Liputan6.com, Jakarta - Indonesia sebagai salah satu negara yang akomodasi perdagangan crypto, telah menerapkan pajak kripto. Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mengatur pajak crypto melalui Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 68/PMK.03/2022 yang berlaku sejak 1 Mei 2022.
Beleid tersebut mengatur tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset crypto. Dalam PMK 68/2022 telah diatur besaran masing-masing pajak untuk transaksi aset crypto.
Baca Juga
Bagi pembeli atau penerima aset crypto akan dikenai pajak PPN dengan dua ketentuan. Jika transaksi dilakukan di platform exchange yang terdaftar di Bappebti, pajaknya adalah 1 persen dari nilai transaksi.
Advertisement
Jika transaksi dilakukan di platform exchange yang tidak terdaftar di Bappebti, biaya pajaknya sebesar 2 persen. Sementara bagi penjual atau yang menyerahkan aset crypto akan dikenai pajak PPh dengan dua ketentuan juga.
Jika penjualan dilakukan di platform exchange yang terdaftar di Bappebti, maka besaran pajaknya adalah 0,1 persen dari nilai transaksi. Namun, jika penjualan dilakukan di platform exchange yang tidak terdaftar di Bappebti, PPhnya sebesar 0,2 persen dari nilai transaksi. Merujuk PMK 68/2022, Kamis (18/1/2024) berikut simulasi penghitungan pajak crypto:
Jual Beli Kripto dengan Uang Fiat:
Alfa memiliki 1 aset kripto WXYZ dengan harga Rp 500 juta. Beta memiliki sejumlah uang fiat (Rupiah) yang disimpan di e-wallet yang disediakan oleh platform exchange. Beta ingin membeli 0,7 aset WXYZ.
Dengan asumsi keduanya melakukan penjualan dan pembelian di platform exchange yang terdaftar di Bappebti, maka cara menghitung pajak kripto adalah:
- Alfa selaku penjual akan dikenakan pajak PPh dengan perhitungan 0,1 persen x (0,7 koin x Rp 500 juta) = Rp 350 ribu.
- Beta selaku pembeli atau penerima aset akan dikenakan pajak PPN dengan perhitungan 1 persen x 10 persen x (0,7 x Rp 500 juta) = Rp 350 ribu.
Tukar Menukar Set Kripto dengan Aset Kripto atau Swap Kripto
Beta melakukan penukaran 0,3 persen koin kripto ABCD dengan 30 koin kripto WXYZ milik Charlie. Ketika mereka melakukan pertukaran harga 1 koin kripto ABCD adalah Rp 500 juta. Mereka melakukan transaksi di platform kripto yang terdaftar di Bappebti.
Atas penyerahan kipto ABCD, maka Beta akan dikenakan Pajak PPh sebesar 0,1 persen x (0,3 x Rp 500 juta) = Rp 150 ribu.
Adapun Charlie dikenakan pajak PPN sebesar 0,1 persen x 10 persen x (0,3 persen x Rp 500 juta) = Rp 150 ribu.
Sementara atas penyerahan kripto WXYZ, Charlie akan dikenakan pajak sebesar 0,1 persen x (30 x Rp 500 juta) = Rp 150 ribu. Sementara Beta dikenakan pajak sebesar 1 persen x 10 persen x (30 x Rp 500 juta) = Rp 150 ribu.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Sambut Halving Day, Bos Indodax Usul Aturan Pajak Kripto Ditinjau Lagi
Sebelumnya diberitakan, Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk meningkatkan adopsi aset kripto. Menurut catatan Bappebti, saat ini jumlah investor kripto di Indonesia berjumlah 18,25 orang. Jumlah ini masih sekitar enam sampai tujuh persen dari jumlah penduduk di Indonesia.
Maka dari itu, menurut CEO INDODAX, Oscar Darmawan, Indonesia membutuhkan sebuah trigger atau pemicu untuk merangsang pertumbuhan industri kripto di Indonesia.
Salah satu cara yang paling efektif adalah dengan melakukan peninjauan kembali besaran nominal pajak kripto di Indonesia.
Saat ini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang dikenakan di Indonesia yaitu PPh sebesar 0.10 persen, PPN sebesar 0.11 persen, dan tambahan 0.02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring. Terlebih lagi, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak.
“Banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia,” ucap Oscar dalam siaran pers, Jumat (5/1/2024).
Oscar juga menambahkan hal ini memberikan beban finansial yang sangat berat bagi para investor kripto. Bahkan, total jumlah pajak yang harus disetorkan setiap bulan bahkan melebihi pendapatan para pelaku industri.
“Apalagi jika dibandingkan dengan pajak di industri saham, nominal pajak di industri kripto saat ini tidak seimbang. Pajak saham totalnya hanya 0,1 persen. Maka dari itu, lebih baik jika para investor di Indonesia dibebaskan dari besaran PPN, seperti di industri saham,” jelas Oscar.
Oscar menjelaskan jika saat ini, exchange asing yang beroperasi di Indonesia seharusnya bisa dikenakan pajak triliunan rupiah tapi tidak pernah ditagih oleh DJP.
Sedang Berjuang
Sementara industri kripto domestik saat ini sedang berjuang untuk bertahan karena harus membayar pajak sesuai dengan ketentuan perpajakan yang sekarang. Hal ini menciptakan ketidakadilan bagi industri kripto.
Menurut Oscar, adanya momentum halving day bitcoin ini secara historis akan mendorong pertumbuhan aset kripto di dunia, tak terkecuali di Indonesia. Banyak orang yang menantikan momentum halving day ini karena harga bitcoin dan aset kripto lainnya selalu mengalami kenaikan signifikan.
“Maka dari itu, banyak orang yang tertarik dan berlomba-lomba untuk mulai berinvestasi aset kripto, terutama sebelum momentum halving day. Dimana hal ini dapat mendorong pertumbuhan industri kripto,” kata Oscar.
Oscar berharap, adanya peraturan pajak ini tidak menjadi penghambat untuk mendorong pertumbuhan industri kripto di Indonesia.
Advertisement
Brazil Terbitkan Undang-Undang Pajak Kripto Luar Negeri
Sebelumnya diberitakan, Presiden Brazil, Luis Inácio Lula da Silva telah menandatangani undang-undang yang memperkenalkan pajak atas aset kripto yang disimpan di luar negeri oleh warga negara Brazil.
Melansir Cointelegraph, Sabtu (16/12/2023), Lula menandatangani undang-undang tersebut pada 12 Desember, yang kemudian diterbitkan keesokan harinya di Diário Oficial da União, atau Buku Harian Resmi Persatuan. Undang-undang ini akan mulai berlaku mulai 1 Januari 2024.
Pajak baru tidak hanya berlaku untuk kripto tetapi juga untuk keuntungan dan dividen yang diperoleh pembayar pajak Brazil dari dana investasi, platform, real estate, atau perwalian di luar negeri. Pemerintah Brazil bermaksud mengumpulkan pajak baru sekitar 20 miliar real (USD 4 miliar) pada 2024.
Mereka yang mulai membayar pajak pada tahun 2023 ditawari keuntungan awal, mereka akan membayar retribusi sebesar 8% atas semua pendapatan yang diperoleh hingga 2023 secara mencicil, dengan cicilan pertama dimulai pada Desember. Mulai 2024, tarif pajak akan ditetapkan sebesar 15%. Pendapatan luar negeri hingga 6.000 reais Brasil (USD 1.200) akan dibebaskan dari pajak.
Bukan Hal Baru
João Carlos Almada selaku pengontrol di penerbit stablecoin Brasil, Transfero menjelaskan bahwa perpajakan atas pendapatan aset digital bukanlah hal baru di negara tersebut. Namun, dia mengatakan ada beberapa aspek hukum yang perlu diklarifikasi.
"Beberapa poin dalam teks perlu diperbaiki, misalnya, kompensasi kerugian pada periode tersebut, sesuatu yang mirip dengan peraturan perpajakan untuk aset saham. Saya percaya bahwa dengan berkembangnya peraturan di negara ini, kita akan melakukan diskusi baru mengenai topik ini, dengan tujuan untuk memberikan transparansi yang lebih besar kepada pasar, sehingga menghasilkan lebih banyak kredibilitas,” kata dia.
Brazil bukan satu-satunya negara yang mengincar kepemilikan kripto di luar negeri milik warganya. Pada November, Badan Administrasi Pajak Spanyol juga mengingatkan warganya tentang kewajiban mereka untuk menyatakan kripto disimpan di luar negeri. Namun, permintaan tersebut hanya berlaku bagi individu yang memiliki neraca aset digital yang melebihi setara dengan 50.000 euro (sekitar USD 55.000).
Advertisement