Sukses

Begini Tanggapan Trader Soal Penerapan Pajak Kripto

Berikut tanggapan beberapa trader kripto soal pengenaan pajak untuk kripto.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengatur pengenaan pajak untuk aset kripto Selasa, 5 April 2022. Peraturan soal pajak kripto tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. 

Beberapa trader kripto turut memberikan pendapat mengenai aturan pemerintah soal penetapan pajak PPN dan PPh untuk aset kripto. Trader pertama, Rayhan yang saat ini masih berstatus Mahasiswa. Rayhan telah menjadi trader kripto sejak 2020. 

Menurut Rayhan, pajak kripto yang dikenakan memang terkesan kecil, tetapi menjadi biaya tambahan yang lainnya. 

“Karena kan dari aplikasinya itu sendiri sudah ada potongan setiap kita transaksi. Jadi, kalau keberatan sih nggak terlalu ya, dari pribadi saya, tapi jadi mikir kok kaya makin banyak abcd nya ya,” ujar Rayhan ketika dihubungi, Rabu, 6 April 2022.

“Tapi kalo untuk orang yang scalping jangka pendek di kripto, itu lumayan juga , semisal dia depo 10.000.000, terus ambil untung skala berapa persen, terus langsung ditarik, lumayan terasa,” lanjut dia.

Menurut Rayhan, langkah pemerintah mengenakan pajak kripto bisa dibilang masih terlalu cepat, karena kripto sendiri di Indonesia masih rancu. 

Adapun Rayhan menjelaskan, meskipun dikenakan pajak, industri dan minat kripto di Indonesia akan tetap meningkat Tinggal bagaimana dari pemerintah nantinya akan membawa aset digital ini. 

Selanjutnya, trader Litedex Protocol, Cahyo yang telah mendalami trading kripto sejak 2019 mengatakan dirinya pasti mendukung langkah pemerintah soal pajak kripto ini. 

“Karena pajak ini banyak kegunaan bagi pemerintah, bisa untuk pembangunan yang telah disiapkan, yang sudah dicanangkan. Harapannya dengan pengenaan pajak ini, pemerintah bisa menggunakannya ke arah pembangunan telekomunikasi, IT, dan teknologi kedepan seperti metaverse,” ujar Cahyo. 

Selain itu, Cahyo juga berharap dengan pajak ini, pemerintah bisa meningkatkan keamanan siber di Indonesia. Hal ini menurut dia  saat ini telah banyak cyber crime yang telah terjadi. 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 3 halaman

Dua Sisi

Trader berikutnya yang ingin disebut Bang Yan selaku crypto enthusiast sejak 2017 yang saat ini juga tengah menembangkan token sendiri mengatakan pajak yang dikenakan untuk kripto dapat membawa dampak positif dan negatif di Indonesia. 

"Minusnya, kripto yang sekarang lagi hype di indonesia bisa turun tingkat sentimen marketnya nanti karena banyak potongan-potongan yang dikenakan. Sebenarnya adanya pajak bagus, tapi kalau terlalu tinggi kemungkinan besar bisa menurunkan sentimen market,” ungkap Bang Yan. 

"Apalagi banyak masyarakat belum bisa membedakan masih menganggap semuanya sama dengan Binomo dan kasus afiliator kemarin. Sentimen market yang lagi bearish efek buruknya bisa berdampak pada penurunan sentimen market kripto di Indonesia,” lanjut dia. 

Adapun dari sisi positifnya, Bang Yan menjelaskan pemerintah bisa dapat pemasukan besar dari pajak kripto. 

"Tapi saya harap dengan adanya pajak kripto, sejalan dengan fasilitas yang diberikan pemerintah terhadap industri kripto. Waktu saya bertemu dengan Wamendag, Pak Jerry, beliau mengatakan akan merilis bursa kripto Indonesia,” tutur Bang Yan. 

Maka dari itu, menurut dia, pengenaan pajak kripto bisa linear dengan fasilitas bagi industri kripto, misalnya dengan adanya bursa kripto Indonesia agar transaksi bisa lebih aman. 

3 dari 3 halaman

Alasan Pemerintah Kenakan Pajak untuk Kripto

Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Keuangan resmi menerbitkan peraturan yang mengatur pajak kripto di Indonesia. Peraturan pajak kripto itu mulai berlaku pada Mei 2022. 

Peraturan soal pajak kripto tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022 tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto. 

Kepala Sub Direktorat Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya, Bonarsius Sipayung, mengungkapkan sebelum menentukan pajak untuk aset kripto, DJP sebelumnya melakukan pengujian dulu apakah aset kripto patut dikenakan pungutan pajak atau tidak.

"Tentunya berdasarkan UU PPN barang dan jasa kena pajak, maka kita uji dulu kripto. Karena ada kripto currency, itu alat bayar enggak? Aturan otoritas, kripto bukan alat tukar, jadi kena barang dikenakan," ungkap Bonarsius dalam sesi media briefing DJP, Rabu, 6 April 2022, dikutip dari kanal Bisnis Liputan6.com. 

Seperti diketahui, Kementerian Perdagangan tidak memasukan aset kripto sebagai Surat Berharga. Namun, Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) justru mengatur kripto sebagai komoditas.

"Begitu komoditas, kita kaitkan UU PPN. Atas penyerahan barang kena pajak, terutang PPN," kata Bonarsius.

Meskipun begitu, DJP masih memberikan pengecualian soal pengenaan PPh dan PPN atas transaksi aset kripto. Hal itu karena ritme perdagangan kripto berbeda dengan cara aset konvensional.

"Dalam konteks kripto, kita harus perhatikan. Kalau kena mekanisme normal enggak kena pajak, tidak ketahuan siapa yang bertransaksi. Tapi marketnya real. Di Bappebti terdaftar ada 12-13 marketplace yang fasilitasi penjualan komoditi ini," tuturnya.

"Di pasal 32a, Menteri Keuangan dapat tunjuk pihak lain untuk lakukan pungutan pajak. Ini pihak yang menyelenggarakan transaksi dimungkinkan mengenai pajak. Subjeknya marketplace yang akan kenai transaksi," pungkas dia.