Sukses

APLI Mengadu ke Komisi VI DPR Terkait Maraknya Penipuan Robot Trading

Hadirnya penipuan berkedok robot trading merusak citra industri perdagangan langsung.

Liputan6.com, Jakarta - Asosiasi Penjualan Langsung Indonesia (APLI) hadir dalam acara Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi VI DPR RI, Selasa (22/3/2022). 

Dalam kesempatan tersebut, APLI menyampaikan aduan mengenai maraknya kasus Penipuan Investasi yang berkedok robot trading melalui distribusi penjualan langsung atau dijual secara berjenjang atau Member Get Member. 

Pada RDPU itu, Sekjen APLI, Ina Rachman menjelaskan fenomena hadirnya penipuan berkedok trading yang menggunakan distribusi penjualan langsung MLM telah merusak citra industri perdagangan langsung. 

“Sampai akhirnya kami mengadu ke bapak ibu di Komisi VI ini, karena kami memang melihat fenomena yang sudah sangat merusak citra industri kami,” ujar Ina. 

Ina menjelaskan, kasus robot trading forex telah memakan banyak korban hingga jutaan orang dengan jumlah kerugian ditaksir minimal sebesar Rp 500 miliar untuk satu perusahaan yang mengklaim dirinya sebagai perusahaan robot trading. 

Ina menjelaskan, awalnya industri mereka banyak dilirik pelaku karena menggunakan sistem network marketing atau member get member. Dalam kata lain, ketika seseorang trading melalui jalur konvensional, untuk meraih bonus memerlukan waktu berbulan-bulan.

Sedangkan, jika menggunakan sistem atau jalur network marketing bisa dicapai dalam jangka waktu singkat dalam beberapa hari.

"Maka dari itu industri kami sangat sangat dirugikan dengan adanya fenomena ini," kata Ina. 

Menurut Ina, perusahaan yang menjadi anggota di APLI untuk bisa mendapatkan izin berjualan harus memiliki lisensi MLM. Dalam lisensi tersebut perlu mencantumkan produk yang ingin dijual. 

"Fenomena yang sekarang adalah, kami diizinkan menjual robot. Perusahaan anggota kami diizinkan menjual robot. Izinnya juga dikeluarkan oleh teman-teman perdagangan," ujar dia,

"Jadi list produknya ada di izin kami. Kemudian setelah robot itu laku dijual kemudian dilakukan trading karena adanya robot itu. Setelah robot itu dibeli sudah selesai tugas perusahaan anggota kami," ia menambahkan.

Selain itu, Ina mengatakan, penjualan robot itu yang merupakan member dari asosiasi lain selain APLI telah mendapatkan izin dari Kementerian Perdagangan. 

“Namun, seiring waktu berjalan, trading yang menggunakan robot itu hoax, alias tidak trading sebenarnya. Jadi robotnya kamuflase, jadi hanya kaya orang penggalangan dana masyarakat,” tutur Ina.

Ketika melakukan perekrutan, robot trading itu menggunakan jaringan APLI yang sudah besar yang membuat jaringan MLM rusak dibuat penipuan robot trading. 

Hingga pada akhirnya ada penangkapan dan pengakuan semuanya fiktif hanya perputaran uang. Kemudian keuntungan para member tradingnya didapat dari skema piramida Ponzi yang di mana keuntungan diperoleh dari masuknya member baru. 

Maka dari itu, APLI melakukan pengaduan mengenai apa langkah yang ingin diambil pemerintah dan berharap ada regulasi khusus yang mengatur soal robot trading ini. 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 2 halaman

Tanggapan Komisi VI

Menanggapi hal tersebut, Komisi VI DPR RI, Gde Sumarjaya Linggih akan berdiskusi bersama Kementerian Perdagangan dan Bappebti untuk membahas hal ini lebih lanjut. 

"Kalau begitu, saya masih menunggu nanti kajian dari ibu-ibu dan bapak-bapak sekalian (APLI) sehingga nanti dalam rapat bisa kami diskusikan dan mudah-mudahan nanti akan jadi kebijakan yang berpihak tentunya kepada negara kita dan masyarakat Indonesia,” pungkas Gde.