Liputan6.com, Jakarta Baru-baru ini muncul stablecoin baru yang nilainya didukung oleh dolar AS di jaringan Ordinal Bitcoin yang disebut Stably USD. Stablecoin ini memiliki standar BRC-20 karena diterbitkan di jaringan Bitcoin.
Dilansir dari Decrypt, Senin (29/5/2023), dibandingkan, dua stablecoin terbesar di dunia, Tether (USDT) dan USD Coin (USDC) melakukan sebagian besar volumenya di jaringan kripto Ethereum sebagai token ERC-20. Meskipun sekarang kedua token tersebut tersedia di beberapa jaringan lain seperti Solana, Avalanche, dan TRON.
Baca Juga
Stably yang berbasis di AS, yang menyebut dirinya sebagai jalur fiat untuk perdagangan kripto, telah mengumumkan stablecoin BRC-20 yang didukung dolar AS di Twitter.
Advertisement
Meskipun Stably mengklaim anak perusahaannya, Stably Trading LLC, adalah pengirim uang terdaftar, nomor pendaftaran dan alamat di situs web mereka tidak sesuai dengan yang tercantum di situs web FinCEN di bawah “Stably Trading, LLC”.
StablyUSD secara teknis bukanlah stablecoin baru. Sudah ada sejak 2019 dan baru-baru ini dikonversi menjadi token BRC-20 di Bitcoin.
Laporan pengesahan terbaru menunjukkan kapitalisasi pasar sebesar USD 7 juta atau setara Rp 104,6 miliar (asumsi kurs Rp 14.955 per dolar AS). di 11 blockchain berbeda, termasuk Ethereum, BNB Chain, dan Arbitrum.
Menurut situs web Stably, kustodian teregulasinya, Prime Trust memiliki cadangan untuk Stably USD. Tetapi tampaknya Prime Trust tidak memegang cadangan secara langsung, seperti yang dijelaskan di situs webnya Prime Trust tidak diasuransikan oleh FDIC dan menggunakan rekening di beberapa bank yang ada.
Stably mengatakan akan memberlakukan proses kenali pelanggan Anda (KYC) dan anti pencucian uang (AML) bagi pengguna yang ingin menukarkan stablecoin dengan dolar aktual.
Kapitalisasi Pasar Stablecoin Susut Rp 108,61 Triliun pada 2023
Sejak awal 2023, industri kripto telah melonjak 41,77 persen dan mencatat kapitalisasi pasar sebesar USD 1,17 triliun. Namun, di tengah pertumbuhan ini, stablecoin alami koreksi sebesar USD 7,3 miliar dalam rentang waktu 140 hari.
Dikutip dari bitcoin.com, ditulis Senin (22/5/2023), sesuai data terbaru, nilai kapitalisasi pasar stablecoin susut sebesar USD 7,3 miliar atau sekitar Rp 108,61 triliun (asumsi kurs Rp 14.878 per dolar Amerika Serikat) pada 2023. Pada 6 Januari 2023, kapitalisasi pasar stablecoin berada di USD 138,12 miliar.
Namun, saat ini kapitalisasi pasar stablecoin susut menjadi USD 130,79 miliar. Hal ini seiring banyak proyek stablecoin alami penebusan substansial dalam empat bulan terakhir, dengan USDC kehilangan lebih dari USD 14 miliar. Demikian pula BUSD alami penebusan melebihi USD 11 miliar sejak minggu pertama Januari. Sedangkan DAI hadapi penebusan sebesar USD 361 juta.
Sementara USDC dan BUSD merosot USD 7,3 miliar pada 2023, beberapa proyek stablecoin lainnya berhasil imbangi kerugian ini dengan kenaikan. Salah satunya TUSD yang memulai tahun dengan kapitalisasi pasar USD 846,57 juta. Saat ini, stablecoin tersebut membukukan valuasi pasar USD 2,04 miliar, naik 140,97 persen.
Demikian pula tether (USDT) yang catat kenaikan signifikan untuk kapitalisasi pasar. Pada minggu pertama Januari, kapitalisasi pasar USDT mencapai USD 66,29 miliar, tetapi sejak itu melonjak 25 persen, mencapai USD 89,25 miliar. Pada 6 Januari 2023, stablecoin itu catat volume perdagangan USD 27,11 miliar dalam 24 jam. Namun, pada 21 Mei 2023, volume pasar token yang dipatok dolar AS turun drastis mencapai USD 10,77 miliar.
Volume perdagangan meski tampak lebih kecil, perdagangan stablecoin senilai USD 10,77 miliar masih mewakili porsi yang signifikan, terhitung 57,9 persen dari total volume perdagangan 24 jam dalam kripto.
Di sisi lain, volume token yang dipatok dalam dolar AS mencapai USD 27,11 miliar, menyumbang 81,36 persen dari volume perdagangan global pada 6 Januari 2023 dari 12.775 aset kripto yang terdaftar di coingecko.com.
Advertisement
Amerika Serikat Persulit Penambangan Bitcoin, Joe Biden Bakal Pungut Pajak 30 Persen
Sebelumnya, Amerika Serikat (AS) akan mempersulit penambangan bitcoin karena rencana Presiden Joe Biden telah mengusulkan pajak hingga 30 persen untuk penambangan kripto.
Rencana ini ditujukan untuk mencegah masalah ekonomi dan lingkungan, tetapi para ahli mengatakan rencana tersebut akan sulit diterapkan.
Diperkenalkan dalam anggaran federal Presiden Joe Biden 2024, proposal untuk pajak cukai Digital Asset Mining Energy (DAME) akan mengenakan pajak hingga 30 persen dari biaya listrik penambang kripto dengan peningkatan 10 persen yang tersebar selama tiga tahun mulai Januari 2024.
Pajak tersebut akan meningkat sekitar USD 3,5 miliar atau setara Rp 52,2 triliun (asumsi kurs Rp 14.963 per dolar AS) selama 10 tahun, diarahkan untuk memerangi perubahan iklim.
Saat ini, perusahaan penambangan kripto tidak perlu membayar biaya penuh yang mereka berikan kepada orang lain, dalam bentuk pencemaran lingkungan lokal, harga energi yang lebih tinggi, dan dampak peningkatan emisi gas rumah kaca terhadap iklim.
“Pajak DAME mendorong perusahaan untuk mulai memperhitungkan dengan lebih baik kerugian yang mereka timbulkan pada masyarakat," tulis Dewan Penasihat Ekonomi Presiden (CEA) dalam sebuah pernyataan, dikutip dari Investopedia, Sabtu (20/5/2023).
CEA memperkirakan penambangan kripto di Amerika Serikat mengkonsumsi listrik sebanyak pada 2022 seperti semua komputer rumah atau penerangan perumahan di negara itu.
Khususnya, pajak yang diusulkan Biden pada penambangan kripto akan memengaruhi bitcoin lebih dari pasar kripto lainnya, karena ini adalah satu-satunya jaringan kripto utama yang menggunakan konsensus bukti kerja (PoW) sebagai mekanisme dasarnya untuk mencapai konsensus.
Jaringan lain, seperti Ethereum dan BNB Chain, menggunakan metode alternatif yang dikenal sebagai proof-of-stake (PoS), yang menggunakan lebih sedikit energi. Industri kripto, bagaimana pun, berpendapat sebagian besar penambangan kripto bergantung pada sumber energi yang berkelanjutan.