Sukses

Mengenal Istilah Layer 1 dan Layer 2 dalam Blockchain

Teknologi blockchain layer 1 ataupun layer 2 adalah suatu istilah dalam dunia blockchain yang digunakan sebagai penyebutan suatu arsitektur teknologi pada suatu jaringan blockchain.

Liputan6.com, Jakarta - Dalam berinvestasi kripto terdapat beberapa istilah yang perlu diketahui oleh para investor kripto. Salah satunya adalah kripto layer 1 dan layer 2, lantas apa maksud dari kedua hal tersebut? 

Dilansir dari situs crypto exchange Ajaib Kripto, Minggu (2/6/2024), teknologi blockchain layer 1 ataupun layer 2 adalah suatu istilah dalam dunia blockchain yang digunakan sebagai penyebutan suatu arsitektur teknologi yang digunakan pada suatu jaringan blockchain. Contohnya umum, seperti hubungan arsitektur jaringan antara polygon dengan ethereum ataupun polkadot dengan parachain.

Lapisan 1 atau Layer 1 adalah bentuk jaringan dasar yang umum ditemui saat ini, seperti bitcoin, binance smart chain, ataupun ethereum. Secara mendasar infrastruktur yang digunakan pada jaringan blockchain layer 1 bisa digunakan untuk memvalidasi serta menyelesaikan transaksi tanpa berbasis pada jaringan lainnya.

Sedangkan Layer 2 adalah sebuah blockchain terpisah yang dibangun di atas blockchain layer 1 untuk mengatasi permasalahan skalabilitas jaringan. 

Pada Layer 1 mencakup pembaruan seperti mengubah ukuran blok, mekanisme konsensus, atau membagi database menjadi beberapa bagian (dikenal sebagai sharding). 

Layer 2 mencakup rollup (transaksi bundling), blockchain paralel (dikenal sebagai rantai samping), dan penanganan transaksi di luar rantai (dikenal sebagai saluran negara).

Mengapa Solusi Skala Layer 1 dan Layer 2 Penting?

Blockchain adalah jaringan node terdesentralisasi yang memproses transaksi kripto secara independen, dengan protokol konsensus yang memverifikasi keakuratan transaksi. Transaksi-transaksi tersebut kemudian dicatat secara berurutan, membentuk rantai blok data yang tidak dapat diubah.

Sayangnya, semakin populer suatu blockchain (Bitcoin adalah salah satu contohnya), semakin besar pula kekuatan pemrosesan yang dibutuhkan untuk menangani jumlah transaksi yang semakin meningkat. 

Protokol blockchain mata uang kripto juga dapat membatasi jumlah transaksi yang dapat diproses, sehingga menimbulkan kemacetan dalam jaringan.

Hal ini menyebabkan jaringan blockchain populer menjadi sangat lambat, terkadang memerlukan waktu hingga 10 menit (atau lebih) untuk memproses suatu transaksi. 

Untuk mengatasi masalah ini, aktivitas penskalaan telah dikembangkan untuk membantu menyediakan cara yang lebih efisien dalam menampung volume transaksi yang jauh lebih besar.

Ada beberapa cara untuk menskalakan setiap jaringan, dan lusinan solusi penskalaan telah dikembangkan untuk berbagai blockchain populer. Solusi ini membantu memindahkan kekuatan pemrosesan transaksi ke jaringan lain atau meningkatkan jaringan lapisan dasar itu sendiri melalui pembaruan kode.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 3 halaman

60% Investor Kripto di Amerika Serikat Tak Paham Blockchain

Sebelumnya, berdasarkan temuan dari studi Preply, sekitar 40% investor kripto Gen Z di Amerika Serikat (AS) kurang percaya diri terhadap pengetahuan tentang kripto.

Dikutip dari laman Bitcoin.com, Senin (27/5/2024), kurangnya rasa percaya diri ini bahkan lebih terasa di kalangan milenial (35%) dan Gen X (32%). Studi tersebut juga mengungkapkan, 60% investor kripto AS "tidak tahu apa itu blockchain.”

Meskipun demikian, data menunjukkan 27% dari mereka yang belum pernah berinvestasi dalam kripto dan menyatakan minatnya untuk mengambil kelas untuk mempelajari lebih lanjut.

Jika dikelompokkan berdasarkan gender, penelitian ini menemukan 54% pria dan 53% wanita yang disurvei tertarik untuk belajar lebih banyak terkait kripto. Dalam hal minat generasi, Gen X memiliki proporsi individu tertinggi (57%) yang ingin belajar lebih banyak.

Gen Z, dengan 41% menyatakan minatnya untuk belajar tentang kripto, memiliki proporsi individu yang paling rendah yang mau belajar. Studi ini juga menemukan minat terhadap aset digital selain kripto bervariasi dari generasi ke generasi.

Misalnya, 12% generasi milenial yang disurvei melaporkan pernah berinvestasi pada token non-fungible (NFT), dibandingkan dengan hanya 4% generasi Baby Boomer.

 

3 dari 3 halaman

NFT dan Metaverse

Mengomentari temuan terkait minat investor kripto terhadap NFT dan metaverse, laporan survei menyatakan: “Hanya 42% responden survei menyatakan keyakinannya terhadap pemahaman mereka tentang NFT dan metaverse. Ini menunjukkan peluang untuk mengedukasi masyarakat tentang topik ini.

Hal ini juga dapat menjelaskan mengapa hanya 11% yang tertarik untuk berinvestasi di NFT, sementara 32% yang jauh lebih besar ingin bergabung dengan metaverse. Namun, laporan tersebut mencatat penduduk AS yang telah berinvestasi di NFT juga cenderung berinvestasi di kripto, menunjukkan ini mungkin merupakan langkah pertama untuk mengeksplorasi aset digital lainnya.