Liputan6.com, Jakarta - Dalam visi PBB, inklusi difabel bukan hanya soal hak asasi manusia, tetapi juga untuk menyukseskan agenda 2030 tentang Pembangunan Berkelanjutan atau SDG's.
Visi itu dibacakan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada konferensi tahunan mengenai konvensi hak-hak penyandang disabilitas, seperti dikutip dari www.difabelnews.com, Jumat (13/9/2019).
Gutters mengklaim telah membuat terobosan baru sebuah rancangan strategi inklusi diafbel yang disebut sebagai transformasi baru.
Advertisement
"Ketika kita berjuang untuk mengamankan hak-hak itu, kita menggerakkan dunia kita lebih dekat untuk menegakkan nilai-nilai inti dan prinsip-prinsip Piagam PBB. Ketika kita menghapus kebijakan yang menghambat peluang difabel maka seluruh dunia akan mendapat manfaat," ujar Guterres dalam teks pidatonya.
Untuk itu, Guterres yang berkewarganegaraan Portugal itu berharap dengan transformasi barunya itu bisa meningkatkan standar kinerja PBB tentang inklusi difabel di seluruh dunia. Sehingga, upaya mewujudkan perubahan terpadu dan transformatif bisa sukses.
"Tujuan simultan dari strategi baru tersebut akan membidik akuntabilitas kerja dalam memantau kemajuan dan mengatasi tantangan sehingga strategi baru memiliki tolok ukur yang jelas dan akan mendorong lebih banyak difabel untuk bekerja dengan didukung secara maksimal oleh PBB," ucapnya.
Dalam konsep tersebut, Guterres menginginkan PBB menjadi sebuah wadah besar pilihan bagi para difabel sehingga bisa sepenuhnya diakses untuk semua orang.
"Kita tidak bisa lagi menjadi platform untuk perubahan ketika para difabel tidak dapat mengakses platform kita." tutur Gutters.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Berusaha Keras
Jika masalah para difabel adalah masalah keadilan dan investasi sosial masa depan maka PBB harus menempuh jalan panjang dengan mengubah pola pikir, hukum, dan kebijakan publik tiap Negara anggota.
Guterres sempat menyinggung, Laporan Khusus PBB tentang Difabel dan Pembangunan pada tahun lalu. Isinya menyoroti tantangan utama dunia yaitu tingkat kemiskinan, kurangnya akses pendidikan, layanan kesehatan, akses pekerjaan, dan kurang terwakilinya difabel dalam pembuatan kebijakan, pengambilan keputusan, dan partisipasi publik.
Dan pada faktanya, itulah persoalan utama Indonesia sekarang. Meski bukan barang baru, persoalan ini pun tak kunjung ada perubahan signifikan di Indonesia.
Kita masih harus mati-matian untuk mengatasi diskriminasi dan pengucilan, khususnya terhadap anak perempuan dan perempuan difabel. Belum lagi persoalan transportasi, infrastruktur, teknologi informasi, dan menjadikan terintegrasinya desa-kota secara inklusif.
PBB yang dicanangkan Guterres kepada difabel juga melibatkan Pelapor Khusus tentang Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
Catalina Devandas yang menjadi pelapor khusus mengatakan, meskipun ada banyak agenda dan prioritas yang bersaing, hak-hak penyandang difabel tidak dapat dipinggirkan.
Devandas juga memuji Strategi Inklusi Disabilitas PBB yang baru untuk memastikan bahwa orang-orang difabel terakomodir dalam semua upaya pembangunan dan hak asasi manusia.
Ia menyebut program ini dengan istilah proposal ambisius yang cakupannya besar, sehingga bisa menjadi titik balik untuk dimasukkannya difabel di semua pilar program PBB.
Pakar PBB menyerukan negara-negara anggota untuk secara politis dan finansial mendukung strategi tersebut, menandainya sebagai investasi yang baik dalam memperkuat kapasitas PBB untuk memberikan dukungan yang lebih baik dan lebih besar pada upaya nasional untuk mewujudkan hak-hak difabel.
(Desti Gusrina)
Advertisement