Liputan6.com, Jakarta - Investor bersiap untuk lebih banyak gejolak bitcoin dan cryptocurrency lainnya. Hal ini seiring kekhawatiran kebijakan bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) yang hawkish memadamkan selera di seluruh pasar.
Volatilitas terjadi di sejumlah kripto dalam beberapa minggu terakhir. Bitcoin, kripto terbesar naik 22 persen sejak 24 Januari 2022. Baru-baru ini diperdagangkan di kisaran USD 43.850 atau sekitar Rp 629,02 juta (asumsi kurs Rp 14.345 per dolar AS), dan alami kenaikan usai merosot dari posisi tertinggi pada November 2021.
Ether menguat 45 persen sejak 24 Januari di kisaran USD 3.200. Ether sempat berada di level tertinggi USD 4.868. Sementara itu, pendukung cryptocurrency yang menggembar-gemborkan kurangnya korelasi dengan aset lain, bitcoin dan kripto lainnya melihat keuntungan besar selama dua tahun terakhir, bahkan reli bersama saham.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini seiring the Fed dan bank sentral lainnya memompa tingkat stimulus yang belum pernah terjadi sebelumnya. Bitcoin naik 1.039 persen sejak Maret 2020 dan ether naik 2.940 persen, meski dua kripto itu alami banyak aksi jual.
Volatilitas yang baru-baru ini terjadi di tengah aksi jual pasar yang lebih luas didorong investor mempertimbangkan kembali portofolionya untuk memperhitungkan the Fed yang lebih agresif. Diperkirakan the Fed menaikkan suku bunga sebanyak tujuh kali pada 2022 untuk melawan lonjakan inflasi.
Pada 2022, indeks S&P 500 susut 5,5 persen dan indeks Nasdaq melemah 9,3 persen. Kekhawatiran pengetatan bank sentral yang agresif ke depan akan melumpuhkan aset berisiko telah mempersulit sejumlah trader untuk mempertahankan pandangan bullishnya terhadap bitcoin dan kripto lainnya.
"Bitcoin telah benar-benar menajdi momentum perdagangan pamungkas dan ada begitu banyak risiko yang dapat memicu penurunan 40 persen entah dari mana,” ujar Analis Oanda, Ed Moya dikutip dari laman Channel News Asia, Minggu (13/2/2022).
Analis JP Morgan memperkirakan nilai wajar bitcoin saat ini sekitar USD 38.000, sekitar 15 persen di bawah harga baru-baru ini berdasarkan volatilitasnya dibandingkan emas, aset lain yang sering digunakan investor untuk melindungi portofolio mereka dari inflasi dan ketidakpastian ekonomi.
Sementara itu, Vanda Research mengatakan, sebagian besar taruhan dalam tren bearish untuk harga bitcoin di kisaran USD 47.000.
"Mungkin ada tekanan pendek yang besar jika ambang batas yang disebutkan di atas dilewati dan investor ritel kembali ke perdagangan kripto,”.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Bakal Fluktuaktif
Investor akan hadapi sejumlah sentimen pekan depan antara lain risalah dari pertemuan kebijakan moneter the Fed yang akan dirilis Rabu pekan ini. Walmart dan produsen chip Nvidia juga akan menyampaikan laporan keuangan.
Sejumlah investor menguatkan diri untuk atasi volatilitas dalam bitcoin, dan bertaruh proposisi nilai jangka panjang dari teknologi blockchain, batas pasokan bawaan, dan efek jaringan yang dihasilkannya akan bertahan meski sering terjadi perubahan harga.
Direktur Fidelity Jurrien Timmer menyamakan spekulasi saat ini dalam cryptocurrency dengan turbulensi saham teknologi yang dialami selama era dotcom lebih dari dua dekade lalu.
"Amazon dan Apple masih ada, dan mereka lebih besar dari sebelumnya dan pemikirannya untuk bitcoin itu akan sama. Tapi tidak kebal terhadap gelombang spekulasi dan sentimen itu,” ujar Timmer.
Timmer menyatakan, bitcoin dapat mencapai USD 100.000 setelah 2023 berdasarkan model penawaran dan permintaannya. Sementara itu lainnya percaya cryptocurrency seperti bitcoin dan eter tidak mungkin memberikan jenis keuntungan menggiurkan yang telah diraih sejak didirikan.
Sebaliknya pihak lain mencari koin alternatif termasuk metaverse dan NFT. PitchBook perkirakan aliran dana mengalir ke kripto berdasarkan investasi modal ventura sekitar USD 30 miliar.
Sementara itu, altcoin termasuk cosmos, terra luna dan polkadot masing-masing turun 20,5 persen, 38 persen dan 25,5 persen pada 2022, berdasarkan coinmarketcap.com.
"Memahami risiko yang terkait dengannya dan keuangan terdesentralisasi akan menjadi salah satu tantangan utama bagi investor pada 2022,” ujar Direktur Moody’s Analytics Lily Francus.
Cryptocurrency akan tetap sangat fluktuaktif ke depan tetapi ada pemain signifikan di sisi institusional dan ritel yang masih tumbuh. “Jadi peminatnya masih tumbuh,” ujar Moya.
Advertisement