Liputan6.com, Jakarta - Menurut laporan South China Morning Post, petugas bea cukai Hong Kong telah menangkap tiga orang sehubungan dengan operasi pencucian uang besar-besaran senilai USD 228 juta atau setara Rp 3,7 triliun (asumsi kurs Rp 16.207 per dolar AS) yang mengeksploitasi platform kripto dan rekening bank yang terkait dengan perusahaan cangkang.
Dilansir dari Coinmarketcap, Jumat (19/4/2024), penangkapan tersebut dilakukan menyusul penyelidikan terhadap aktivitas mencurigakan pencucian uang yang melibatkan transaksi besar dan sangat sering di rekening bank yang tidak memiliki catatan pajak, deklarasi impor dan ekspor, dan alamat fisik.
Baca Juga
Tersangka Diduga Menggunakan Tether
Selama penyelidikan, ditemukan salah satu rekening yang terlibat menerima setoran harian dalam jumlah besar hingga USD 4,9 juta atau setara Rp 79,5 miliar dan memfasilitasi 167 transaksi.
Advertisement
Pemeriksaan lebih lanjut mengungkapkan dua tersangka diduga menangani jutaan dolar atau setara dengan 40% dari total dana, melalui platform cryptocurrency, khususnya Tether.
komandan Divisi Investigasi Keuangan Departemen Bea Cukai Hong Kong, Florence Yeung Yee-tak mengutip dugaan tantangan dalam menyelidiki pencucian uang terkait mata uang kripto karena anonimitasnya dan kurangnya batasan yurisdiksi.
Yee-tak menekankan tim penegak hukum mengandalkan intelijen, analisis aliran modal, dan investigasi keuangan untuk mengumpulkan bukti.
Dalam operasi terkoordinasi, petugas bea cukai menargetkan empat tempat tinggal, lima perusahaan, dan dua bisnis layanan uang berizin sebelum melakukan penangkapan.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Argentina Terapkan Peraturan Baru bagi Perusahaan yang Tawarkan Layanan Kripto
Sebelumnya, Pemerintah Argentina telah memulai penegakan peraturan agar pertukaran mata uang kripto dapat beroperasi secara legal di negara tersebut. Comisión Nacional de Valores (CNV), regulator sekuritas Argentina, mengumumkan penyedia layanan aset virtual harus mematuhi rekomendasi dari Financial Action Task Force (FATF).
Sebagai bagian dari reformasi Anti Pencucian Uang (AML) dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme (CFT) di negara tersebut, perusahaan tertentu yang menawarkan layanan terkait kripto harus mendaftar ke pemerintah Argentina.
Presiden CNV, Roberto Silva menekankan, penyedia layanan aset virtual yang gagal mendaftar tidak akan dapat beroperasi di negara tersebut.
"Penerapan undang-undang ini mempengaruhi penyedia kripto di Argentina mendapatkan momentum ketika senat negara tersebut menyetujui modifikasi yang bertujuan mencegah pencucian uang dan pendanaan teroris pada 14 Maret,” kata Silva, dikutip dari Coinmarketcap, Senin (15/4/2024).
Usulan perubahan undang-undang Argentina mengenai pengguna kripto dilaporkan diperkenalkan sebelum Javier Milei terpilih sebagai Presiden pada November 2023. Milei dipuji oleh banyak penggemar mata uang kripto pada saat itu karena sikapnya yang tampak positif terhadap Bitcoin.
Advertisement
Timbulkan Kekhawatiran
Namun, penerapan persyaratan FATF telah menimbulkan kekhawatiran tentang masa depan aset digital di Argentina. Dampak dari persyaratan ini terhadap bisnis yang beroperasi di Argentina dan pelanggan yang ingin memanfaatkan layanan mereka masih belum pasti.
Strike, sebuah aplikasi populer di Argentina untuk memfasilitasi pembayaran Bitcoin melalui jaringan Lightning, dilaporkan telah menonaktifkan opsi bagi penduduk setempat untuk mengirim fiat ke rekening bank.