Liputan6.com, Jakarta - Crypto.com mengajukan gugatan terhadap Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) setelah menerima pemberitahuan yang menunjukkan niat regulator untuk menuntut Crypto.com karena beroperasi sebagai pialang-pedagang saham dan lembaga kliring sekuritas yang tidak terdaftar.
Crypto.com menjelaskan gugatan tersebut menyatakan regulator telah secara sepihak memperluas yurisdiksinya melampaui batas hukum.
Baca Juga
Menurut perusahaan, SEC secara terpisah juga telah menetapkan aturan yang melanggar hukum perdagangan hampir semua aset kripto adalah transaksi sekuritas tidak peduli bagaimana cara penjualannya.
Advertisement
Pemberitahuan tersebut merupakan yang terbaru dalam serangkaian tindakan penegakan hukum yang diajukan oleh SEC terhadap industri kripto dalam beberapa tahun terakhir.
Perusahaan termasuk Kraken, Coinbase, Consensys, dan Uniswap semuanya telah menjadi target pemberitahuan atau gugatan hukum tersebut di masa lalu, dengan beberapa masih terlibat dalam proses hukum.
Kepala Eksekutif Crypto.com, Kris Marszalek mengatakan, kelakuan SEC yang tidak sah dan pembuatan peraturan yang melanggar hukum terkait kripto harus dihentikan.
"Gugatan tersebut berupaya mencegah SEC dari memperluas yurisdiksi-nya secara tidak sah untuk mencakup penjualan pasar sekunder dari token jaringan tertentu yang dijual di platform Crypto.com,” kata Marszalek, dikutip dari Yahoo Finance, Rabu (9/10/2024).
Crypto.com didirikan pada 2016 di Hong Kong dan berganti nama menjadi Crypto.com pada 2018 setelah pembelian domain tersebut. Marszalek mengatakan dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg awal tahun ini platformnya memiliki lebih dari 80 juta pengguna terdaftar.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
SEC Hadapi Tantangan Mengatur Aset Kripto
Sebelumnya, sepanjang 2024, sektor mata uang kripto menjalani pemeriksaan regulasi yang ketat di Amerika Serikat (AS), khususnya dari Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC), yang telah mengajukan beberapa tuntutan hukum terhadap bursa dan produk kripto.
Dilansir dari Coinmarketcap, Senin (30/9/2024), meskipun begitu, tak mudah untuk SEC untuk bisa menegakkan aturan keras kepada industri kripto di AS. Pertikaian hukum ini telah memicu perdebatan luas mengenai pendekatan regulasi terhadap mata uang kripto.
Kasus penting melibatkan Coinbase, bursa utama, yang telah mengambil tindakan hukum terhadap SEC untuk mendapatkan kejelasan tentang regulasi.
Langkah ini menyoroti meningkatnya ketegangan antara badan regulasi dan industri kripto yang berkembang pesat. Keputusan Coinbase untuk menuntut SEC bermula dari tuduhan penjualan sekuritas yang tidak terdaftar.
Bursa tersebut berpendapat SEC telah gagal memberikan pedoman regulasi yang jelas, sehingga menciptakan ketidakpastian di pasar kripto. Menurut tim hukum Coinbase, tidak adanya aturan khusus berdampak buruk pada bisnis Web3 dan menghambat inovasi dalam sektor tersebut.
Advertisement
Kritik Penanganan Kripto
Hakim yang terlibat dalam proses tersebut mengkritik penanganan SEC terhadap regulasi mata uang kripto. Hakim Stephanos Bibas menyatakan keheranannya atas ketidakmampuan SEC untuk mendefinisikan kebijakannya dengan jelas, terutama mengenai bagaimana pengujian tradisional seperti Howey Test berlaku untuk mata uang digital seperti Bitcoin dan Ether.
Selain itu, Hakim Thomas Ambro menyuarakan sentimen ini, mengkritik SEC atas pendekatannya yang tampaknya tidak logis, yang tampaknya menekan industri tanpa memberikan arahan yang jelas.
Strategi SEC saat ini dapat menghambat kemajuan teknologi dan inovasi di bidang mata uang kripto. Perusahaan-perusahaan dalam sektor tersebut menuntut kerangka peraturan yang transparan dan konsisten untuk memastikan praktik yang adil.
Kritik pengadilan berpotensi memengaruhi kebijakan peraturan di masa mendatang, yang mengarah pada tata kelola aset digital yang lebih baik.
Terindikasi Skema Ponzi Kripto, SEC Bekukan Aset Dua Bersaudara di AS
Sebelumnya, Komisi Sekuritas dan Bursa AS (SEC) mengumumkan mereka telah membekukan aset Jonathan Adam dari Angleton, Texas, dan saudaranya, Tanner Adam, dari Miami, Florida, beserta perusahaan mereka, GCZ Global LLC dan Triten Financial Group LLC.
SEC menuduh kedua bersaudara itu mengoperasikan skema Ponzi senilai USD 60 juta atau setara Rp 924,8 miliar (asumsi kurs Rp 15.424 per dolar AS), yang berdampak pada lebih dari 80 investor di seluruh Amerika Serikat.
Menurut pengaduan SEC, antara Januari 2023 dan Juni 2024, Adams secara keliru menjanjikan kepada investor hingga 13,5 persen keuntungan bulanan melalui "bot" perdagangan aset kripto.
Associate Director of Enforcement di Kantor Regional SEC Atlanta, Justin C Jeffries mengatakan, kedua bersaudara Adam menjanjikan keuntungan tinggi kepada investor mereka atas investasi kripto yang tidak ada, dan kemudian menggunakan dana investor untuk melakukan pembayaran seperti Ponzi.
"Keduanya menggunakan dana nasabah untuk membeli barang-barang desainer, kendaraan rekreasi, dan rumah seharga jutaan dolar,” kata Jeffries, dikutip dari Bitcoin.com, ditulis Sabtu (31/8/2024).
SEC mengklaim bot dan kumpulan pinjaman yang dijelaskan kepada investor tidak ada, dan dana investor malah disalahgunakan untuk penggunaan pribadi dan untuk melakukan pembayaran kepada investor sebelumnya.
Pengaduan tersebut selanjutnya mengungkapkan bahwa Tanner Adam diduga menggunakan uang investor untuk membiayai kondominium Miami senilai USD 30 juta, sementara Jonathan Adam dituduh menghabiskan USD 480.000 untuk kendaraan.
Advertisement