Liputan6.com, Jakarta - Jumlah investasi ritel pada sektor perdagangan berjangka dan komoditas di Indonesia terus tumbuh mendorong lebih banyak skema perdagangan dan investasi yang dapat membuka kesempatan dan peluang terhadap portfolio baru. Sehingga tidak dibatasi satu negara, melainkan mencakup aset dan investasi lintas negara.
Didasarkan hal ini, munculah alternatif investasi baru yang disebut Penyaluran Amanat Nasabah ke Bursa Berjangka Luar Negeri (PALN). Alternatif ini, memungkinkan investor berinvestasi pada bursa di luar negeri secara langsung dengan harga real time. Salah satu dari produk PALN ini adalah PALN Single Stock.
Baca Juga
Direktur Utama Bursa Berjangka Jakarta (BBJ), Stephanus Paulus Lumintang menjelaskan, PALN Single Stock memungkinkan investor Indonesia untuk bertransaksi saham di bursa luar negeri.
Advertisement
"Saat ini baru ada 50 emiten yang dapat diperdagangkan melalui PALN Single Stock sesuai peraturan Bappebti no 2 tahun 2022 yaitu 25 emiten dalam indeks New York Stock Exchange (NYSE) dan 25 emiten dalam indeks Nasdaq,” ujar Stephanus dalam acara media briefing, Jumat (7/10/2022).
Mekanisme PALN Single Stock
Stephanus menuturkan, mekanisme transaksi PALN Single Stock, memungkinkan calon nasabah membeli emiten saham dengan sistem fraksi.
"Sistem fraksi disini bisa dianalogikan seperti ketengan. Misal harga saham USD 100, kita bisa membelinya dengan harga USD 5. Hasabah hanya perlu daftar pada broker yang sudah dapat izin dan melakukan KYC. Sampai saat ini baru ada broker resmi yang terdaftar untuk melakukan transaksi PALN Single Stock,” jelas Stephanus.
Nantinya, dana investor akan ditransfer ke akun terpisah di Kliring Berjangka Indonesia, dan matching akan terjadi langsung di bursa luar negeri yaitu NYSE dan Nasdaq.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Prospek
Memiliki Prospek Cerah
Stephanus menuturkan, alternatif investasi menjanjikan ini memiliki prospek yang cerah, karena menggunakan sistem fraksi dengan nilai hingga delapan nol di belakang koma.
"Jadi investor bisa membeli saham sesuai dengan berapa uang yang mereka miliki,” tutur Stephanus.
Sejauh ini, sejak Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) meresmikan PALN pada 29 Maret 2022, hingga 6 Oktober 2022 sudah mencatat sekitar 2 juta transaksi.
"Ini baru dari 50 emiten yang tersedia, bayangkan jika ada lebih banyak emiten, tentunya jumlah transaksi bisa lebih besar. Kami juga sudah mendaftarkan 600 emiten lagi ke Bappebti,” lanjut dia.
Kerja sama BBJ dan Gotrade
Melihat peluang ini, Gotrade, sebuah perusahaan startup digital yang legal dan bekerja sama resmi di Indonesia kini hadir memfasilitasi hal ini.
Gotrade memfasilitasi penyelenggaraan Penyaluran Amanat Nasabah ke Bursa Berjangka Luar Negeri (PALN) atas Kontrak Derivatif saham asing dengan bekerja sama dengan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ). Semua skema ini tunduk pada Peraturan Bappebti No 1 dan 2 tahun 2022 yang sudah berlaku efektif sejak Maret 2022.
Advertisement
Bidik Gen Z
VP Gotrade Indonesia, Ajisatria Suleiman mengungkapkan, adanya kebutuhan dalam diversifikasi portofolio menjadi salah satu pendorong kehadiran Gotrade di Indonesia.
"Diversifikasi dibutuhkan tak hanya untuk masyarakat tertentu yang bisa mendapat akses pada bursa luar negeri, tetapi untuk seluruh investor ritel di Indonesia,” ungkap Ajisatria
Selain itu, Gotrade juga menyasar pasar dari kalangan Gen Z agar mereka mendapat akses secara langsung ke bursa luar negeri.
"Mayoritas lebih dari 90 persen user Gotrade adalah masyarakat muda yang umumnya baru lulus atau baru kerja, karena itulah market yang ingin kita targetkan, Gen Z. Kita melihat ada boom investasi besar dalam 2 tahun terakhir yang mendorong jumlah investor ritel,” kata Ajisatria.
Di tengah ketidakpastian global saat ini, Ajisatria menyebut PALN ini bisa menjadi alternatif karena ada kalanya prospek suatu sektor industri antar negara berbeda.
"Investor memiliki pilihan untuk diversifikasi, mungkin di Indonesia sektor komoditas sedang baik, maka investor bisa memilih bursa di Indonesia, tetapi ada peluang sektor lain lebih baik di negara lain, maka investor bisa memanfaatkan kesempatan itu,” pungkas Ajisatria.