Sukses

Waspada Pemilik Bitcoin, Stimulus Ekonomi China Sudah Kehilangan Daya Tarik

Sebagian besar analis kripto memperkirakan stimulus China dan pemotongan suku bunga The Fed akan mendorong harga bitcoin (BTC) menembus level USD 100.000 dalam beberapa bulan mendatang.

Liputan6.com, Jakarta - China baru-baru ini meluncurkan serangkaian stimulus ekonomi yang terbesar sejak 2008. Memicu reli saham China dan aset berisiko di seluruh dunia, termasuk bitcoin.

Sebagian besar analis kripto memperkirakan stimulus China dan pemotongan suku bunga The Fed akan mendorong harga bitcoin (BTC) menembus level USD 100.000 dalam beberapa bulan mendatang.

Namun, sebuah firma investasi asal Kanada BCA Research berpendapat, reli ini mungkin tidak akan bertahan lama lantaran stimulus terbaru China gagal menghasilkan lonjakan impuls kredit yang signifikan. Seperti yang terjadi dalam dua dekade terakhir, termasuk di 2015.

Impuls kredit mengacu pada aliran kredit baru yang dikeluarkan melalui pinjaman dan instrumen utang lainnya sebagai persentase dari produk domestik bruto (PDB).

Sejak kejatuhan 2008, analis telah melacak dengan cermat impuls kredit China sebagai indikator utama pertumbuhan ekonomi dan reli risk-on di seluruh dunia. Indikator tersebut secara historis bertepatan dengan dasar pasar bitcoin yang sedang lesu.

Dorongan kredit mencapai puncaknya pada ¥ 15,5 triliun mm selama siklus pelonggaran bullish besar terakhir pada 2015, setara dengan 15 persen dari PDB.

Saat itu, saham China yang diwakili oleh CSI 300 melonjak lebih dari dua kali lipat dalam enam bulan. Sementara BTC mencapai titik terendah mendekati USD 100. Lalu berbalik naik untuk kenaikan dua tahun yang mencapai puncaknya mendekati USD 20.000 pada Desember 2017.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

 

2 dari 2 halaman

Membalikkan Tren

Sejak saat itu, ekonomi China telah meningkat dua kali lipat dalam hal PDB nominal. Berarti dorongan kredit selama siklus saat ini perlu mencapai puncaknya pada ¥ 27 triliun untuk memiliki dampak bullish yang sama pada ekonomi dan pasar.

Di sisi lain, angka puncak terbaru dalam dorongan kredit kurang dari ¥ 5 triliun. "Sehingga untuk menyamai episode 2015, langkah-langkah terbaru akan membutuhkan amplitudo lima kali lebih besar dari puncak terbaru," kata BCA Research dikutip dari laman Yahoo Finance.

Membalikkan tren penurunan dalam impuls kredit pun dinilai tidak mudah dilaksanakan. Lantaran ada sejumlah faktor yang bisa mendorongnya lebih tinggi semisal ledakan pasar perumahan sudah tidak lagi ada.

"Selama 2000-2020, ketika lonjakan padar perumahan China sedang berlangsung, kurva kredit eksponensial dapat disalurkan ke sektor perumahan dan konstruksi. Namun sekarang, tanpa tujuan alternatif untuk penggunaan kredit yang produktif dengan besaran yang sama, akan sulit untuk menghasilkan impuls kredit bernilai jumbo seperti itu," terang analis BCA.