Liputan6.com, Jakarta - Harga Bitcoin dan kripto teratas lainnya terpantau alami pergerakan yang beragam pada Senin (4/12/2023). Mayoritas kripto jajaran teratas terpantau kembali berada di zona hijau
Berdasarkan data dari Coinmarketcap, kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, Bitcoin (BTC) masih menguat 1,77 persen dalam 24 jam dan 6,41 persen sepekan.
Baca Juga
Saat ini, harga bitcoin berada di level USD 40,061 atau setara Rp 618,2 juta (asumsi kurs Rp 15.433 per dolar AS).
Advertisement
Ethereum (ETH) turut menguat. ETH naik 2,32 persen sehari terakhir dan 6,15 persen sepekan. Dengan begitu, saat ini ETH berada di level Rp 34 juta per koin.
Kripto selanjutnya, Binance coin (BNB) kembali melemah. Dalam 24 jam terakhir BNB turun 0,06 persen dan 1,61 persen sepekan. Hal itu membuat BNB dibanderol dengan harga Rp 3,52 juta per koin.
Kemudian kripto Cardano (ADA) kembali berada di zona hijau. ADA menguat 0,58 persen dalam 24 jam terakhir dan 2,11 persen sepekan. Dengan begitu, ADA berada pada level Rp 6.131 per koin.
Adapun Solana (SOL) masih perkasa. SOL naik 1,27 persen dalam sehari dan 10,19 persen sepekan. Saat ini, harga SOL berada di level Rp 982.975 per koin.
XRP terpantau kembali berada di zona hijau. XRP naik 1,01 persen dalam 24 jam dan 1,02 persen sepekan. Dengan begitu, XRP kini dibanderol seharga Rp 9.647 per koin.
Koin Meme Dogecoin (DOGE) masih perkasa. Dalam satu hari terakhir DOGE naik 0,04 persen dan 10,12 persen sepekan. Ini membuat DOGE diperdagangkan di level Rp 1.323 per token.
Harga kripto hari ini stablecoin Tether (USDT) dan USD coin (USDC) sama-sama menguat 0,01 persen. Hal tersebut membuat harga keduanya masih bertahan di level USD 1,00
Sedangkan Binance USD (BUSD) menguat 0,01 persen dalam 24 jam terakhir, membuat harganya masih berada di level USD 1,00.
Adapun untuk keseluruhan kapitalisasi pasar kripto hari ini berada di level USD 1,5 triliun atau setara Rp 23.150 triliun.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Gubernur Florida Teken RUU Baru yang Larang Penggunaan CBDC
Sebelumnya diberitakan, Gubernur Florida Ron DeSantis telah menandatangani undang-undang baru yang melarang mata uang digital bank sentral (CBDC) di negara bagian tersebut.
RUU tersebut, dijuluki SB-7054, melarang penggunaan CBDC sebagai uang di negara bagian Florida. Ini juga melarang penggunaan CBDC yang dikeluarkan oleh pemerintah lain dan meminta negara bagian lain untuk menggunakan kode komersial mereka untuk melembagakan larangan serupa.
Selama konferensi pers baru-baru ini, DeSantis menyoroti kekhawatiran tentang potensi penggunaan CBDC untuk mengontrol dan mengawasi orang Amerika Serikat.
Dia menyarankan agar pemerintah dapat menggunakan CBDC untuk menghentikan orang membeli gas untuk memerangi pemanasan global atau melacak seberapa sering seseorang membeli senjata api.
"Siapa pun dengan mata terbuka dapat melihat bahaya pengaturan semacam ini bagi orang Amerika yang ingin menjalankan kemandirian finansial mereka dan ingin dapat melakukan bisnis tanpa pemerintah mengetahui setiap transaksi yang mereka lakukan secara real time,” kata DeSantis, dikutip dari CryptoNews, Kamis (30/11/2023).
Ingin Kripto Dihilangkan
RUU, yang mengubah undang-undang negara bagian untuk mengecualikan CBDC dari definisi uang, disahkan dengan hanya satu suara menentangnya selama sesi Dewan Perwakilan Florida.
DeSantis juga mengklaim pemerintahan Biden sedang mempelajari CBDC untuk menghilangkan jenis aset digital lainnya seperti cryptocurrency. Dia menyarankan agar pemerintah ingin"mengusir dan menghilangkan jenis aset digital lainnya, seperti kripto.
Larangan di Tengah Adopsi CBDC Meningkat di Berbagai Negara
Langkah Florida untuk melarang CBDC terjadi di tengah meningkatnya pembicaraan dan diskusi tentang pengembangan CBDC di seluruh dunia.
Advertisement
Bank Sentral Lain Pertimbangkan CBDC
Banyak bank sentral sedang mempertimbangkan meluncurkan mata uang digital mereka untuk memodernisasi sistem ekonomi mereka dan memberikan layanan keuangan yang lebih baik kepada warganya.
China menjadi salah satu negara yang terdepan adopsi CBDC. Selain China, sejumlah negara lain sedang dalam tahap pengembangan atau percontohan. Ini termasuk Korea Selatan, Jepang, Indonesia, India, Rusia, dan banyak lagi.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Hasil Studi: CBDC Jadi Ancaman terhadap Stabilitas Keuangan di Nigeria
Sebelumnya diberitakan, menurut studi baru Bank Sentral Nigeria (CBN), mata uang digital bank sentral (CBDC) milik Nigeria, e-naira yang telah berusia hampir dua tahun di negara itu menimbulkan risiko terhadap stabilitas keuangan.
Dilansir dari Bitcoin.com, Rabu (4/10/2023), hal ini terlepas dari fakta mata uang digital tersebut berpotensi membantu meningkatkan tingkat inklusi keuangan Nigeria dari 64,1 persen yang tercatat pada 2021 menjadi target 95,0 persen pada 2024.
Diluncurkan pada akhir Oktober 2021, e-naira yang diperjuangkan oleh mantan gubernur CBN Godwin Emefiele, belum diterima secara luas oleh masyarakat Nigeria.
Banyak pengamat berpendapat jumlah unduhan dibandingkan dengan 130 juta lebih orang dewasa di Nigeria mungkin merupakan indikasi tanggapan masyarakat yang kurang hangat terhadap peluncuran CBDC.
Namun, penolakan masyarakat Nigeria terhadap e-naira tidak menghentikan CBN untuk mempromosikannya atau menawarkan insentif kepada calon pengguna.
Risiko Stabilitas Sistem Perbankan
Terlepas manfaat dari CBDC, CBN menyatakan dalam laporannya konversi simpanan bank ke e-naira dapat menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem perbankan. Untuk mendukung argumen ini, laporan tersebut menunjukkan jumlah konversi deposito bank sejak diperkenalkannya CBDC.
Menurut bank sentral, e-naira juga dapat berdampak negatif terhadap profitabilitas bank secara keseluruhan melalui berkurangnya pendapatan non-bunga. CBDC juga disertai dengan peningkatan risiko serangan siber, kata laporan CBN.
Advertisement