Sukses

Bakal IPO, Perusahaan Kripto Ini Pindah ke New York

Circle mengajukan IPO pada Januari, yang diharapkan akan terjadi setelah Securities and Exchange Commission menyelesaikan proses peninjauannya, tergantung pada pasar dan kondisi lainnya.

Liputan6.com, Jakarta - Circle Internet Financial, perusahaan di balik stablecoin USDC, akan memindahkan kantor pusat perusahaan globalnya dari Boston ke New York City, setelah mengajukan penawaran umum perdana AS secara rahasia awal tahun ini.

Dilansir dari Yahoo Finance, Senin (16/9/2024), Circle berencana untuk membuka kantor pusat barunya di One World Trade Center pada awal 2025, kata perusahaan itu dalam keterangan resminya.

Kepindahan Circle ke New York City merupakan tanda lain industri mata uang kripto ingin lebih terlibat dengan keuangan tradisional. Perusahaan seperti Goldman Sachs dan BlackRock juga berkantor pusat di Big Apple.

Circle mengajukan IPO pada Januari, yang diharapkan akan terjadi setelah Securities and Exchange Commission menyelesaikan proses peninjauannya, tergantung pada pasar dan kondisi lainnya.

Mata uang kripto seperti bitcoin menjadi lebih populer karena harga token telah melonjak ke titik tertinggi baru dan karena dana yang diperdagangkan di bursa yang melacak harga mereka telah memasuki pasar AS tahun ini.

Pertumbuhan itu juga telah diterjemahkan ke dalam stablecoin, sejenis mata uang kripto yang dipatok pada aset dunia nyata, sering kali dolar AS. USDC Circle adalah stablecoin terbesar kedua di dunia dan didukung oleh uang tunai dan setara kas, termasuk obligasi Treasury jangka pendek.

Ada sekitar USD 35 miliar atau setara Rp 539 triliun (asumsi kurs Rp 15.400 per dolar AS) token USDC yang beredar, turun dari puncaknya di atas USD 56 miliar atau setara Rp 862,4 triliun pada pertengahan 2022, menurut data pelacak pasar kripto CoinGecko.

Circle telah berupaya menjadi perusahaan yang diperdagangkan secara publik selama beberapa tahun, membatalkan kesepakatan untuk go public melalui perusahaan cek kosong pada 2022. Kesepakatan itu menilai perusahaan tersebut sebesar USD 9 miliar atau setara Rp 138,6 triliun.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

2 dari 3 halaman

Meneropong Prospek Harga Bitcoin Usai Pemilu AS

Standard Chartered memprediksi harga Bitcoin akan mencapai titik tertinggi baru pada akhir 2024. Terlepas dari siapa yang menang dalam pemilu Amerika Serikat (AS) mendatang. 

Kepala Global Penelitian Aset Digital di Standard Chartered, Geoff Kendrick memaparkan dua skenario. Pertama, jika Donald Trump kembali menjadi Presiden Amerika Serikat, harga Bitcoin diperkirakan akan melonjak hingga USD 125.000.

Sebaliknya, jika Kamala Harris terpilih, harga Bitcoin mungkin hanya mencapai USD 75.000. dengan kemungkinan penurunan sementara di awal kepemimpinannya.

Meskipun hasil pemilu AS kerap dianggap sebagai faktor penting yang memengaruhi pasar kripto, Kendrick menegaskan dampaknya tidak akan sebesar yang diperkirakan sebelumnya. 

Menurut dia, meskipun ada perbedaan kebijakan antara Donald Trump dan Harris, momentum pertumbuhan Bitcoin akan tetap kuat.

"Pemerintahan Harris akan lebih positif terhadap aset digital dibandingkan pemerintahan Biden saat ini," ujar Kendrick dilansir dari laman resmi Tokocrypto. 

Namun, ia memperingatkan di bawah kepemimpinan Harris, pasar mungkin akan mengalami koreksi harga awal. Meski begitu, ia meyakini pasar akan pulih seiring dengan perbaikan di sisi regulasi serta faktor-faktor positif lainnya yang mulai mendorong harga kembali naik.

 

 

3 dari 3 halaman

Kekhawatiran Terbesar

Selain memproyeksikan harga Bitcoin di akhir 2024, Standard Chartered tetap optimistis harga Bitcoin akan mencapai USD 200.000 pada 2025. Bitcoin, yang sebelumnya mencapai puncak USD 73.000 pada Maret 2024, kini berfluktuasi di kisaran USD 55.000-70.000.

Salah satu kekhawatiran terbesar terkait kepemimpinan Kamala Harris yakni kemungkinan adanya hambatan regulasi yang berkelanjutan dari kebijakan Biden. 

Namun, Kendrick optimistis pemerintahan Harris masih akan lebih tidak negatif terhadap aset digital dibandingkan jika Biden melanjutkan kepresidenannya.

Di sisi lain, Kendrick melihat faktor eksternal, seperti kurva Departemen Keuangan AS yang semakin curam, sebagai salah satu pendorong positif yang bisa membantu pertumbuhan Bitcoin di masa mendatang.

Video Terkini