Sukses

ATM Kripto di AS Diretas, Kerugian Capai Rp 23 Miliar

Perusahaan mendesak semua pelanggan untuk mengambil tindakan segera untuk melindungi dana dan informasi.

Liputan6.com, Jakarta Salah satu produsen mesin ATM kripto terbesar didunia, General Bytes menemukan sejumlah ATM berhasil diretas hingga menyebabkan kerugian. 

Peretasan tersebut memaksa operator mesin ATM kripto yang berbasis di AS untuk ditutup sementara. Peretas mampu melikuidasi 56,28 bitcoin, senilai sekitar USD 1,5 juta atau setara Rp 23 miliar (asumsi kurs Rp 15.343 per dolar AS), dari sekitar 15 hingga 20 operator ATM kripto.

“Kami mengeluarkan pernyataan yang mendesak pelanggan untuk mengambil tindakan segera untuk melindungi informasi pribadi mereka,” kata perusahaan dalam sebuah pengumuman, dikutip dari Bitcoin.com, Selasa (21/3/2023).

Perusahaan juga mendesak semua pelanggan untuk mengambil tindakan segera untuk melindungi dana dan informasi pribadi dan dengan hati-hati membaca buletin keamanan General Bytes. 

Buletin keamanan General Bytes mengatakan peretas dapat mengunggah aplikasi Java mereka dari jarak jauh menggunakan antarmuka layanan utama, yang biasanya digunakan oleh terminal untuk mengunggah video. 

Peretas juga memiliki akses ke hak pengguna dan juga dapat mengakses database, membaca dan mendekripsi kunci yang digunakan untuk mengakses dana di dompet pelanggan. Selain itu, peretas dapat mengunduh nama pengguna, mengakses kata sandi mereka dan mengirim dana dari dompet kripto.

Menurut statistik onchain, peretas menyedot 56,28 bitcoin senilai sekitar USD 1,5 juta dan juga melikuidasi lusinan cryptocurrency lainnya seperti ETH, USDT, BUSD, ADA, DAI, DOGE, SHIB, dan TRX. 

Alamat bitcoin (BTC) yang memegang 56,28 BTC belum memindahkan dana sejak transaksi terakhirnya pada 18 Maret. Beberapa mata uang digital dipindahkan ke lokasi berbeda, dan sebagian kecil dikirim ke platform pertukaran terdesentralisasi (DEX) Uniswap.

2 dari 3 halaman

Pemain Sepak Bola Brazil Ini Jadi Korban Penipuan Kripto

Pemain sepak bola profesional Brasil Gustavo Scarpa, Mayke Rocha de Oliveira, dan Willian Bigode dilaporkan telah mengalami kerugian lebih dari USD 5 juta atau Rp 76,81 miliar (asumsi kurs Rp 15.363 per dolar AS) karena investasi di perusahaan cryptocurrency palsu bernama Xland.

Melansir Cryptopotato, Minggu (17/3/2023), perusahaan mengatakan tidak menjalankan skema piramida dan berjanji akan mengganti kerugian para korban.

Scarpa, pemain sepak bola Brazil yang bermain untuk klub Liga Premier Nottingham Forest dan Mayke Rocha de Oliveira yang berkompetisi di tim Serie A Brazil Palmeiras diduga didesak untuk bergabung dengan Xland sebagai investor oleh Willian Bigode.

Platform ini menjanjikan pengembalian keuntungan hingga 5 persen per bulan, tetapi sepertinya itu menghabiskan investasi para pemain. Scarpa membagikan 6,3 juta reais (sekitar USD 1,2 juta), sementara Mayke membagikan 4 juta reais (sekitar USD 757.000).

Kedua pemain mengajukan pengaduan ke polisi beberapa bulan lalu. Scarpa baru-baru ini berkomentar mengenai korban penipuan kripto.

"Saya selalu melihat orang bodoh menjadi korban skema piramida dan penipuan. Menemukan diri saya dalam situasi seperti itu sungguh mengerikan," kata Scarpa.

Bigode, mantan rekan setim korban di juara bertahan Brasil Palmeiras membantah membujuk para pemain untuk berinvestasi di Xland. Dia mengatakan dia juga menjadi korban penipuan, kehilangan 17,5 juta reais (lebih dari USD 3,3 juta).

“Saya bukan scammer, saya tidak mengambil uang siapa pun. Saya juga korban, karena saya belum mendapatkan uang saya sendiri sampai hari ini," ujarnya.

Vinicius Salva selaku penyelidik utama kasus ini menyatakan ada “bukti kuat” bahwa Xland beroperasi sebagai skema piramida.  Di sisi lain, perusahaan menolak klaim tersebut, dengan mengatakan kerugian investor diakibatkan oleh matinya pertukaran kripto (crypto exchange) FTX pada November 2022. Xland juga berjanji untuk mengembalikan dana para pemain sepak bola.

 

3 dari 3 halaman

Amerika Selatan Jadi Sarang Skema Cryptocurrency

Negara terbesar berdasarkan daratan, Amerika Selatan telah menjadi sarang skema cryptocurrency selama beberapa tahun terakhir.Otoritas lokal menahan Claudio Oliveira, alias “The Bitcoin King,” pada 2021 karena dicurigai mencuri 7.000 BTC dari klien Grup Bitcoin Banco-nya.  

Para penyelidik mengklaim dia mentransfer aset yang dicuri ke dompet pribadinya. Setelah penangkapannya, polisi menyita dompet keras milik Oliveira, di samping mobil mewah dan uang tunai dalam jumlah besar.

Badan penegak hukum Brasil melakukan operasi serupa tahun lalu, menghentikan operasi organisasi kriminal yang dipimpin oleh pengusaha Francisco Valdevino da Silva, yang lebih dikenal sebagai “Bitcoin Sheikh.” Sesuai tuduhan, anggota geng memikat orang untuk bergabung dengan platform kripto mereka, menjanjikan pengembalian keuntungan hingga 20 persen atas investasi mereka.

Penyelidikan, bernama "Operasi Poyais," memperkirakan bahwa pelaku kejahatan mencuri sejumlah besar dana dari para korban selama bertahun-tahun dan mencuci mata uang digital senilai USD 766 juta.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.