsman kurang sesuai. Kita kaji, kita lihat kalau memang itu ternyata ada yang miss, kita akan bersama-sama memastikan itu sesuai," tuturnya dalam acara Welcome Reception Menteri ASEAN di Enam Langit by Plataran di Magelang, Jawa Tengah, Selasa (21/3/2023).
Kendati begitu, Jerry mengapresiasi kepada semua pihak yang telah memberi koreksi kepada Kemendag. Ia pun menekankan, perlindungan konsumen tetap jadi hal utama yang diusung pemerintah.
"Tentunya kita terimakasih kepada semua pihak. Saya pikir tidak hanya Ombusdman, tapi semua pihak, baik asosiasi, teman-teman pengamat, termasuk juga pelaku. Silakan, kita juga terbuka. Yang penting, kita kalau dari Bappebti, pemerintah mengacu kepada pemerintah," ungkapnya.
"Kita yakin, apa yang kita lakukan ini dalam rangka untuk paling penting adalah perlindungan untuk konsumen," ujar Jerry.
Advertisement
Temuan Ombudsman
Sebelumnya, Ombudsman telah menemukan 3 maladministrasi yang dilakukan Bappebti terhadap PT Digital Future Exchange, yaitu penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang. Maladministrasi itu berdasarkan dari 6 pendapat yang dikemukakan Ombudsman.
Pertama, Ombudsman RI berpendapat bahwa PT DFX telah mengikuti seluruh rangkaian proses pemenuhan persyaratan berdasarkan berkas persyaratan yang disampaikan Bappebti ke PT DFX dan Ombudsman.
Kedua, dalam memenuhi persyaratan izin usaha bursa berjangka, PT DFX telah menjalani semua rangkaian pemeriksaan dan telah memenuhi semua persyaratan dokumen sebagaimana ketentuan perundang-undangan perizinan izin usaha bursa berjangka.
Ketiga, Ombudsman RI melihat adanya penundaan berlarut dalam pemberian proses perizinan.