Liputan6.com, Jakarta Pekan lalu komite, kelompok negara (G7), telah bertemu di Niigata, Jepang untuk membahas, antara lain, implikasi keuangan global untuk mata uang digital bank sentral (CBDC) dan undang-undang yang mengatur transfer aktiva cryptocurrency.
Dilansir dari Cointelegraph, Selasa (23/5/2023), dalam komunike yang meringkas diskusi, panitia menegaskan kembali dukungannya untuk mengembangkan CBDC, meskipun dengan beberapa syarat.
Baca Juga
Anggota komite juga membahas aturan "Perjalanan" yang kontroversial yang mewajibkan lembaga keuangan mana pun yang memproses transaksi mata uang kripto di atas USD 3.000 atau setara Rp 44,6 juta (asumsi kurs Rp 14.883 per dolar AS) untuk mengungkapkan nama, alamat, dan informasi akun pengirim.
Advertisement
Sementara itu, Dewan Eropa telah menyetujui peraturan yang diperbarui yang memperluas persyaratan pelaporan pajak untuk menyertakan transfer aset kripto.
Mereka mewajibkan penyedia layanan aset kripto (CASP) untuk mengumpulkan informasi tentang transfer aset kripto dalam jumlah berapapun untuk memastikan ketertelusuran dan mengidentifikasi transaksi yang mencurigakan.
Ini memperkuat aturan Anti Pencucian Uang dan Penanggulangan Pendanaan Terorisme (AML/CFT) Uni Eropa dan mengusulkan pembentukan badan AML Eropa yang baru.
Dalam perkembangan lain yang mengkhawatirkan untuk industri ini, Komite Keuangan Inggris “sangat merekomendasikan” mengatur perdagangan kripto ritel dan aktivitas investasi sebagai perjudian, konsisten dengan prinsip “risiko yang sama, hasil peraturan yang sama.”
Kelompok negara tersebut berpendapat volatilitas harga dan kurangnya nilai intrinsik berarti aset kripto yang tidak didukung akan pasti menimbulkan risiko yang signifikan bagi konsumen.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.