Sukses

Terungkap, Kejahatan Kripto Sumbang Transaksi di Blockchain Rp 313,3 Triliun

Menurut laporan Chainalysis ada dua penggerak aktivitas kriminal kripto.

Liputan6.com, Jakarta Kejahatan kripto menyumbang rekor transaksi di blockchain senilai USD 20,6 miliar atau setara Rp 313,3 (asumsi kurs Rp 15.210 per dolar AS) triliun menurut laporan baru dari perusahaan riset blockchain, Chainalysis.

Kepala penelitian di Chainalysis, Kim Grauer mengungkapkan, meskipun total kerugian jadi yang terbesar, tetapi bentuk lain dari aktivitas terlarang kripto cenderung turun. 

“Ada dua kategori yang benar-benar menonjol dalam hal pertumbuhannya, dan itu adalah aktivitas dan peretasan yang disetujui,” kata Grauer dikutip dari CoinDesk, Kamis (2/3/2023). 

Menurut laporan Chainalysis, penggerak pertama adalah aktivitas kriminal yang menyumbang 0,24 persen dari semua transaksi blockchain tahun lalu meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 0,12 persen. Namun, kejahatan crypto adalah bagian kecil dari total volume kurang dari 1 persen, menurut laporan tersebut.

Grauer mengatakan setelah Kantor Pengawasan Aset Asing (OFAC) Departemen Keuangan AS mulai menindak platform kripto pada 2021 daripada memilih alamat kripto dari aktor jahat tertentu, semua transaksi yang dilakukan oleh platform yang dikatakan memfasilitasi kejahatan dihitung. 

Dengan kategorisasi baru ini, Chainalysis menemukan sebagian besar aktivitas yang terkena sanksi pada 2022 berasal dari dana yang mengalir ke Garantex atau layanan lain seperti itu.

Garansitex adalah pertukaran kripto berbasis Rusia yang terus beroperasi. Pertukaran tersebut memiliki arus masuk USD 1,3 miliar atau setara Rp 19,7 triliun hingga Oktober, menyusul sanksi pada April, menurut laporan tersebut.

 

2 dari 2 halaman

Batasi Aktivitas

Ketika OFAC mencoba membatasi aktivitas terlarang pada platform berbasis kripto lainnya, seperti pasar darknet Hydra dan layanan pencampuran terdesentralisasi Tornado Cash, upaya agensi bervariasi. 

Keberhasilannya seringkali bergantung pada jenis entitas yang dikenai sanksi OFAC dan apakah pengguna di yurisdiksi tersebut peduli dengan sanksi yang dikenakan pada platform.

Chainalysis menemukan peningkatan signifikan dalam jumlah dana yang diretas oleh organisasi Korea Utara selama 2022. Penjahat dunia maya yang berbasis di Korea Utara meretas dana senilai USD 1,6 miliar atau setara Rp 24,3 triliun, mengalahkan rekor mereka sendiri dari tahun sebelumnya.

 

DisclaimerSetiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.