Sukses

Kripto Stablecoin Sering Dipakai Transaksi di Negara Berkembang, Termasuk Indonesia

Sekitar 69 persen responden yang berinvestasi mengatakan mereka telah mengonversi mata uang lokal mereka ke Stablecoin.

Liputan6.com, Jakarta - Sebuah laporan mencatat kripto Stablecoin menjadi pilihan untuk investasi hingga transaksi di pasar negara berkembang. Sejumlah negara berkembang masuk dalam daftar, termasuk Indonesia.

Laporan perusahaan investasi aset digital Castle Island Ventures dan grup dana lindung nilai Brevan Howard merilis hasil risetnya.

Berdasarkan survei terhadap lebih dari 2.500 pengguna mata uang kripto di Brasil, Nigeria, Turki, Indonesia, dan India, akses ke pasar kripto masih menjadi motivasi utama untuk menggunakan Stablecoin, meski ada juga berbagai macam kasus penggunaan aset non-digital yang populer.

Sekitar 69 persen responden mengatakan mereka telah mengonversi mata uang lokal mereka ke Stablecoin. Kemudian, 39 persen mengatakan mereka telah membeli barang atau jasa dengan token dan telah mengirim uang ke kerabat di negara lain.

"30 persen (responden) telah menggunakan Stablecoin untuk bisnis mereka, dan 23 persen telah membayar atau menerima gaji dalam Stablecoin," menurut survei tersebut, mengutip Yahoo Finance, Minggu (15/9/2024).

Pengguna mengatakan mereka lebih suka menggunakan Stablecoin di blockchain daripada perbankan dolar AS karena efisiensi yang lebih besar, potensi untuk mendapatkan hasil, dan peluang campur tangan pemerintah yang lebih rendah.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi. 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Alasan Pengguna

Pengguna Tether (USDT), stablecoin terbesar berdasarkan kapitalisasi pasar dan secara anekdot merupakan stablecoin paling populer di kawasan berkembang, mengatakan mereka menggunakan token tersebut karena efek jaringannya, kepercayaan pengguna, likuiditas, dan rekam jejaknya dibandingkan dengan stablecoin lainnya.

Sebagian besar responden menyebut Ethereum (ETH) sebagai rel blockchain pilihan mereka untuk transaksi stablecoin, diikuti oleh Binance Smart Chain (BNB), Solana (SOL), dan Tron (TRX).

"Kami merasa ada kekurangan data tentang bagaimana orang-orang benar-benar menggunakan stablecoin di seluruh dunia, terutama di pasar berkembang," kata Nic Carter, mitra umum di Castle Island, seperti dikutip.

"Apa yang kami temukan memvalidasi keyakinan kami tentang stablecoin: Stablecoin digunakan tidak hanya untuk perdagangan kripto, tetapi semakin banyak digunakan dalam kehidupan ekonomi sehari-hari orang-orang ini," catat Carter dalam sebuah posting di X.

 

3 dari 3 halaman

Jadi Jembatan

Stablecoin adalah kelas aset senilai USD 160 miliar dalam kripto, dengan harga yang dikaitkan dengan aset eksternal, terutama dolar AS.

Mereka merupakan bagian penting dari infrastruktur yang berfungsi sebagai jembatan antara mata uang kripto dan uang fiat.

Namun, seperti yang dibuktikan oleh survei terbaru, mereka juga semakin populer sebagai aset safe haven dan alat pembayaran murah di wilayah berkembang dengan sejarah devaluasi mata uang dan sistem perbankan yang kurang berkembang.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.