Sukses

Kena Sanksi Barat, Perusahaan Minyak Rusia Beralih Pakai Kripto

Langkah ini terjadi di tengah sanksi ekonomi negara Barat yang masih berlaku.

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan minyak di Rusia dilaporkan menggunakan Bitcoin, Ethereum, dan stablecoin untuk mengonversi Yuan China dan Rupee India menjadi Rubel untuk perdagangan.

Langkah ini terjadi di tengah sanksi ekonomi negara Barat yang masih berlaku.

Mengutip Cryptonews, Sabtu (15/3/2025) sebuah sumber terkait melaporkan bahwa perusahaan minyak di Rusia kini secara aktif beralih ke mata uang kripto untuk memindahkan uang antara China dan India.

Salah satu sumber juga mengatakan, beberapa perusahaan minyak Rusia menggunakan Bitcoin, Ethereum, dan Stablecoin seperti Tether untuk memperlancar konversi Yuan China dan Rupee India ke Rubel Rusia.

Meskipun lebih banyak perusahaan menggunakan kripto, kripto masih merupakan bagian kecil dari perdagangan minyak Rusia, sumber itu menambahkan.

Dalam satu contoh, pembeli asal China melakukan pembayaran dalam yuan ke rekening luar negeri.

"Kemudian, perantara mengubahnya menjadi kripto dan mentransfernya ke rekening lain dan dari sana, dikirim ke rekening ketiga di Rusia dan dikonversi ke rubel," ungkap dua sumber.

Crypto.news sebelumnya melaporkan bahwa Bank Rusia mengusulkan kerangka kerja yang diatur untuk investasi mata uang kripto di bawah rezim hukum eksperimental selama tiga tahun.

Rencana tersebut akan membatasi partisipasi hanya untuk investor yang "sangat memenuhi syarat" dengan lebih dari 100 juta rubel dalam bentuk sekuritas dan deposito atau pendapatan tahunan yang melebihi 50 juta rubel.

Pada Mei 2024, laporan Bloomberg juga menyebutkan bahwa dua produsen logam terbesar Rusia yang tidak diberi sanksi mulai menggunakan stablecoin USDT Tether untuk transaksi lintas batas dengan klien dan pemasok mereka di China.

 

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Promosi 1
2 dari 3 halaman

Alami Krisis Energi, Negara Ini Beli Bensin Pakai Kripto

Bolivia memutuskan untuk menggunakan mata uang kripto untuk membayar impor energi di tengah kekurangan dolar dan krisis bahan bakar di negara itu.

Mengutip Channel News Asia, Kamis (13/3/2025) pembelian minyak dan gas dengan penggunaan kripto dilakukan oleh perusahaan energi yang dikelola pemerintah Bolivia, YPFB.

Dilaporkan, Bolivia tengah dihadapi dengan penurunan cadangan mata uang asing setelah ekspor gas alamnya menurun selama beberapa tahun, yang telah memicu krisis bahan bakar di negara itu dengan antrean panjang di pom bensin dan protes di sejumlah wilayahnya.

Seorang juru bicara YPFB mengatakan, pihaknya telah menerapkan sebuah sistem penggunaan mata uang kripto untuk membeli impor bahan bakar setelah persetujuan pemerintah menggunakan aset digital guna membantu memenuhi permintaan energi.

"Mulai sekarang, transaksi (mata uang kripto) ini akan dilakukan," kata juru bicara YPFB.

 

3 dari 3 halaman

Untuk Dukung Subsidi

Perusahaan itu menambahkan sistem pembelian baru itu dirancang untuk membantu mendukung subsidi bahan bakar nasional di Bolivia di tengah kekurangan mata uang keras.

Seorang juru bicara pemerintah juga mengatakan bahwa YPFB sebelumnya belum pernah menggunakan mata uang digital untuk membeli impor energi, tetapi sudah direncanakan untuk melakukannya.

Bolivia, yang selama puluhan tahun menjadi pengekspor energi bersih karena cadangan gasnya yang besar, telah menjadi bergantung pada impor karena produksi gas dalam negeri telah berkurang di tengah kurangnya penemuan baru yang besar.

Selanjutnya: Alami Krisis Energi, Negara Ini Beli Bensin Pakai Kripto
Produksi Liputan6.com