Sukses

Ternyata Kini Perbankan Internasional Bisa Punya Aset Kripto, Asalkan Penuhi Syarat Ketat Ini

Selama ini, kripto masih menjadi perdebatan di dunia. Meski kemudian sudah mulai sedikit melunak seperti terlihat pada aturan permodalan ATMR.

Liputan6.com, Balikpapan - Perbankan internasional saat ini dimungkinan untuk memiliki aset kripto namun harus memenuhi persyaratan yang cukup ketat. Di mana, jika berkaca dari peraturan internasional, salah satu syarat bank bisa memiliki aset kripto menilik dari sisi Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Ini diungkapkan Wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mirza Adityaswara kepada media di Balikpapan, pekan ini. Aturan internasional menetapkan bank bisa memiliki aset kripto asalkan memiliki ATMR sebesar 1.250 persen.

ATMR merupakan risiko atas modal berkaitan dengan dana yang diinvestasikan pada aktiva berisiko rendah ataupun yang risikonya lebih tinggi dari yang lain.

"Jadi kalau di dunia internasional itu, bank internasional itu kalau mau kripto maka ada persyaratan permodalan. Jadi ATMR 1.250 persen. Jadi boleh tapi tidak disarankan," jela dia.

Mirza mengakui jika saat ini pandangan bank internasional terhadap kripto mulai sedikit berubah dibandingkan 3 tahun lalu. Alasannya, banyak para nasabah bank internasional tersebut sudah mulai melirik aset kripto.

Selama ini, kripto masih menjadi perdebatan di dunia. Meski kemudian sudah mulai sedikit melunak seperti terlihat pada aturan permodalan ATMR.

"Sekarang sudah sebenarnya bisa menerima tapi dengan berat hati terkait kripto itu. Jadi di internasional itu pokoknya bank internasional kalay mau involve di kripto ada syarat modalnya," jelas dia.

Pada aturan permodalan  ATMR 1.250 persen ini, menetapkan jika  setiap Rp1 aset kripto yang dimiliki perbankan harus dicover oleh 1 modal dan tidak boleh menggunakan dana pihak ketiga (DPK).

 

 

2 dari 2 halaman

Kripto di Bawah OJK

Mirza mengatakan ke depan OJK juga akan mengurusi aset kripto. Pengalihan ini sesuai UU Nomor 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK) yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). 

Pengalihan pengawasan ini berkaca pada banyaknya investor berinvestasi aset kripto, sehingga harus ada regulator yang mengatur. OJK akan menyiapkan berbagai hal terkait kewenangan ini. "Dalam 2,5 tahun ke depan ini, OJK diberi amanat urusi aset kripto," ucap Mirza.

Sebelumnya,  pengawasan dan pengelolaan aset kripto akan berada di bawah pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang sebelumnya ada di  Badan Pengawas Perdagangan Komoditi (Bappebti).

Â