Liputan6.com, Jakarta - Data Consumer Price Index (CPI) Amerika Serikat pada Juni yang dirilis pada Kamis, 11 Juli 2024 mengalami penurunan sebesar 0,1%, yang merupakan pertama kalinya sejak Mei 2020.
Penurunan tersebut membuat indeks CPI secara year on year naik 3,0%, turun dari angka pada bulan Mei di 3,3%. Perkembangan dinamika inflasi terbaru tersebut telah meningkatkan ekspektasi pasar terhadap kemungkinan penurunan suku bunga The Fed pada September, yang apabila terjadi dapat berpotensi memberikan dampak positif yang signifikan bagi pasar kripto.
Baca Juga
Ekspektasi terhadap berlanjutnya penurunan suku bunga sebanyak dua kali atau lebih hingga pertemuan FOMC November juga turut meningkat. Merespons kondisi tersebut, Crypto Analyst Reku, Fahmi Almuttaqin mengatakan, perkembangan inflasi merupakan sesuatu yang cukup penting bagi outlook pasar kripto dalam beberapa bulan ke depan.
Advertisement
Dengan tren inflasi yang membaik, potensi terjadinya peningkatan aliran dana segar ke pasar kripto imbas perubahan kebijakan ekonomi Amerika Serikat yang lebih longgar, terlihat semakin dekat.
"Namun, pasar kripto yang masih cukup tertekan sejak awal Juni mungkin kemudian tidak merespons perkembangan tersebut secara signifikan,” ungkap Fahmi dalam keterangan resmi.
Pasar saham Amerika Serikat yang sejak Juni telah mengalami reli mungkin melihat perkembangan data CPI kemarin sebagai momentum profit taking sebagai upaya antisipasi menjelang musim laporan laba. Dalam catatan Fahmi, situasi tersebut sedikit berbeda dengan pasar kripto di mana Bitcoin yang pada 5 Juni berada di USD 70 ribu mengalami penurunan hingga sempat menyentuh area USD 54 ribu pada 5 Juli.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
Meningkatnya Tekanan
Meningkatnya tekanan yang dihadapi pasar kripto dalam beberapa hari terakhir turut tercermin dalam indeks Fear & Greed yang mengukur kondisi sentimen pasar melalui beberapa sumber data termasuk media sosial.
"Indeks Fear & Greed yang dikompilasi alternative.me pada Jumat, 12 Juli, menyentuh angka terendahnya di angka 25 yang terakhir terlihat pada 9 Januari 2023 ketika Bitcoin saat itu berada pada level harga USD 17.000, yang merupakan salah satu area harga terendahnya setelah siklus bullish 2021,” beber Fahmi.
Minimnya implikasi terhadap aset kripto dari perkembangan positif yang terjadi belakangan tidak hanya terkait data CPI saja. Pengajuan ETF Solana oleh VanEck dan 21Shares juga tidak diikuti oleh peningkatan harga token SOL yang signifikan.
Advertisement
Minimnya Optimisme Pelaku Pasar
Meskipun terdapat beberapa hal yang bisa menjelaskan kondisi tersebut seperti masih relatif minimnya optimisme pelaku pasar terhadap kemungkinan disetujuinya ETF tersebut, hal itu bukan yang biasanya terjadi di pasar kripto. Anomali yang terjadi saat ini dapat menjadi situasi yang menarik untuk dimanfaatkan oleh para investor. Adanya perkembangan positif yang nyata di berbagai aspek namun belum terlalu direspons oleh kenaikan harga aset-aset kripto di pasar, dapat menjadi momentum untuk berburu aset-aset kripto potensial.
"Aset-aset kripto dengan nilai adopsi yang solid, namun secara performa harga masih belum begitu terapresiasi, menyimpan potensi menarik yang investor bisa gali lebih lanjut secara lebih seksama, yang biasanya sulit dilakukan ketika pasar bergerak pada ritme yang lebih cepat,” kata Fahmi.
Kendati demikian, investor tetap selalu diimbau untuk bijak dalam mengambil keputusan berinvestasi dan memilih platform investasi aset kripto yang aman dan terdaftar agar terhindar dari risiko-risiko teknis. Selain itu, investor juga bisa melakukan menabung rutin atau Dollar-Cost Averaging (DCA) selagi memantau kondisi pasar secara reguler.
Memecoin Banjir Minat dari Investor Institusi dan Ritel, Dogecoin jadi Pilihan Utama
Sebelumnya, laporan baru dari bursa kripto Bybit, menyoroti meningkatnya minat terhadap kripto memecoin di kalangan investor institusi dan ritel.
Dikutip dari News.bitcoin.com, Kamis (6/6/2024) laporan berjudul Beyond the Hype: The Realities of Institutional Memecoin Investments, mencakup data dari 1 Januari hingga 1 Mei, menunjukkan memecoin semakin menjadi komponen penting dari portofolio kripto.
"Investor institusi bersedia untuk ikut-ikutan memecoin karena tren mencapai puncaknya pada akhir Maret," ungkap Bybit.
"Memang benar, kami melihat lonjakan besar dalam alokasi memecoin institusional dari Februari hingga Maret, yang meningkatkan kepemilikan spot mereka sebesar 226% menjadi USD 204 juta. Mereka meningkat lebih banyak lagi di bulan April, menjadikan total kepemilikan memecoin mereka pada saat itu menjadi USD 293,7 juta (Rp. 4,7 triliun)," paparnya.
Namun, laporan tersebut juga mencatat investor institusional kemudian secara agresif menjual setengah memecoin mereka karena sentimen pasar memburuk, mengakhiri periode tersebut dengan alokasi USD 139 juta (Rp. 2,2 triliun).
Angka tersebut tetap menandai 125% lebih tinggi dari awal tahun, menunjukkan ekspektasi akan pengambilan risiko yang ekstrem.
Sedangkan untuk investor ritel, laporan tersebut menunjukkan kepemilikan memecoin ritel meningkat drastis ketika mania memecoin mencapai puncaknya pada awal April 2024, meningkat 478% dari Februari hingga April.
Kelompok ini kemudian menjual alokasi memecoin mereka, menguranginya dari USD 567 juta (Rp. 9,2 triliun) menjadi USD 371 juta (Rp. 6 triliun).
Adapun gambaran kepemilikan pengguna pada 1 Mei 2024 menunjukkan bahwa dogecoin (DOGE) terus menjadi pilihan utama kripto memecoin bagi investor ritel dan institusi.
Institusi mengalokasikan 36,17% kepemilikan memecoin mereka ke DOGE, sementara investor ritel mengalokasikan 24,58%.
Kedua kelompok juga menyukai memecoin berbasis Ethereum, dengan investor ritel memegang 20,95% di PEPE dan 14,61% di SHIB, dibandingkan dengan institusi yang memegang 22,23% di PEPE dan 10,39% di SHIB.
Advertisement