Liputan6.com, Jakarta - Seorang seniman dari Latvia, Ilya Borisov sedang diselidiki karena diduga menjual NFT, untuk mencuci uang. Akibat kasus ini Borisov terancam hukuman hingga 12 tahun penjara. Pihak berwenang telah memblokir rekening banknya dan meluncurkan penyelidikan tanpa memberi tahu dia.
Dilansir dari Bitcoin.com, Rabu, 24 Agustus 2022, Borisov meluncurkan situs web dengan judul 'Art Crime', yang mengungkapkan bagaimana pemerintah Latvia membekukan akunnya tanpa pemberitahuan resmi. Sebuah kasus kriminal dimulai terhadap seniman itu pada Februari, tetapi dia baru mengetahuinya pada Mei.
Baca Juga
Menurut situs tersebut, Borisov menjual 3.557 NFT untuk mendapatkan jumlah yang dimaksud. Namun, Borisov bersikeras dia tidak berusaha menghindari pajak dan bahkan meminta layanan pendapatan untuk klarifikasi tentang masalah tersebut. Pada 2021, dia membayar pajak penghasilan sekitar 2,2 juta euro atau sekitar Rp 33,4 miliar.
Advertisement
Namun, Borisov sekarang dituntut untuk pencucian uang skala besar dan berpotensi menerima hukuman hingga 12 tahun penjara. Dia mengatakan, tuduhan itu sangat mempengaruhi dia secara moral.
Seniman itu, yang berasal dari Rusia, juga khawatir invasi militer Moskow ke Ukraina dapat memengaruhi keputusan hakim dalam kasusnya. Ilya Borisov menekankan bahwa teknologi blockchain menciptakan banyak peluang bagi seniman seperti dirinya dan menuduh regulator membatasi peluang ini secara luas.
Selama beberapa tahun terakhir, NFT telah menjadi alat yang populer untuk membuktikan kepemilikan arsip dan aset digital, terutama karya seni, musik, dan video.
Koleksi digital ini juga telah digunakan untuk mengumpulkan dana untuk berbagai tujuan. Awal tahun ini, Ukraina menjual Cryptopunk NFT, yang disumbangkan untuk mendukung negara yang dilanda perang, untuk mengumpulkan lebih dari USD 100.000.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Nilai Pencurian NFT Sentuh Rp 1,4 Triliun Sepanjang 2022
Sebelumnya, perusahaan riset blockchain, Elliptic mengungkapkan pada Rabu, 24 Agustus 2022, ada senilai lebih dari USD 100 juta atau sekitar Rp 1,4 triliun Non Fungible Token (NFT) telah dicuri sepanjang 2022.
Menurut Elliptic, pencurian ini didorong berkembangnya aset digital yang masif sehingga para pencuri memilih aset digital sebagai sasaran baru mereka.
NFT adalah aset berbasis blockchain yang mewakili file digital seperti gambar, video, atau teks. Aset digital ini meledak dalam popularitas dalam beberapa tahun terakhir. Banyak perusahaan hingga tokoh terkenal mengoleksi hingga meluncurkan NFT mereka sendiri.
Pasar NFT melonjak pada 2021 karena investor kripto menghabiskan miliaran dolar Amerika Serikatuntuk aset tersebut, berharap mendapat untung karena harga NFT bisa naik. Tetapi sejak harga cryptocurrency jatuh pada Mei dan Juni tahun ini, harga NFT dan volume penjualan telah jatuh.
Penipuan tetap marak di pasar NFT bahkan saat harga dan volume menurun, dengan Juli melihat jumlah tertinggi NFT dilaporkan dicuri.
“Kompromi keamanan melalui media sosial telah melonjak, terhitung 23 persen dari pencurian NFT pada tahun 2022,” isi laporan Elliptic, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (25/8/2022).
Advertisement
Peretasan dan Penipuan Lama Jangkiti Industri Kripto
Sebelumnya, pencuri menerima rata-rata USD 300.000 per penipuan, menurut laporan Elliptic. Skala sebenarnya dari pencurian NFT kemungkinan akan lebih tinggi, mengingat tidak semua kejahatan dilaporkan ke publik.
Peretasan dan penipuan telah lama menjangkiti industri kripto, sementara regulator di seluruh dunia semakin khawatir tentang penggunaan aset kripto dalam kejahatan dunia maya.
Elliptic menyebutkan jumlah pencucian uang di platform berbasis NFT hanya USD 8 juta. Tetapi dana senilai hampir USD 329 juta di pasar NFT berasal dari layanan seperti yang disebut mixer cryptocurrency, yang dirancang untuk menyembunyikan asal dana, kata Elliptic.
"Ada ancaman yang berkembang terhadap layanan berbasis NFT dari entitas yang dikenai sanksi dan eksploitasi yang disponsori negara," kata Elliptic, mengutip pencurian senilai USD 540 juta pada April yang telah dikaitkan oleh pejabat AS dengan Grup peretas Korea Utara, Lazarus.
Polisi Korsel Bakal Sita Aset Kripto Masyarakat Tunggak Denda Tilang
Sebelumnya, Badan Kepolisian Nasional Korea Selatan sedang bereksperimen dengan penyitaan aset virtual bagi warga yang tidak membayar denda tilang lalu lintas.
Hal itu dijelaskan dalam laporan oleh surat kabar Korea Selatan, Joongboo Ilbo. Laporan tersebut mencatat polisi menyita dan mengumpulkan mata uang virtual senilai 50 juta won sekitar USD 38.000 (Rp 566,2 juta) dari para penunggak yang gaji dan simpanannya disita karena tidak membayar tunggakan lalu lintas dengan denda sekitar 2,5 juta won (sekitar Rp 28,3 juta).
Dilansir dari Beincrypto, Kamis (25/8/2022), kantor Polisi Gunpo mengumpulkan sekitar 88 persen dari jumlah target untuk tidak membayar denda lalu lintas pada paruh pertama 2022 saja. Ini adalah denda tunggakan terbanyak yang dikumpulkan dalam tiga tahun, melebihi denda yang dikumpulkan hingga 850 juta won oleh Kantor Polisi Gunpo tahun lalu.
Pada akhir 2022, pihak berwenang bermaksud untuk mengumpulkan tunggakan 1 miliar won dan 880 juta won pada akhir Juni.
Dalam sebuah pernyataan yang diterjemahkan, kepala Kantor Polisi Gunpo, Kwak Kyung-ho, mengatakan tujuannya adalah agar pembayar yang setia tidak merasa kehilangan di tengah pandemi, tetapi sebaliknya, polisi bermaksud untuk memperketat pengumpulan dari para penunggak denda.
Perkembangan ini juga mengikuti penyitaan hampir USD 50 juta dalam cryptocurrency dari 12.000 orang yang sebelumnya diduga melakukan penghindaran pajak di Korea Selatan. Di Jepang juga, pihak berwenang telah mengajukan proposal untuk menyita aset kripto yang diperoleh secara ilegal, mendapatkan lebih banyak kekuatan atas dompet digital.
Advertisement