Sukses

Bursa Kripto FTX Bangkrut, Temasek Rugi Rp 4,3 Triliun

Temasek menegaskan, investasi di FTX bukan investasi dalam kripto.

Liputan6.com, Jakarta - Investor FTX terkena dampak dari kebangkrutan bursa kripto FTX. Temasek, perusahaan investasi milik pemerintah Singapura mengatakan telah write down atau menghapus investasinya penuhnya di FTX.

Temasek investasi sekitar USD 210 juta atau sekitar Rp 3,29 triliun (asumsi kurs dolar AS 15.697 terhadap rupiah) di FTX internasional. Dengan investasi itu, Temasek memiliki saham minoritas sekitar 1 persen.

Selain itu, perseroan juga investasi USD 65 juta atau sekitar Rp 1,02 triliun untuk saham minoritas sekitar 1,5 persen di FTX AS dalam dua putaran pendanaan dari Oktober 2021-Januari 2022. Dengan demikian, total kerugian sekitar Rp 4,3 triliun. Perseroan menyebutkan total investasi adalah 0,09 persen dari nilai portofolio bersihnya sebesar 403 miliar dolar Singapura atau sekitar USD 293 miliar.

Temasek menegaskan, investasi di FTX bukan investasi dalam kripto. “Untuk klarifikasi, saat ini kami tidak memiliki paparan langsung dalam cryptocurrency,” ujar Temasek, dikutip dari Techcrunch, Kamis (17/11/2022).

Temasek menyatakan investasi di FTX karena ingin mendukung pertukaran aset digital terkemuka dan paparan netral ke pasar kripto dengan pendapatan komisi.

Perseroan mengatakan, kalau proses uji tuntas investasi di FTX memakan waktu sekitar 8 bulan dari Februari-Oktober 2021. Proses uji tuntas tersebut melibatkan peninjauan laporan keuangan yang diaudit FTX. Dari laporan keuangan itu menunjukkan bursa kripto tersebut menguntungkan. Kebangkrutan FTX membuat Temasek menilai, investasi tersebut salah tempat.

"Terlihat jelas dari investasi ini mungkin keyakinan kami pada tindakan, penilaian dan kepemimpinan Sam Bankman-Fried yang terbentuk dari interaksi kami dengannya dan pandangan yang diungkapkan dalam diskusi kami dengan orang lain akan tampak telah salah tempat," tulis Temasek.

Pengumuman Temasek datang beberapa hari setelah Softbank mengatakan akan hapus investasi USD 100 juta atau sekitar Rp 1,57 triliun di FTX yang dulu bervaluasi USD 32 miliar. Sequoia juga menghapus investasinya. Adapun investor FTX lainnya termasuk BlackRock, Tiger Global, Insight Partners, dan Paradigm.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 4 halaman

Regulator Tangguhkan Lisensi FTX Unit Australia hingga Pertengahan Mei 2023

Sebelumnya, regulator sekuritas Australia telah menangguhkan lisensi cabang lokal FTX hingga pertengahan Mei tahun depan. Regulator sekuritas Australia menambah tekanan terhadap pertukaran kripto yang runtuh karena menghadapi pengawasan peraturan global yang ketat.

Komisi Sekuritas & Investasi Australia (ASIC) dalam sebuah pernyataan mengatakan lisensi layanan keuangan FTX Australia akan ditangguhkan hingga pertengahan Mei tahun depan, menarik kembali izinnya untuk menangani kontrak derivatif dan valuta asing kepada klien ritel dan grosir, bersama dengan memberikan informasi umum dan nasihat.

FTX yang berkantor pusat di Bahama, yang pernah menjadi bintang baru industri kripto dengan valuasi USD 32 miliar atau Rp 501,79 triliun (asumsi kurs Rp 15.681 per dolar AS) pada Januari 2022, mengajukan perlindungan kebangkrutan AS minggu lalu karena berjuang untuk mencegah keruntuhan menyusul serbuan para pedagang untuk menarik USD 6 miliar dari platform dengan hanya 72 jam.

Unit lokal FTX di seluruh dunia menghadapi pengawasan peraturan yang ketat. Komisi Sekuritas dan Pertukaran Amerika Serikat (AS) bersama dengan badan pengatur lainnya sedang menyelidiki FTX, sementara unitnya di Jepang akan masuk ke mode hanya tutup mengikuti panduan dari lembaga jasa keuangan negara.

"ASIC memantau situasi ini dengan cermat dan berbicara secara teratur dengan regulator internasional dan administrator eksternal," kata regulator pada Rabu, dikutip dari Channel News Asia, ditulis Kamis (17/11/2022)

Ia menambahkan FTX Australia dapat terus menyediakan layanan keuangan terbatas untuk menghentikan derivatif yang ada dengan klien hingga 19 Desember.

Meski demikian, FTX tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters.

3 dari 4 halaman

Senator AS Sebut FTX Runtuh Mirip Skema Ponzi

Sebelumnya, Senator Amerika Serikat (AS), Cynthia Lummis menyamakan beberapa aspek keruntuhan FTX dengan skema Ponzi. Runtuhnya FTX mendorongnya untuk meninjau RUU regulasi kripto yang dia dan Senator Kirsten Gillibrand ajukan pada Juni lalu.

"Tentu saja ketika Anda mengambil aset pelanggan dari FTX, mengirimkannya untuk menopang Alameda, itu adalah aset milik pelanggan Anda, yang Anda asuh untuk mereka mengambil dan menggunakannya untuk tujuan Anda sendiri,” ujar Lummis dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (16/11/2022).

Lummis  melanjutkan, ada indikasi perilaku seperti skema Ponzi dalam keruntuhan FTX dan para regulator mungkin juga akan melihat hal ini. 

FTX dilaporkan menggunakan aset pelanggannya untuk menopang kewajiban perusahaan afiliasinya yaitu Alameda Research. 

Alameda memegang sebagian dari token FTT FTX yang tidak likuid, yang nilainya anjlok setelah pertukaran kripto terbesar di dunia, Binance, mengatakan melikuidasi seluruh FTT Coin.

"Itu jelas aktivitas yang berada dalam parameter peraturan RUU Lummis-Gillibrand yang ilegal, dan akan diatur,” katanya tentang peristiwa yang menyebabkan FTX mengajukan kebangkrutan pada Jumat.

4 dari 4 halaman

RUU Kripto

RUU Kripto yang Diajukan Lummis

Lummis, bersama dengan Gillibrand, memperkenalkan undang-undang komprehensif pada Juni 200 untuk mengatur kripto yang membahas perlindungan dan privasi konsumen dan menawarkan serangkaian definisi standar tentang bagaimana kripto harus diatur.

Mengingat kebangkrutan FTX dan perilaku yang menyebabkan ledakannya, Lummis mengatakan dia akan memeriksa ulang RUU tersebut. 

“Kami pasti akan meninjau RUU di bawah ini untuk melihat kami telah melindungi aset konsumen secara memadai selama kebangkrutan, melindungi aset konsumen agar tidak bercampur dan memastikan bahwa definisi kami cukup ketat,” jelas Lummis.

Lummis mengatakan RUU tersebut akan mensyaratkan adanya pemisahan aset pelanggan dari aset non-pelanggan, lebih banyak perlindungan konsumen, lebih banyak pengungkapan. RUU tersebut juga akan mengharuskan pelanggan untuk memiliki 100 persen dukungan jika terjadi kebangkrutan.