Sukses

Marak Investasi Bodong, Pluang Sebut Pemahaman Risiko Investasi Masih Rendah

Fenomena ini disebabkan oleh rendahnya pemahaman akan risiko berinvestasi.

Liputan6.com, Jakarta Sepanjang 2022, Satgas Waspada Investasi (SWI) menghentikan kegiatan 895 entitas yang terlibat dalam praktik investasi, pinjol dan gadai ilegal, dengan total kerugian mencapai Rp 106 triliun. 

Angka entitas investasi ilegal pada 2022 adalah 106, berkurang tiga kali lipat dibandingkan 2020. Sayangnya, 2023 kasus investasi bodong masih juga berlanjut dalam berbagai lapisan masyarakat, seperti kasus terkini yang melibatkan ibu-ibu rumah tangga di Kuningan, Jawa Barat dengan nilai kerugian mencapai Rp 31 miliar. 

Head of Corporate Communications Pluang, Kartika Dewi menjelaskan fenomena ini disebabkan oleh rendahnya pemahaman akan risiko berinvestasi. 

“Tingkat literasi keuangan membantu masyarakat untuk menentukan keputusan finansial yang lebih baik melalui informasi dan pengetahuan dari sumber yang tepat dan terpercaya,” kata Kartika dalam keterangan tertulis, dikutip Senin (13/2/2023).

Kartika menambahkan Maraknya kasus investasi bodong ini dikarenakan masih rendahnya kemampuan untuk menentukan keputusan yang tepat dan tergiur oleh skema investasi baru yang belum dipelajari dengan seksama. 

Padahal masyarakat perlu membekali diri dengan informasi tentang bentuk investasi legal yang dijamin otoritas pemerintah,” jelas Kartika.

Berkaitan tentang instrumen investasi baru yang sedang populer di Tanah Air dalam beberapa tahun terakhir, Pluang juga memiliki fokus untuk memperkenalkan Saham AS sebagai produk investasi pilihan untuk mendiversifikasi aset.

Kartika juga mengingatkan pentingnya investor ritel Indonesia mengetahui legalitas transaksi investasi. 

“Kami ingin menghimbau para investor ritel di Indonesia untuk memperhatikan status legalitas entitas bisnis yang menjual Saham AS. Jika berinvestasi di entitas yang tidak legal, maka pengguna tidak akan mendapatkan perlindungan,” lanjut Kartika.

Galakkan Edukasi Finansial

Kartika berharap para pemangku kepentingan dapat melihat bahwa manfaat literasi keuangan tidak bisa dilihat hanya terbatas pada skala individu, seperti dalam kasus penekanan angka investasi bodong. 

Lebih jauh, edukasi dan finansial perlu digalakkan dalam tingkatan masyarakat yang lebih luas, karena terdapat manfaat sosial dalam masyarakat untuk memiliki kesadaran finansial yang dimulai dari diri sendiri. 

“Dengan kemampuan literasi keuangan yang tepat, masyarakat diharapkan mampu menyiapkan diri dalam menghadapi krisis keuangan di skala domestik sampai nasional,” pungkasnya.