Sukses

Sindikat Kriminal ASEAN Gunakan Kripto untuk Pencucian Uang dan Penipuan

Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Masood Karimipour, menjelaskan bahwa sindikat kriminal di wilayah ini menggunakan kripto untuk menyamarkan aktivitas ilegal mereka.

 

Liputan6.com, Jakarta Kantor PBB untuk Narkoba dan Kejahatan (UNODC) merilis laporan terbaru yang mengungkap bagaimana sindikat kriminal di Asia Tenggara semakin mengandalkan mata uang kripto dan kecerdasan buatan (AI) generatif untuk menjalankan kejahatan yang lebih canggih.

Kripto sebagai Alat Menyembunyikan Jejak Kejahatan

Perwakilan Regional UNODC untuk Asia Tenggara dan Pasifik, Masood Karimipour, menjelaskan bahwa sindikat kriminal di wilayah ini menggunakan kripto untuk menyamarkan aktivitas ilegal mereka.

Strategi ini membuat pendeteksian kejahatan seperti penipuan, pencucian uang, perbankan gelap, dan penipuan daring menjadi semakin sulit.

Menurut laporan UNODC, pada tahun lalu, kelompok-kelompok kriminal terorganisasi ini menyebabkan kerugian finansial hingga USD 37 miliar atau setara Rp 578,3 triliun (kurs Rp 15.631 per USD).

Peran Kripto dan Platform Tidak Teratur

UNODC mengungkap bahwa ekosistem keuangan gelap di kawasan Asia Tenggara, seperti kasino tidak teregulasi, platform perjudian daring ilegal, dan mata uang kripto, menjadi bagian dari infrastruktur yang dimanfaatkan sindikat kriminal.

“Munculnya penyedia layanan aset virtual (VASP) berisiko tinggi tanpa pengawasan menjadi kendaraan baru yang mendukung aktivitas kriminal ini,” ungkap laporan tersebut. VASP ini melayani industri kriminal tanpa akuntabilitas yang memadai.

 

2 dari 2 halaman

Kejahatan Siber dan Stablecoin

Sebagian besar kejahatan siber ini dilakukan melalui platform seperti Telegram, dengan memanfaatkan stablecoin, yaitu aset digital yang nilainya dipatok pada mata uang stabil seperti dolar AS atau emas.

Stablecoin kini menjadi fondasi utama dalam kejahatan berbasis kripto, menyumbang hingga 70 persen dari total kasus penipuan kripto di seluruh dunia pada tahun lalu.

Selain itu, jaringan blockchain seperti TRON mencatatkan peningkatan transaksi ilegal, dengan 45 persen aktivitas kripto ilegal terjadi di jaringan ini. Ethereum mencatat 24 persen, sementara Bitcoin menyumbang 18 persen dari total transaksi ilegal.

Rekomendasi UNODC untuk Mengatasi Kejahatan Kripto

UNODC menyerukan kepada pembuat kebijakan di Asia Tenggara untuk:

  • Memperketat regulasi kripto agar dapat menekan penyalahgunaan teknologi.
  • Melarang operasional VASP yang tidak memiliki lisensi untuk mengurangi risiko aktivitas ilegal.
  • Menindak tegas bursa kripto tidak teregulasi yang menjadi sarana kejahatan.

Peringatan untuk Investor Kripto

Laporan ini menjadi pengingat bagi para investor untuk selalu berhati-hati. Penting untuk mempelajari dan menganalisis risiko sebelum melakukan investasi dalam mata uang kripto.

 

Disclaimer: Keputusan investasi sepenuhnya berada di tangan pembaca. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang diakibatkan oleh keputusan investasi.

Video Terkini