Liputan6.com, Jakarta - Pasar kripto Kembali mendapatkan sinyal bullish, setelah pada Kamis, 23 Maret 2023, Bitcoin (BTC) naik sebesar 3,87 persen. Membalik penurunan 3,07 persen dari hari sebelumnya.
Bitcoin berhasil tembus di USD 28.304 atau setara Rp 429,8 juta (asumsi kurs Rp 15.185 per dolar AS). BTC masuk ke level USD 28.000 untuk kedua kalinya dalam tiga sesi.
Baca Juga
Tim riset Tokocrypto, dalam analisis hariannya yang diterima Liputan6.com, Jumat (24/3/2023), mengungkapkan sentimen pendorong kenaikan adalah pernyataan dari Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, yang menenangkan kegelisahan pasar dan meyakinkan investor deposito bank aman dan pembuat kebijakan memiliki alat untuk mengatasi krisis perbankan.
Advertisement
“Sebelumnya, kegelisahan investor atas sektor perbankan muncul kembali ketika The Fed menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin,” kata tim riset.
Selain itu, tim riset menambahkan, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen, berperan dalam memberikan sesi bullish untuk Indeks saham AS, yang mendukung reli BTC. Indikator teknis Bitcoin tetap bullish, dengan USD 30.000 atau setara Rp 455,5 juta masih terlihat sebagai target.
Di samping itu, altcoin mulai mengalami penguatan setelah kenaikan Bitcoin (BTC) berhenti dan sideways. Sideways ini memberikan sedikit nafas untuk altcoin menyusul kenaikan Bitcoin selama 3 bulan terakhir yang mengalami penguatan.
Sentimen Positif Lain Pendorong Kenaikan Bitcoin
Surat hutang El Salvador yang akan diluncurkan pada pertengahan Juni hingga September mendatang, memberikan salah satu sentimen positif untuk aset kripto seperti Bitcoin. Mengingat El Salvador merupakan negara pertama yang melegalkan adanya Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di negaranya.
Sentimen positif lainnya juga datang dari Paris Blockchain Week yang digelar pada 20-24 Maret 2023 dan dihadiri lebih dari 10.000 peserta, 400 media massa, 400 Pembicara dan 60 persen dari pembicara merupakan C-Level.
Acara ini berlangsung pada Le Carrousel Du Louvre Paris. Banyak proyek aset kripto, startup dan VC yang datang ke acara tersebut.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Bitcoin Loyo Usai The Fed Kerek Suku Bunga, Ini Alasannya
Cryptocurrency kompak terkoreksi pada Kamis karena investor mempertimbangkan keputusan kebijakan terbaru dari Federal Reserve (the Fed) terkait kenaikan suku bunga.
Dilansir dari CNBC, Kamis (23/3/2023), Bitcoin turun 4,8 persen menjadi USD 26.895 atau setara Rp 410,4 juta (asumsi kurs Rp 15.263 per dolar AS). Sedangkan, Ether turun 4,1 persen menjadi USD 1.726 atau setara Rp 26,34 juta, menurut data dari Coin Metrics.
The Fed memberlakukan kenaikan suku bunga seperempat poin persentase pada akhir pertemuan kebijakan terbarunya, menyatakan kehati-hatian tentang krisis perbankan baru-baru ini dan menunjukkan kenaikan mendekati akhir. Proyeksi the Fed hanya membutuhkan satu kenaikan lagi tahun ini.
Peningkatan 25 basis poin telah diantisipasi secara luas. Keputusan tersebut menjadikannya kenaikan suku bunga kesembilan berturut-turut dan kenaikan seperempat poin kedua berturut-turut setelah serangkaian kenaikan suku bunga yang lebih besar dilaksanakan sepanjang 2022.
Co Founder perusahaan perdagangan kripto Dexterity Capital, Michael Safai mengatakan Harapannya nada dovish yang telah lama ditunggu-tunggu dari The Fed akhirnya akan tiba di tengah krisis perbankan ini.
“Harapan itu pupus oleh komentar Powell bahwa kenaikan suku bunga dapat berlanjut selama hal-hal terus stabil, melemahkan beberapa momentum yang telah memimpin kenaikan kripto dalam beberapa hari terakhir,” kata Safai.
Namun Safai menambahkan, banyak hal yang mendorong reli bitcoin terbaru, salah satunya kelemahan berkelanjutan dalam sistem perbankan dan potensi peningkatan neraca bank sentral.
Volatilitas Bitcoin telah kembali bulan ini, mengirim harga cryptocurrency naik lebih dari 20 persen untuk bulan tersebut dan membawa keuntungan tahun ini menjadi lebih dari 70 persen.
Pada saat yang sama, korelasinya dengan saham telah rusak, setelah diperdagangkan sejajar dengan ekuitas selama sekitar dua tahun. Namun demikian, faktor ekonomi makro masih menjadi pendorong terbesar harga bitcoin.
Advertisement