Liputan6.com, Jakarta Di beberapa negara, aset kripto dapat digunakan sebagai alat pembayaran untuk berbagai barang. Bahkan di El Salvador, Bitcoin menjadi alat pembayaran sah negara bersamaan dengan dolar AS.
Lantas kenapa aset kripto atau Bitcoin tidak bisa menjadi alat pembayaran di Indonesia?
Baca Juga
Chief Compliance Officer (CCO) Reku yang juga Ketua Umum Asosiasi Pedagang Aset Kripto Indonesia (Aspakrindo), Robby menjelaskan sejak awal aset kripto diatur sebagai aset atau komoditas bukan alat pembayaran.
Advertisement
“Pengaturan kripto dari awal berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) sebagai komoditas. Namun dalam UU ITSK, ke depannya aset kripto akan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK),” kata Robby dalam acara, Webinar Bitcoin Outlook 2024 Reku, Rabu (4/10/2023).
Roby berharap dengan masuknya aset kripto dalam pengawasan OJK bisa diterima dalam mekanisme pengertian yang baik bukan pengertian yang salah, jika memang aset kripto dijadikan sebagai alat pembayaran.
“Jadi pembayaran aset kripto bukan berarti kripto sebagai alat pembayaran tetapi sebagai perpindahan aset sehingga pembayaran tetap menggunakan rupiah,” jelas Robby.
Robby menambahkan, jika aset kripto dijadikan alat pembayaran, maka hal yang sulit adalah harus meubah Undang-Undang. Karena saat ini, mata uang yang sah di Indonesia adalah Rupiah.
Namun dengan adanya perkembangan teknologi blockchain dana set kripto terdesentralisasi keuangan digital, Bank Indonesia (BI) juga mulai menganalisa penggunaan Central Bank Digital Currency (CBDC) Rupiah Digital.
“Dengan terbukanya Indonesia dalam perkembangan digital ini membuat harapan kita ke depannya aset kripto bisa menjadi instrumen keuangan yang bisa dinikmati semua sektor,” pungkas Robby.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.