Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah exchange atau pertukaran kripto lokal di Indonesia menyesuaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Penyesuaian tarif PPN yang dilakukan exchange kripto lokal ini sebagai kepatuhan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024 dan PMK Nomor 81 Tahun 2024 yang mengatur tarif PPN untuk transaksi aset kripto serta barang tertentu lainnya.
Sebelumnya beredar pengumuman Tokocrypto yang memberitahukan mengenai biaya transaksi di Tokocrypto. Tokocrypto telah melakukan penyesuaian pada struktur biaya transaksi di platform Tokocrypto.
Baca Juga
Sehubungan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 131/2024 pasal 4, Tokocrypto akan mengikuti perubahan peraturan tersebut. Oleh karena itu, transaksi perdagangan kini dikenakan PPN sebesar 12 persen.
Advertisement
Penyesuaian itu akan diterapkan mulai 3 Januari 2025. Untuk transaksi yang terjadi pada tanggal 1 dan 2 Januari 2025, sebelum peraturan PMK 131 mulai diterapkan, selisih pajak tidak akan dibebankan kepada pengguna.
“Sebagai respons terhadap perubahan ini, kami perlu menyesuaikan sistem pajak dan struktur biaya transaksi agar sesuai dengan peraturan baru yang berlaku. Penyesuaian ini penting untuk memastikan kami tetap memenuhi kewajiban perpajakan yang berlaku pada setiap transaksi,” demikian seperti dikutip.
Tokocrypto Sesuaikan Pajak
Menanggapi hal itu, CMO Tokocrypto Wan Iqbal membenarkan hal itu. "Iya benar, ada penyesuaian pajak PPN sebesar 0,12 persen dari sebelumnya 0,11 persen,” ujar dia dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com.
Ia menjelaskan, penyesuaian tarif PPN ini dilakukan sebagai bentuk kepatuhan terhadap Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 131 Tahun 2024 dan PMK No. 81 Tahun 2024, yang mengatur tarif PPN untuk transaksi aset kripto serta barang tertentu lainnya.
PMK No. 131 Tahun 2024 menetapkan dasar pengenaan pajak (DPP) untuk barang tertentu yang tidak tergolong mewah dihitung sebesar 11/12 dari nilai transaksinya. Namun, khusus untuk transaksi jual-beli aset kripto, ketentuannya diatur lebih lanjut dalam PMK No. 81 Tahun 2024 dan ketetapan PMK 68/2022 sehingga tarif efektif yang berlaku tetap mengacu pada aturan tersebut.
Aset kripto tidak termasuk dalam kategori Barang Kena Pajak (BKP) yang PPN-nya dihitung berdasarkan DPP nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual, karena penyerahan aset kripto dikenai tarif PPN tertentu sebagaimana diatur dalam PMK No. 81 Tahun 2024. “Hal ini mencerminkan adanya perlakuan pajak khusus untuk transaksi aset kripto,” kata dia.
Pertimbangan Karakteristik Kripto yang Berbeda
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b PMK No. 131 Tahun 2024, pelaku usaha yang bertindak sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut, menghitung, dan menyetorkan PPN atas penyerahan BKP/JKP tertentu, sesuai ketentuan yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Ketentuan ini mengecualikan penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 dalam PMK yang sama.
“Tarif pajak ini dirancang khusus untuk memberikan perlakuan khusus bagi aset kripto, dengan mempertimbangkan karakteristiknya yang berbeda dari barang dan jasa pada umumnya,” tutur dia.
Indodax Sesuaikan Perubahan Biaya
Demikian juga penyesuaian pajak atas transaksi kripto dilakukan Indodax. CEO Indodax Oscar Darmawan, pihaknya juga menerapkan PPN atas transaksi kripto sebesar 0,12 persen dari sebelumnya 0,11 persen.
"Kripto punya aturan pajak khusus 1 persen dari PPN. Kripto bukan barang umum dan punya PMK sendiri. Pengenaan pajak atas transaksi kripto menjadi 0,12 persen dari sebelumnya 0,11 persen,” kata dia saat dihubungi Liputan6.com.
Oscar menuturkan, pihaknya mendukung kebijakan pemerintah tersebut. Sejak awal 2025, Indodax juga telah menyesuaikan pajak atas transaksi kripto menjadi 0,12 persen. “Kalau beli dikenakan pajak PPN, dan jual dikenakan PPh,” kata Oscar.
Advertisement
PINTU Sesuaikan Perubahan Biaya
Selain itu, exchanger kripto PINTU juga menyesuaikan tarif PPN itu. “Setiap transaksi pembelian spot di aplikasi Pintu dan Pintu Pro akan dikenakan tambahan biaya sebesar 0,12 persen dari nilai transaksi sebagai PPN,” demikian seperti dikutip dari laman PINTU.
Sedangkan tarif PPh sebesar 0,1 persen tetap berlaku pada transaksi penjualan spot. Adapun biaya PPN akan otomatis ditambahkan ke total transaksi sehingga investor tidak perlu menghitung secara manual.
Perubahan tarif PPN ini juga bagian dari kepatuhan terhadap PMK No. 131 Tahun 2024 dan PMK No. 81 Tahun 2024, yang mengatur tarif pajak khusus untuk transaksi aset kripto. PMK No. 131 Tahun 2024 menyatakan bahwa untuk barang tertentu yang tidak tergolong mewah, dasar pengenaan pajaknya dihitung sebesar 11/12 dari nilai transaksi.
Namun, transaksi jual beli aset kripto diatur secara khusus dalam PMK No. 81 Tahun 2024, sehingga tarif efektif untuk pembelian aset kripto tetap mengacu pada ketentuan tersebut. Tarif ini dirancang sebagai perlakuan pajak khusus, mengingat sifat aset kripto yang berbeda dengan barang atau jasa pada umumnya.
Dampak Kenaikan PPN: Ekspektasi Inflasi Jadi Tantangan Baru buat Pemerintah
Sebelumnya, kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang hanya dibebankan pada barang dan jasa mewah diperkirakan tidak akan mengganggu perekonomian secara keseluruhan.
Namun, Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS Nailul Huda, menyoroti bahwa ada faktor lain yang perlu diperhatikan, yakni inflasi yang timbul akibat ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN, atau yang dikenal dengan istilah expected inflation.
“Namun demikian, sudah ada inflasi yang disebabkan ekspektasi masyarakat terhadap kenaikan tarif PPN atau disebut expected inflation,” kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Jumat (3/1/2025).
Menurut Huda, fenomena inflasi ini sudah mulai terasa di lapangan, di mana sejumlah barang kebutuhan sehari-hari mengalami kenaikan harga. Kenaikan ini tidak sepenuhnya disebabkan oleh perubahan langsung dalam tarif PPN, melainkan lebih kepada persepsi dan antisipasi penjual yang mencoba mengakomodasi potensi perubahan tarif tersebut.
Ketidakpastian mengenai penerapan kenaikan tarif PPN oleh pemerintah turut memicu kekhawatiran ini, menciptakan tekanan pada harga barang.
“Terdapat kenaikan di beberapa barang kebutuhan sehari-hari yang diakibatkan ekspektasi penjual terhadap kenaikan tarif PPN. Tentu fenomena ini ditimbulkan akibat ketidakpastian dari pemerintah soal penerapan kenaikan tarif PPN,” ujarnya.
Advertisement
Bakal Ganggu Konsumsi pada Awal 2025
Di sisi lain, Huda memperkirakan bahwa dampak inflasi akibat ekspektasi tersebut akan lebih terasa dalam beberapa bulan pertama di tahun 2025, khususnya dalam konsumsi masyarakat.
“Maka, memang bakal ada gangguan terhadap konsumsi masyarakat di dua-tiga bulan awal 2025,” ujarnya.
Pasalnya, adanya ketidakpastian mengenai waktu dan rincian penerapan kenaikan tarif PPN dapat menyebabkan gangguan dalam pola konsumsi, terutama pada barang-barang yang rentan terhadap perubahan harga.
Meskipun demikian, Huda menekankan kenaikan PPN ini tidak akan berpengaruh signifikan pada perekonomian secara umum jika diterapkan dengan tepat dan terencana. Dengan kata lain, kebijakan ini masih bisa dikelola dengan baik oleh pemerintah asalkan informasi yang jelas dan konsisten diberikan kepada masyarakat dan pelaku pasar.