Liputan6.com, Jakarta - Popularitas stablecoin di Brasil melonjak karena investor dan perusahaan mencari perlindungan selain dolar Amerika Serikat (AS) untuk melakukan lindung nilai terhadap volatilitas pasar aset.
Eksekutif dari beberapa bursa kripto telah menyatakan permintaan stablecoin telah meroket sejak 2022, dan meledak selama bulan-bulan terakhir 2022.
Baca Juga
CEO Coinext, sebuah bursa kripto nasional, Jose Artur Ribeiro mengatakan kepada surat kabar lokal Brasil. O'Globo tentang manfaat penggunaan stablecoin, dibandingkan menggunakan dolar AS di rekening bank.
Advertisement
“Stablecoin tidak membayar biaya administrasi atau kinerja. Mereka yang tahu bagaimana mengelola uang lebih suka menyerahkan manajemen kepada diri mereka sendiri. Dan stablecoin memiliki pasar yang benar-benar likuid yang bekerja 24 jam sehari yang mencerminkan harga pasar,” jelas Ribeiro, dikutip dari Bitcoin.com, Minggu (8/10/2023).
Di sisi lain, CEO pertukaran kripto Bitso, Thales Freitas mengindikasikan volume perdagangan stablecoin tumbuh sebesar 85 persen pada 2022 dan platform tersebut telah mengamati minat yang lebih besar dari orang Brasil untuk aset cryptocurrency ini.
Dia menjelaskan perusahaan kecil dan menengah, dan individu yang pergi ke luar negeri, adalah yang mendorong permintaan stablecoin.
USDT Tether di Antara Koin Pilihan
Ribeiro menambahkan USDT, stablecoin yang dipatok dalam dolar yang dikeluarkan oleh Tether, adalah salah satu aset yang mencatat peningkatan signifikan dalam volume perdagangannya.
USDT secara konsisten menempati peringkat teratas di antara aset cryptocurrency dalam hal nilai bergerak, menurut angka yang dirilis oleh Otoritas Pajak Brasil (RFB), yang menerima laporan transaksi yang dilakukan oleh bursa nasional.
Perusahaan pihak ketiga telah berupaya mengintegrasikan USDT dengan sistem pembayaran tradisional di Brasil. Pada Oktober 2022, Smartpay, sebuah perusahaan teknologi kripto, bermitra dengan Tecban, penyedia ATM, untuk menyediakan USDT Tether di 24.000 ATM di seluruh Brasil.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Binance Berancang-ancang Hapus Perdagangan Stablecoin di Eropa, Ada Apa?
Sebelumnya diberitakan, seorang eksekutif Binance mengatakan perusahaan berencana untuk menghapus stablecoin di pasar Eropa pada Juni 2024 untuk mematuhi standar yang ditetapkan oleh Uni Eropa.
Kepala hukum di Binance France, Marina Parthuisot menjelaskan karena belum ada proyek yang disetujui, perusahaan akan menghapus semua stablecoin di Eropa pada 30 Juni 2024.
Langkah ini menyusul disahkannya peraturan kripto penting Eropa, undang-undang Pasar dalam Aset Kripto (MiCA), yang terjadi awal tahun ini pada Juni. Ketentuan undang-undang untuk stablecoin akan mulai berlaku setahun kemudian, pada Juni 2024.
Namun, Binance telah berubah pikiran sebelumnya mengenai penghapusan aset. Pada 26 Juni, mereka membatalkan keputusannya untuk menghapus koin privasi di Eropa karena adanya revisi operasinya untuk mematuhi standar Uni Eropa dan juga setelah mendengar masukan dari komunitasnya dan berbagai proyek.
“Hal ini dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap pasar di Eropa dibandingkan dengan negara lain di dunia,” kata Parthuisot, dikutip dari Cointelegraph, Senin (25/9/2023).
Mengenai masalah stablecoin, pengacara yang mengikuti situasi seputar undang-undang UE yang baru berkomentar pada Juli batasan transaksi stablecoin dapat menahan adopsi kripto di Eropa.
Di bawah aturan MiCA, akan ada batasan USD 216 juta atau setara Rp 3,3 triliun (asumsi kurs Rp 15.408 per dolar AS) yang dikenakan pada stablecoin, termasuk Tether USDT dan USDC.
Keputusan Binance untuk menghapus stablecoin demi mematuhi MiCA bukanlah satu-satunya contoh perubahan atas nama kepatuhan. Perusahaan dan negara telah beralih untuk memenuhi standar baru.
Advertisement
Hadapi Pengawasan Regulator, Volume Perdagangan Bitcoin Binance Turun 57 Persen
Volume perdagangan bitcoin (BTC) di Binance anjlok bulan ini karena tuntutan hukum dan pengawasan peraturan yang meningkat di bursa kripto terbesar di dunia.
Menurut K33 Research, rata-rata volume spot BTC 7 hari Binance turun 57 persen sejak awal September dibandingkan pembacaan yang rata-rata datar di sejumlah bursa lainnya. Volume di pesaing Coinbase yang berbasis di AS lebih tinggi sebesar 9 persen selama periode ini.
Penurunan dramatis ini terjadi ketika Binance berada di bawah pengawasan regulator di seluruh dunia menyusul serangkaian tuntutan hukum, penolakan lisensi, dan penarikan sukarela.
Jaksa di Departemen Kehakiman AS (DOJ) dilaporkan sedang mempertimbangkan tuntutan terhadap perusahaan tersebut, sementara Komisi Sekuritas dan Bursa (SEC) tiga bulan lalu menggugat Binance, entitas bursa AS Binance US dan pendiri Changpeng Zhao, dengan tuduhan berulang kali undang-undang sekuritas federal.
“Kasus DOJ dan SEC yang sedang berlangsung dengan Binance mungkin telah menghalangi para pembuat pasar untuk berdagang di Binance, yang menjelaskan sebagian dari penurunan tersebut,” kata analis senior K33 Research, Vetle Lunde dikutip dari CoinDesk, Minggu (23/9/2023).
Dampak Negatif
Lunde menambahkan, beberapa perkembangan pasar mungkin telah bocor ke bursa lain, tetapi hampir dapat dipastikan kesengsaraan Binance berdampak negatif pada volume pasar.
Binance pada 7 September membatasi promosi tanpa biaya untuk perdagangan BTC dengan stablecoin TrueUSD (TUSD), salah satu pasangan perdagangan paling likuid di platform, yang mungkin berkontribusi terhadap penurunan tersebut.
Binance US juga mengalami penurunan dalam aktivitas perdagangan. Data dari perusahaan analisis kripto Kaiko menunjukkan keseluruhan volume perdagangan mingguan pada platform tersebut turun menjadi USD 40 juta atau setara Rp 615,2 miliar (asumsi kurs Rp 15.381 per dolar AS) dari hampir USD 5 miliar atau setara Rp 76,9 triliun pada awal tahun ini, penurunan sekitar 99 persen.
Advertisement