Liputan6.com, Jakarta - Harga Bitcoin (BTC) sempat melesat mencapai USD 70.275 atau setara Rp 1,14 miliar (asumsi kurs Rp 16.620 per dolar AS) pada perdagangan Senin melanjutkan kenaikan pasca BTC berhasil menutup Mei dengan hasil positif dengan kenaikan sebesar 11,07%, sekaligus mematahkan tren Sell In May yang telah terjadi dalam 3 tahun terakhir.
Financial Expert Ajaib Kripto, Panji Yudha mengatakan, BTC bergerak di antara USD 56.555 hingga USD 71.946 sepanjang Mei 2024. Selain itu, Ethereum (ETH) melampaui kenaikan BTC dengan ditutup naik sebesar +24,65% pada Mei 2024.
Baca Juga
“Kinerja positif Bitcoin didukung dengan inflow pada pekan terakhir Mei 2024 dengan mencatatkan inflow sebesar USD 170,9 juta, melanjutkan net inflow sepanjang 3 minggu terakhir,” kata Panji dalam siaran pers, Selasa (4/6/2024)
Advertisement
Di sisi lain, Ethereum mengalami lonjakan akibat dari keputusan SEC pada 23 Mei 2024, SEC menyetujui 8 aplikasi pengajuan ETF Ethereum spot Persetujuan ETF Ethereum datang empat setengah bulan setelah SEC menyetujui beberapa aplikasi ETF spot Bitcoin pada 10 Januari, menandai tonggak sejarah bagi industri kripto.
Panji menuturkan, Bitcoin menguat berkat data ekonomi Amerika Serikat (AS) yang berada di bawah ekspektasi pasar mengindikasikan suku bunga acuan bakal dipangkas dalam beberapa bulan kedepan.
Indeks harga Price Consumption Expenditure (PCE) inti AS terpantau naik 0,2% dari bulan sebelumnya pada April 2024, setelah kenaikan sebesar 0,3% pada Maret. Kenaikan inflasi ini paling lambat di sepanjang 2024 berjalan, dan di bawah ekspektasi pasar sebesar kenaikan 0,3%.
Sentimen Pekan ini
Dari sisi analisa teknikal,) Bitcoin (BTC) rebound dari support trendline hingga sempat naik ke USD 70.275. Selanjutnya, jika BTC dapat bertahan di support USD 69.000, potensi untuk lanjut menguat ke USD 71.500 dan target selanjutnya di USD 73.000.
"Sementara, jika kembali turun di bawah USD 69.000, maka potensi kembali bergerak sideways di sekitar USD 65.000 hingga USD 68.000,” ujar Panji.
Sementara, Ethereum (ETH) berpotensi melanjutkan reli untuk breakout level USD 4.000 didukung potensi arus masuk (inflow) dari perdagangan ETF di AS. Adapun ekosistem di ethereum seperti DeFi dan Layer-2 berpotensi juga akan mendapatkan dampak positif dari potensi naiknya Ethereum.
Sentimen Utama
Awal minggu ini yang relatif tenang dalam hal data makroekonomi tidak berarti tidak adanya potensi volatilitas pada aset berisiko. Laporan Non Farm Payroll (NFP) pada Jumat mendatang akan menjadi sorotan ekonomi minggu ini, karena pejabat Federal Reserve akan mempelajari informasi tersebut menjelang pertemuan Juni.
"NFP bulan Mei diperkirakan naik menjadi 185.000, lebih tinggi dari periode sebelumnya sebesar 175.000, angka yang rilis sesuai atau lebih rendah dari ekspektasi pasar akan berdampak bullish ke Bitcoin,” jelas Panji.
Sentimen utama pada Juni adalah rilisnya data Indeks Harga Konsumen AS (CPI) dan suku bunga acuan The Fed (Fed funds rate) pada FOMC 11-12 Juni 2024 minggu depan.
Panji melanjutkan, setelah ETF dan Bitcoin halving, katalis utama berikutnya adalah penurunan suku bunga. Bitcoin kemungkinan akan tetap melanjutkan momentum bullishnya seiring dengan rilis data makro, untuk melihat jalur yang lebih jelas untuk penurunan suku bunga di AS.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Advertisement
Analis: Posisi Bitcoin Kuat, tapi Dibayangi Risiko Ekonomi
Sebelumnya, kripto dengan kapitalisasi pasar terbesar, Bitcoin (BTC) terus mengalami penurunan harga yang tinggi, menunjukkan jeda pasar bullish yang bersifat sementara.
Namun, seorang analis mengungkap khawatir bahwa perkembangan makroekonomi di Amerika Serikat baru-baru ini dapat menghambat pergerakan Bitcoin ke level lebih tinggi.
"Bitcoin masih kuat, tetapi faktor makro mengancam,"ungkap pedagang kripto dan pengamat pasar, Chang dalam sebuah wawancara, dikutip dari Coindesk, Senin (3/6/2024).
"Imbal hasil obligasi sangat tidak stabil karena permintaannya lemah dibandingkan dengan penerbitan Treasury AS. Jika ada dampak negatif pada Bitcoin, kemungkinan besar hal itu disebabkan oleh imbal hasil dan indeks dolar," bebernya.
Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS meningkat, terutama disebabkan oleh kekhawatiran utang negara itu yang terus-menerus, membanjirnya pasokan obligasi, dan kenaikan imbal hasil obligasi pemerintah Jepang.
Imbal hasil obligasi Treasury 10-tahun yang menjadi acuan telah naik 24 basis poin menjadi 4,55% dalam dua minggu, menurut data dari platform grafik TradingView.
Yang dianggap berisiko bagi kripto, adalah peningkatan biaya pinjaman yang lebih tinggi bagi individu dan perusahaan mengurangi daya tarik berinvestasi pada aset yang relatif berisiko, seperti Bitcoin dan saham teknologi.
Chang mengatakan dia memperkirakan imbal hasil akan tetap bergejolak di bulan Juni mendatang, memastikan korelasi erat antara Bitcoin dan saham.
Imbal hasil Treasury AS dua tahun sudah mendekati 5%. Kemampuan untuk mengunci imbal hasil sebesar 5% pada obligasi pemerintah, yang dipandang sebagai investasi yang aman, mungkin membujuk pedagang makro untuk mengeluarkan uang dari saham, mata uang kripto, dan sudut pasar keuangan lainnya yang lebih berisiko.
"Kami sekarang berada pada tingkat imbal hasil obligasi di mana kenaikan imbal hasil benar-benar akan membebani semua kelas aset,” ungkap Peter Oppenheimer dari Goldman Sachs kepada Bloomberg Surveillance.
Miliarder Ini Sering Kritik Bitcoin, Tapi Perusahaannya Cetak Cuan dari Kripto
Sebelumnya, investor kondang Warren Buffett sudah lama skeptis terhadap Bitcoin dan mempertahankan sudut pandang kritisnya terhadap mata uang kripto. Meskipun begitu, Berkshire Hathaway Inc yang merupakan perusahaan yang dimiliki oleh Warren Buffett terus memperoleh keuntungan finansial melalui investasinya di fintech Brasil Nu Holdings Ltd.
Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (31/5/2024), Buffett secara terbuka mengkritik Bitcoin, menyebutnya sebagai racun tikus, Berkshire Hathaway telah meraup keuntungan signifikan melalui kepemilikannya di Nu Holdings.
Awalnya menginvestasikan USD 500 juta atau setara Rp 8,1 triliun (asumsi kurs Rp 16.235) dalam putaran pendanaan Seri G dan tambahan USD 250 juta atau setara Rp 4,05 triliun telah membuahkan hasil.
Nu Holdings, didirikan pada 2013, meluncurkan platform Nucripto pada 2022, memungkinkan pengguna untuk memperdagangkan lebih dari 15 token. Kinerja perusahaan sangat mengesankan, dengan lonjakan pasar sebesar 100% pada 2023 dan kenaikan 50% lainnya pada awal 2024.
Keberhasilan investasi ini telah menempatkan Buffett dalam posisi yang sulit, karena kinerja Nu Holdings, yang naik hampir 125% tahun ini, sangat kontras dengan sikap negatifnya terhadap Bitcoin. Sementara itu, Bitcoin sendiri mengalami tahun yang luar biasa pada 2024, secara signifikan mengungguli indeks seperti S&P 500.
Memahami konteks yang lebih luas seputar keterlibatan Berkshire Hathaway dengan Nu Holdings dapat membantu menilai pentingnya perkembangan ini. Keberatan kuat Warren Buffett terhadap Bitcoin sudah ada sejak beberapa yang lalu. Dia secara konsisten menganggapnya sebagai aset non-produktif tanpa nilai intrinsik.
Advertisement
Profitabilitas Jangka Panjang
Paparan tidak langsung Buffett terhadap mata uang kripto melalui Nu Holdings menyoroti perubahan besar dalam strategi investasi. Seperti yang diberitakan awal tahun ini, peningkatan paparan Berkshire terhadap perusahaan yang berkecimpung di dunia kripto mungkin mencerminkan pasar yang dinamis.
Pada awal 2023, muncul laporan adopsi fintech global sedang meningkat. Tren ini menggarisbawahi mengapa Berkshire tetap berkomitmen terhadap investasi fintech meskipun ada keraguan pribadi dari Buffett.
Manajemen portofolio Buffett selalu menekankan profitabilitas jangka panjang dibandingkan tren pasar jangka pendek. Strategi ini mungkin menjelaskan mengapa Berkshire terus mendukung Nu Holdings meskipun pandangan Buffett mengenai Bitcoin dipublikasikan secara luas.