Sukses

60% Investor Kripto di Amerika Serikat Tak Paham Blockchain

Berdasarkan temuan dari studi Preply, penelitian ini menyebutkan Gen X memiliki proporsi individu tertinggi sebesar 57 persen yang ingin belanjar lebih banyak.

Liputan6.com, Jakarta - Berdasarkan temuan dari studi Preply, sekitar 40% investor kripto Gen Z di Amerika Serikat (AS) kurang percaya diri terhadap pengetahuan tentang kripto.

Dikutip dari laman Bitcoin.com, Senin (27/5/2024), kurangnya rasa percaya diri ini bahkan lebih terasa di kalangan milenial (35%) dan Gen X (32%). Studi tersebut juga mengungkapkan, 60% investor kripto AS "tidak tahu apa itu blockchain.”

Meskipun demikian, data menunjukkan 27% dari mereka yang belum pernah berinvestasi dalam kripto dan menyatakan minatnya untuk mengambil kelas untuk mempelajari lebih lanjut.

Jika dikelompokkan berdasarkan gender, penelitian ini menemukan 54% pria dan 53% wanita yang disurvei tertarik untuk belajar lebih banyak terkait kripto. Dalam hal minat generasi, Gen X memiliki proporsi individu tertinggi (57%) yang ingin belajar lebih banyak.

Gen Z, dengan 41% menyatakan minatnya untuk belajar tentang kripto, memiliki proporsi individu yang paling rendah yang mau belajar. Studi ini juga menemukan minat terhadap aset digital selain kripto bervariasi dari generasi ke generasi.

Misalnya, 12% generasi milenial yang disurvei melaporkan pernah berinvestasi pada token non-fungible (NFT), dibandingkan dengan hanya 4% generasi Baby Boomer.

Mengomentari temuan terkait minat investor kripto terhadap NFT dan metaverse, laporan survei menyatakan: “Hanya 42% responden survei menyatakan keyakinannya terhadap pemahaman mereka tentang NFT dan metaverse. Ini menunjukkan peluang untuk mengedukasi masyarakat tentang topik ini.

Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa hanya 11% yang tertarik untuk berinvestasi di NFT, sementara 32% yang jauh lebih besar ingin bergabung dengan metaverse. Namun, laporan tersebut mencatat penduduk AS yang telah berinvestasi di NFT juga cenderung berinvestasi di kripto, menunjukkan ini mungkin merupakan langkah pertama untuk mengeksplorasi aset digital lainnya.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

 

2 dari 4 halaman

Anggota Parlemen AS Pertanyakan Proyek Kripto dan Blockchain Meta

Sebelumnya, Komite Layanan Keuangan DPR Amerika Serikat, Maxine Waters memberikan tekanan pada Meta untuk terbuka tentang rencana terkait blockchain atau kriptonya. Ini karena lima aplikasi merek dagang terkait cryptocurrency dan blockchain milik META masih aktif sejak 2022.

Dilansir dari Cointelegraph, Rabu (24/1/2024), Maxine Waters menyatakan dalam surat pada 22 Januari kepada pendiri dan CEO Meta Mark Zuckerberg dan kepala operasi META, Javier Olivan permohonan merek dagang yang diajukan pada 18 Maret 2022 mewakili niat berkelanjutan untuk memperluas keterlibatan perusahaan dalam ekosistem aset digital.

Waters mengatakan aplikasi tersebut menunjukkan Meta sedang mengerjakan aset digital meskipun Meta memberi tahu staf Komite Jasa Keuangan Demokrat pada 12 Oktober 2023,  tidak ada aset digital yang sedang dikerjakan di Meta.

Meta membatalkan rencana pembayarannya kripto stablecoin Diem (sebelumnya Libra) pada pertengahan 2019 karena tekanan dari anggota parlemen. Ia menjual Diem seharga USD 200 juta atau setara Rp 3,1 triliun (asumsi kurs Rp 15.658 per dolar AS pada Januari 2022 ke Silvergate Bank yang sekarang bangkrut.

Rencana Meta pada pertengahan 2019 untuk merilis dompet digital, Novi (sebelumnya Calibra), pada 2020 juga gagal tanpa ada indikasi tanggal rilis baru. 

Pengajuan merek dagang META menunjukkan berbagai layanan untuk perdagangan kripto, aset blockchain, pertukaran, pembayaran, transfer, dompet, dan infrastruktur perangkat keras dan perangkat lunak terkait.

Meta memiliki waktu paling cepat hingga 15 Februari untuk merespons surat pertama yang dikirimkan. NOA terbaru dikirimkan pada 16 Januari, artinya masih ada waktu hingga 16 Juli untuk merespons.

 

 

3 dari 4 halaman

Thailand Peringatkan Meta untuk Kendalikan Iklan Penipuan Kripto

Sebelumnya diberitakan, Kementerian Ekonomi dan Masyarakat Digital Thailand  (DES) telah meminta Meta (META) Facebook untuk mengekang jumlah penipuan investasi kripto yang diiklankan di situs tersebut, atau berisiko diusir dari negara tersebut.

Dilansir dari CoinDesk, Sabtu (26/8/2023), iklan penipuan kripto ini telah berdampak pada lebih dari 200.000 orang, menurut pernyataan yang dipublikasikan di situs Kementerian. 

Menteri yang bertanggung jawab atas DES, Chaiwut Thanakmanusorn telah meminta pengadilan Thailand untuk menyiapkan perintah yang akan menutup Facebook pada akhir bulan jika platform tersebut tidak mematuhinya.

Selama tiga tahun, Facebook yang sekarang dikenal sebagai META secara bertahap melonggarkan pembatasannya pada iklan terkait cryptocurrency dan blockchain, CoinDesk telah melaporkan sebelumnya, memperluas kriteria dan menerima lisensi peraturan untuk menjalankan iklan semacam itu.

Pada Maret 2022, perusahaan tersebut digugat oleh Komisi Persaingan dan Konsumen Australia karena diduga terlibat dalam tindakan yang salah, menyesatkan, atau menipu dengan menerbitkan iklan kripto penipuan yang ditautkan ke selebritas terkemuka Australia.

 

4 dari 4 halaman

Aturan Kripto di Lapangan

Thailand menjadi salah satu negara yang cukup ketat dalam mengatur kripto. Pada Juli 2023, Thailand mengumumkan larangan pertukaran kripto untuk menawarkan layanan pinjaman, demi meningkatkan perlindungan investor, sebagai strategi Thailand dalam mengatur kripto. 

Pengumuman ini disampaikan oleh Komisi Sekuritas dan Pertukaran Thailand pada 3 Juli 2023. Pengumuman itu memperjelas larangan tersebut juga berlaku untuk layanan penyimpanan yang menawarkan pengembalian kepada deposan dan pemberi pinjaman, sehingga langsung melarang pertukaran dari menawarkan layanan peminjaman dan taruhan.

Operator bursa harus memastikan pengguna mengetahui risikonya sebelum menyetujui untuk menggunakan layanan ini. Selain itu, penilaian kesesuaian investor akan menentukan seberapa banyak pengguna berhak berinvestasi di kripto.

Regulator Thailand tahun lalu melarang pembayaran kripto, tetapi membiarkan pintu terbuka bagi konsumen untuk berinvestasi kripto sebagai aset.