Liputan6.com, Jakarta - Semakin banyak negara yang tertarik untuk menerbitkan mata uang digital bank sentralnya. Bank Sentral Qatar baru-baru ini mengumumkan penyelesaian tahap pengembangan infrastruktur mata uang digital bank sentral (CBDC).Â
Dilansir dari Bitcoin.com, Jumat (7/6/2024), menurut laporan berita resmi, proyek CBDC Qatar akan berfungsi untuk mengimbangi pesatnya perkembangan global di bidang ini.
Baca Juga
Proyek ini tampaknya merupakan CBDC grosir, karena bank tersebut mengumumkan akan mulai menguji implementasi pengembangan ini pada Oktober 2024 dengan bank-bank nasional dan internasional, menguji transaksi pembayaran besar dalam lingkungan percobaan.
Advertisement
Percontohan CBDC Qatar akan fokus pada adopsi kelembagaan, peningkatan akses ke pasar modal bagi bank-bank yang beroperasi di negara tersebut, meningkatkan penyelesaian domestik, dan meningkatkan efisiensi transaksi sekuritas sebagai tujuan proyek ini.
Langkah ini merupakan bagian dari strategi nasional yang melibatkan teknologi baru seperti blockchain dan kecerdasan buatan (AI) untuk meningkatkan likuiditas Qatar di pasar modal keuangan, dengan mempertimbangkan aspek keamanan informasi.Â
Hasil dari tahap eksperimen mendatang ini akan dipertimbangkan dalam mengidentifikasi kasus penggunaan utama yang akan diadopsi oleh bank sentral untuk meningkatkan kemampuan sistem keuangan Qatar saat ini di masa depan.
Sebelumnya, bank tersebut telah membuat pernyataan terkait eksplorasi bank digital dan mata uang digital bank sentral.Â
Pada 2022, kepala divisi fintech bank, Alanood Abdullah Al Muftah, mengklarifikasi bank akan mempelajari elemen-elemen tersebut, namun menekankan keputusan untuk menerbitkan CBDC masih dipertimbangkan dan tidak akan diambil sampai setelah memeriksa semua keadaan di sekitarnya.Â
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Apa Itu CBDC, Mata Uang Digital yang Diluncurkan Bank Sentral?
Sebelumnya, banyak bank sentral di berbagai belahan dunia mulai melakukan uji coba Central Bank Digital Currency atau CBDC. Begitupun Indonesia dengan proyek Rupiah Digital yang diumumkan akhir tahun lalu.Â
Lantas apa itu CBDC? Dilansir dari Investopedia, Jumat (22/12/2023), CBDC adalah bentuk mata uang digital yang dikeluarkan oleh bank sentral suatu negara. Mata uang ini mirip dengan mata uang kripto, hanya saja nilainya ditetapkan oleh bank sentral dan setara dengan mata uang fiat negara tersebut.
Uang fiat adalah mata uang yang dikeluarkan pemerintah yang tidak didukung oleh komoditas fisik seperti emas atau perak. Ini dianggap sebagai bentuk alat pembayaran yang sah yang dapat digunakan untuk menukarkan barang dan jasa.Â
Secara tradisional, uang kertas berbentuk uang kertas dan koin, tetapi teknologi telah memungkinkan pemerintah dan lembaga keuangan untuk melengkapi uang kertas fisik dengan model berbasis kredit yang mencatat saldo dan transaksi secara digital.
Jika dilansir dari situs Ditjen Perbendaharaan Direktorat PKN, Central Bank Digital Currency (CBDC) adalah uang digital yang diterbitkan dan peredarannya dikontrol oleh bank sentral, dan digunakan sebagai alat pembayaran yang sah untuk menggantikan uang kartal.Â
CBDC akan bertindak sebagai representasi digital dari mata uang suatu negara. CBDC sudah memenuhi tiga fungsi dasar uang, yaitu sebagai alat penyimpan nilai (store of value), alat pertukaran/pembayaran (medium of exchange) dan alat pengukur nilai barang dan jasa (unit of account).
Â
Â
Advertisement
Perbedaan CBDC dan Kripto
CBDC menggunakan private blockchain, identitas pengguna CDBC terikat dengan akun bank miliknya, berfungsi sebagai alat pembayaran seperti biasa dan Bank Sentral dapat mengatur jumlah pasokan dan jaringannya.Â
Sedangkan pada cryptocurrency, menggunakan public blockchain, dapat menggunakan identitas anonim, bertujuan spekulasi dan sistem pembayaran tergantung regulasi di tiap negara serta otoritas yang mengaturnya adalah pasar jaringan kripto tersebut.
Penerapan CBDC berdampak pada sistem pembayaran yang lebih cepat, efektif dan efisien. Bank sentral dapat memantau supply uang secara efektif, memudahkan penelusuran transaksi dan memangkas biaya perbankan.Â
Saat ini terdapat sembilan negara yang telah menerapkan CBDC secara penuh yaitu Nigeria, Bahama dan 7 negara di Kepulauan Karibia. Adapun di negara-negara seperti Rusia, Amerika Serikat, Singapura dan China yang masih dalam tahap kajian/piloting memiliki tujuan dan model CBDC yang berbeda-beda.
Â
IMF Bilang Mata Uang Digital Bank Sentral Bisa Saja Gantikan Uang Tunai
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (IMF) melihat potensi Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) untuk menggantikan uang tunai, tetapi penerapannya masih memerlukan waktu atau tidak instan.
"CBDC dapat menggantikan uang tunai yang mahal untuk didistribusikan di negara-negara kepulauan," kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgiva, dikutip dari CNBC International, Jumat (17/11/2023).
"(Uang digital bank sentral) dapat menawarkan ketahanan di negara-negara maju. Dan mereka dapat meningkatkan inklusi keuangan ketika hanya sedikit orang yang memiliki rekening bank," ujarnya dalam kegiatan Singapore FinTech Festival pada Rabu, 15 November 2023.
CBDCÂ merupakan bentuk digital mata uang fiat suatu negara, yang diatur oleh bank sentral negara yang memberlakukan.Â
Uang digital ini didukung oleh teknologi blockchain, yang memungkinkan bank sentral menyalurkan pembayaran pemerintah langsung ke rumah tangga.
"CBDC akan menawarkan alternatif yang aman dan berbiaya rendah (untuk uang tunai). Mereka juga akan menawarkan jembatan antara uang swasta dan tolok ukur untuk mengukur nilainya, seperti uang tunai saat ini yang dapat kita tarik dari bank kita," jelas Ketua IMF.
IMF mengungkapkan, sejauh ini lebih dari 100 negara sedang menjajaki penerapan CBDC atau sekitar 60Â persen negara di dunia.
"Tingkat minat global terhadap CBDC belum pernah terjadi sebelumnya. Beberapa bank sentral telah meluncurkan uji coba atau bahkan menerbitkan CBDC," kata IMF dalam laporannya pada September 2023.
Â
Advertisement