Sukses

Perketat Pengawasan Kripto, China Bikin Aturan Baru Valuta Asing

Penggunaan yuan untuk membeli aset kripto sebelum mengonversinya ke mata uang asing sekarang akan diklasifikasikan sebagai aktivitas keuangan lintas batas, sehingga semakin sulit untuk menghindari aturan valas negara tersebut.

Liputan6.com, Jakarta - Regulator valuta asing Tiongkok mengumumkan aturan baru yang bertujuan untuk memperketat pengawasan terhadap aktivitas mata uang kripto. Aturan ini mengharuskan bank untuk memantau dan melaporkan perdagangan berisiko, termasuk yang melibatkan aset digital seperti Bitcoin.

Dilansir dari Yahoo Finance, Jumat (3/1/2025), Administrasi Negara Valuta Asing (SAFE) menyatakan bank harus mengidentifikasi transaksi berisiko tinggi berdasarkan faktor-faktor seperti identitas individu atau lembaga yang terlibat, sumber dana mereka, dan frekuensi perdagangan.

Tujuannya adalah untuk mengekang aktivitas keuangan ilegal seperti perbankan bawah tanah, perjudian lintas batas, dan transaksi kripto ilegal lainnya.

Sebagai bagian dari langkah-langkah ini, lembaga keuangan diharapkan untuk menerapkan prosedur pengendalian risiko dan membatasi layanan kepada entitas yang dianggap berisiko tinggi. Langkah regulasi ini dilakukan saat Tiongkok terus menindak mata uang kripto, yang dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas keuangan.

Menurut Liu Zhengyao, seorang pengacara yang berbasis di Shanghai, aturan baru tersebut akan memberikan kerangka hukum untuk menghukum perdagangan mata uang kripto.

Ia menjelaskan penggunaan yuan untuk membeli aset kripto sebelum mengonversinya ke mata uang asing sekarang akan diklasifikasikan sebagai aktivitas keuangan lintas batas, sehingga semakin sulit untuk menghindari aturan valas negara tersebut.

Sikap Tegas

Pemerintah Tiongkok telah lama mempertahankan sikap tegas terhadap aset digital. Sejak 2017, Tiongkok telah melarang penawaran koin perdana (ICO), menutup bursa mata uang kripto, dan melarang lembaga keuangan terlibat dalam aktivitas kripto.

Tindakan pemerintah meningkat pada 2021 ketika penambangan Bitcoin dilarang, dan semua bisnis terkait kripto dinyatakan ilegal. Meskipun ada pembatasan ini, Tiongkok tetap menjadi pemegang Bitcoin terbesar kedua secara global, memiliki sekitar 194.000 BTC, senilai sekitar USD 18 miliar.

Aset-aset ini disita melalui tindakan penegakan hukum terkait dengan aktivitas terlarang, karena Tiongkok belum secara resmi membeli Bitcoin.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

2 dari 3 halaman

Presiden Xi Jinping Pede Ekonomi China Tumbuh 5% pada 2025

Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping memastikan bahwa perekonomian negaranya berada dalam jalur untuk tumbuh hingga 5% di tahun 2025.

Xi Jinping juga membantah kekhawatiran kebijakan ekonomi pemerintahan baru Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Donald Trump akan merugikan prospek Beijing pada 2025.

Mengutip The Guardian, Kamis (2/1/2025) Xi Jinping, dalam pidato tahunannya berusaha meredakan kekhawatiran ekonomi terbesar kedua di dunia itu akan goyah selama 12 bulan ke depan setelah pemerintah berjuang untuk mencegah resesi selama tahun 2024.

Xi Jinping mengatakan ekonomi China "secara keseluruhan stabil dan berkembang".

Dia juga menyebut, risiko di bidang-bidang utama ditangani secara efektif, sementara lapangan kerja dan harga tetap stabil.

Pidato tersebut menyusul pertemuan politbiro partai Komunis Chuna pada Desember 2024, yang secara luas dipandang sebagai sinyal komitmen terkuat terhadap stimulus ekonomi dalam satu dekade, menandai pergeseran ke arah subsidi yang lebih agresif dan pemotongan biaya pinjaman.

 

3 dari 3 halaman

Pembatasan Balasan

"Operasi ekonomi saat ini menghadapi beberapa situasi baru, tantangan dari ketidakpastian lingkungan eksternal dan tekanan transformasi dari pendorong pertumbuhan lama ke yang baru, tetapi ini dapat diatasi melalui kerja keras," jelas Xi Jinping.

Seperti diketahui, Presiden Terpilih AS Donald Trump sedang bersiap untuk mengenakan tarif tinggi pada barang impor dari China dalam menanggapi apa yang dinilainya sebagai subsidi yang tidak adil untuk produk industri China.

China juga diperkirakan akan menanggapi dengan pembatasan pada perusahaan-perusahaan AS yang beroperasi di China, termasuk perusahaan mobil Tesla milik Elon Musk.

Video Terkini