Liputan6.com, Jakarta Departemen Keuangan Amerika Serikat (AS) mengusulkan pajak cukai 30 persen untuk biaya pengoperasian fasilitas penambangan kripto. Presiden AS berencana memberlakukan pajak cukai bertahap berdasarkan biaya listrik yang digunakan dalam penambangan kripto.
Perusahaan-perusahaan ini juga diminta untuk melaporkan berapa banyak daya dan jenis sumber listrik yang digunakan. Pajak cukai akan bertahap selama tiga tahun ke depan, meningkat 10 persen setiap tahun.
Ketentuan tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa pajak ini dapat menurunkan jumlah keseluruhan mesin penambangan di AS.
Advertisement
“Peningkatan konsumsi energi yang disebabkan oleh pertumbuhan penambangan aset digital memiliki dampak lingkungan yang negatif dan dapat memiliki implikasi keadilan lingkungan serta kenaikan harga energi bagi mereka yang berbagi jaringan listrik dengan penambang aset digital,” mengutip dokumen pengajuan dari laman Coindesk, Jumat (10/3/2023).
Dokumen tersebut juga menjelaskan bahwa penambangan aset digital menimbulkan ketidakpastian dan risiko bagi utilitas dan masyarakat lokal, karena aktivitas penambangan sangat bervariasi dan sangat mobile.
“Cukai atas penggunaan listrik oleh penambang aset digital dapat mengurangi aktivitas penambangan bersama dengan dampak lingkungan yang terkait dan bahaya lainnya,” tambah dokumen tersebut.
Dewan Perwakilan Rakyat dan Senat harus mengesahkan anggaran yang mencakup jenis peraturan pajak yang menghasilkan pendapatan ini sebelum dapat diterapkan.
DPR yang dipimpin oleh Partai Republik tidak mungkin mengadopsi proposal presiden dari Partai Demokrat secara apa adanya.
Namun, proposal tersebut menunjukkan prioritas fiskal Biden saat dia bersiap untuk mengumumkan pencalonannya untuk masa jabatan kedua sebagai Presiden AS.
Warga Hong Kong Rugi Rp 3,3 Triliun Tertipu Kripto
Penduduk Hong Kong dilaporkan mengalami kerugian penipuan terkait mata uang kripto sebesar USD 216,6 juta atau setara Rp 3,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.487 per dolar AS).
Dilansir dari Bitcoin.com, Jumat (10/3/2023), kerugian penipuan kripto ini meningkat lebih dari dua kali lipat, mengikuti lonjakan 67 persen dalam jumlah korban dari 1.397 kasus yang dilaporkan pada 2021 menjadi 2.336 pada akhir 2022.
Namun, menurut data yang dilaporkan dibagikan oleh penegak hukum Hong Kong, kejahatan terkait penipuan kripto menyumbang lebih dari 10 persen dari hampir 23.000 kejahatan teknologi yang dilaporkan pada 2022.
Meskipun polisi telah berhasil mencegat dan memblokir transfer ke penipu, orang yang mengetahui masalah ini mengklaim meningkatnya penggunaan kripto oleh penipu membuat tugas melacak dana yang dicuri lebih sulit.
Dugaan preferensi penipu online untuk kripto dapat membantu menjelaskan mengapa jumlah dana yang dicegat telah turun ke level yang terakhir terlihat pada 2019. Hong Kong telah mengeluarkan peringatan pada Februari yang memperingatkan warga untuk mewaspadai jenis penipuan yang menargetkan pecinta hewan
Target Korban Para Pecinta Hewan
Sesuai laporan, peringatan itu dikeluarkan setelah seorang wanita yang tidak disebutkan namanya kehilangan bitcoin senilai lebih dari USD 760.000 atau setara Rp 11,7 miliar kepada penipu yang berpura-pura sebagai pecinta hewan peliharaan yang menjual anak kucing.
Penipu dilaporkan meyakinkan korban untuk mentransfer dana dalam 40 transaksi sebelum menghilang. Dalam kasus lain, seorang berusia 63 tahun dikatakan telah kehilangan lebih dari USD 1,5 juta atau setara Rp 23,22 miliar kepada penipu yang berpura-pura sebagai ahli mata uang kripto.
Advertisement
Pengadilan Rusia Bui 3 Perampok Kripto
Tiga orang asal Rusia akan menghabiskan waktu di penjara dengan keamanan tinggi karena mencuri cryptocurrency senilai lebih dari USD 1 juta.
Selain itu, pengadilan juga telah memerintahkan mereka untuk memberikan kompensasi penuh kepada korban atas kerugian kripto tersebut.
Melansir Bitcoin.com, Rabu (8/3/2023), sebuah pengadilan di Kota Omsk Rusia telah mengeluarkan vonis dalam kasus pidana terhadap tiga pria asal Moskow yang memeras sejumlah mata uang digital dari seorang pria di Siberia.
Dua dari mereka dinyatakan bersalah atas perampokan dan pemalsuan dokumen, serta satu lainnya dinyatakan bersalah atas penipuan.
Pada Juli 2021, orang-orang ini mengetahui bahwa penduduk Omsk memiliki aset kripto yang signifikan. Mereka lantas melakukan perjalanan jauh dari ibu kota ke Siberia di mana mereka mengintai korban selama sekitar 10 hari, memeriksa gerakan dan rutinitas sehari-harinya.
Kantor Kejaksaan setempat menjelaskan, pada hari penyerangan, para pelaku menghentikan korban di jalan, menunjukkan kartu identitas palsu dan memaksa korban masuk ke dalam mobil.
Kemudian pelaku mengambil uang tunai 3 juta rubel atau sekitar USD 40 ribu dan memaksanya mentransfer 84 juta rubel atau USD 1,1 juta dalam cryptocurrency.
Para perampok kemudian ditahan oleh polisi tetapi tidak mengaku bersalah. Menurut putusan pengadilan, mereka sekarang akan menjalani hukuman antara 6,5—9 tahun penjara. Pengadilan juga memerintahkan mereka untuk mengkompensasi kerugian yang ditimbulkan pada korban.
Ada semakin banyak kasus serupa yang terjadi di Rusia dalam beberapa tahun terakhir. Pada pertengahan Februari, media crypto Rusia melaporkan dua penduduk kota Siberia lainnya, Tomsk, akan diadili karena perampokan skala besar berupa pencurian cryptocurrency senilai hampir USD 5 juta dolar dari penambang lokal.
Kemudian pada Juli 2021, pria bertopeng dan bersenjata merampok fasilitas penambangan crypto besar di dekat Moskow.
Rusia masih mempertimbangkan pendekatan regulasi terhadap cryptocurrency terdesentralisasi seperti bitcoin, dengan pembatasan keuangan yang diberlakukan atas invasi Ukraina memberikan dorongan pada upaya untuk mengadopsi aturan mengenai aktivitas dan transaksi terkait.
RUU tentang penambangan mata uang digital, yang juga membahas pertukaran crypto dan pembayaran lintas batas, saat ini sedang ditinjau di parlemen Rusia. Kripto sebelumnya telah diakui sebagai properti di negara tersebut.