Sukses

Apa Itu Staking dalam Kripto?

Staking adalah sebuah proses ketika investor berpartisipasi aktif dalam validasi transaksi dalam blockchain konsensus algoritma Proof of Stake (PoS).

Liputan6.com, Jakarta - Kripto menjadi salah satu aset investasi yang sangat berisiko tinggi karena pergerakan harganya yang cukup ekstrem. Tak butuh waktu lama untuk kripto memberi keuntungan bagi investornya, tetapi dalam waktu singkat kripto juga bisa membuat rugi investornya. 

Namun, ternyata di tengah pasar kripto yang naik dan turun, para investor masih bisa menghasilkan keuntungan atau passive income dengan menggunakan fitur staking. 

Dilansir dari situs Zipmex, Senin (18/4/2022), staking adalah sebuah proses ketika investor berpartisipasi aktif dalam validasi transaksi dalam blockchain konsensus algoritma Proof of Stake (PoS).

Sedangkan Proof of Stake (PoS) sendiri adalah sebuah algoritma yang berperan untuk melakukan validasi transaksi berdasarkan konsensus terdistribusi. Validasi dilakukan berdasarkan berapa jumlah total aset kripto yang dimiliki.

Dengan staking, investor bisa mendapatkan passive income dalam bentuk reward atau bunga dari aset yang dikunci. Hal ini memudahkan investor untuk memiliki diversifikasi pendapatan aset digital. 

Dalam blockchain, siapa pun yang memiliki saldo minimum dapat memvalidasi transaksi dan mendapatkan imbalan. Dengan mengunci aset kripto tertentu, investor memiliki kekuatan untuk membuat keputusan dalam jaringan. Ketika berhasil memvalidasi transaksi, maka investor tersebut dapat menghasilkan pendapatan tambahan.

 

 

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

2 dari 4 halaman

Cara Kerja Staking

Cara Kerja Staking

Kripto yang disimpan itu akan dikunci ke dalam blockchain yang menggunakan konsensus algoritma PoS untuk jangka waktu tertentu. Jumlah keuntungan yang akan diperoleh tergantung pada harga dan jumlah aset kripto yang dikunci serta durasi mengunci aset tersebut.

Mereka yang melakukan staking pada aset kripto dalam blockchain PoS biasanya disebut sebagai validator. Validator mendapatkan imbalan ketika mereka berhasil memvalidasi transaksi. Setiap PoS memiliki beragam aturan khusus untuk validatornya. 

Ada yang menentukan aturan validasi berdasarkan periode penguncian aset atau menentukan batas minimum tertentu. Berdasarkan aturan dan algoritma validator, PoS bekerja untuk melakukan validasi secara aktual dan mendistribusikan imbalan untuk validator. Imbalan atau bunga biasanya dihitung berdasarkan jumlah aset yang dikunci.

Staking Bisa Jadi Pilihan

Staking cocok bagi investor yang tidak memiliki banyak untuk memantau pergerakan harga setiap hari. Nantinya investor bisa mendapat keuntungan dari bunga karena telah mengunci aset kripto. 

Sekilas, nampaknya sangat mudah dan menguntungkan. Namun, staking juga tidak terhindar dari kekurangan atau risiko. 

Sebelum memutuskan untuk staking, lakukan riset terlebih dahulu dan pastikan platform yang dipilih merupakan platform yang terpercaya. Sebab, dengan staking, investor diharuskan untuk mengunci aset kripto yang dimiliki selama jangka waktu tertentu. Artinya, selama waktu itu, investor tidak dapat menjual koin tersebut.

3 dari 4 halaman

Studi IMF: Penggunaan Kripto Lebih Tinggi di Negara Korup

Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) telah banyak menyerukan peraturan mengenai industri kripto, merujuk pada penggunaan aset digital ini secara umum di negara-negara yang dapat dianggap korup atau memiliki kontrol modal yang ketat.

Dengan kapitalisasi pasar industri lebih dari USD 2 triliun atau sekitar Rp 28,7 kuadriliun, sektor ini telah berkembang melampaui cakupan peraturan di beberapa negara.Kurangnya peraturan yang seragam ini telah menjadi penyebab utama keprihatinan otoritas global, termasuk IMF.

Sementara negara-negara seperti AS telah mengembangkan kerangka kerja yang mencegah pencucian uang, pendanaan terorisme, dan penipuan melalui kripto. 

Namun, sayangnya menurut IMF beberapa negara masih kekurangan kerangka kerja peraturan yang mengatur hal semacam itu.

Dilansir dari Yahoo Finance Kamis, 14 April 2022, sebuah studi IMF baru-baru ini mensurvei 55 negara, dan menemukan hasil, aset kripto dapat digunakan untuk mentransfer hasil korupsi atau menghindari kontrol modal. 

IMF mengatakan, pihaknya menarik data dasar tentang penggunaan cryptocurrency dari informasi yang dikumpulkan dalam survei yang dilakukan oleh perusahaan Jerman, Statista. 

Survei tersebut mencakup 55 negara, dengan 2.000 hingga 12.000 responden dari masing-masing negara. Peserta ditanya apakah mereka memiliki atau menggunakan aset digital pada tahun 2020.

Organisasi tersebut mengatakan hasilnya layak untuk diperhatikan, tetapi juga mengatakan hasil tersebut harus ditafsirkan dengan hati-hati, mengingat ukuran sampel yang kecil dan kualitas data yang tidak pasti.

4 dari 4 halaman

Tanggapan IMF Terkait Stablecoin

Sebelumnya, dua pemimpin teratas di Dana Moneter Internasional (IMF) membahas regulasi kripto dalam sebuah podcast Foreign Policy Live.

Direktur Pelaksana IMF, Kristalina Georgieva dan Deputi Direktur Pelaksana, Gita Gopinath ditanya bagaimana pemerintah harus menanggapi semakin banyak tantangan yang dihadapi ekonomi global, termasuk cryptocurrency.

Georgieva menjelaskan IMF memisahkan aset digital menjadi tiga jenis yaitu aset kripto seperti Bitcoin, Stablecoin, dan mata uang digital bank sentral (CBDC). 

"Waktu telah berlalu untuk memiliki kerangka peraturan yang sedapat mungkin diselaraskan di seluruh dunia. Saya berharap apa yang sekarang kita lihat bahwa mungkin ada lebih banyak perhatian pada topik ini diterjemahkan ke dalam tindakan kebijakan yang tepat,” ujar Georgieva, dikutip dari Bitcoin.com, Kamis, 14 April 2022.

Adapun Georgieva juga mengatakan stablecoin yang didukung oleh aset nyata jika diatur dengan benar, mereka dapat memainkan peran yang sangat positif.

Georgieva menjelaskan, peran kunci IMF adalah membangun terowongan yang menghubungkan CBDC yang berbeda ini untuk membuat fragmentasi itu tidak terlalu merusak ekonomi dunia.

Sedangkan Gopinath, yang seorang ekonom India-Amerika, telah menjabat sebagai wakil direktur pelaksana pertama IMF sejak 21 Januari tahun ini mengatakan mereka melihat lebih banyak pekerjaan yang dibutuhkan dalam regulasi kripto. 

“Kami tentu saja telah melihat peningkatan penggunaan mata uang kripto sebelum perang ini, dan kami telah melihatnya lebih banyak terjadi di pasar negara berkembang daripada di negara lain,” tutur Gopinath.

Mengenai banyak kripto yang digunakan karena perang Rusia-Ukraina, wakil direktur pelaksana IMF mengakui dirinya tidak memiliki banyak gambaran tentang hal tersebut.

“Tetapi kami melacak ini dengan sangat dekat, dan saya pikir dalam hal implikasi bagi tatanan ekonomi global, saya pikir adil untuk mengatakan bahwa peristiwa baru-baru ini akan mempercepat pertimbangan mata uang digital bank sentral secara lebih luas di sekitar dunia,: pungkas Gopinath.