Sukses

Berdakwah bagi Difabel Melalui Bahasa Isyarat

Banyak teman-teman difabel tuli menceritakan, kegiatan dakwah tidak ada yang menerjemahkan dengan bahasa isyarat.

Liputan6.com, Jakarta - Bahasa isyarat adalah bahasa yang digunakan orang yang memiliki hambatan pendegaran dan bicara atau mungkin kita sering sebut difabel tuli.

Bahasa isyarat merupakan bahasa yang mengkombinasikan bentuk tangan, orientasi, gerak tangan, lengan, bibir,dan tubuh serta ekspresi wajah untuk mengungkapkan pikiran mereka.

Dilansir dari www.newsdifabel.com, Selasa (17/9/2019), menurut data dari Kementerian Sosial RI pada 2011, jumlah data penyadang difabel di Indonesia adalah 3,11 persen atau 6.7 juta jiwa dan di antaranya 602.784 jiwa adalah difabel tuli.

Dalam kunjungannya di panti asuhan Yayasan Beringin Bhakti, Jalan Pangeran Cakrabuana Desa Kepongpong, Kabupaten Cirebon, tiga orang difabel rungu yaitu Yahya, Bara, dan Syahrudin bersafari ramadan untuk memperkenalkan ilmu agama Islam melalui penggunaan bahasa isyarat.

Menurut Joko (41) selaku pimpinan rombongan safari menuturkan,bahwasannya teman-teman difabel tuli ini sangat membutuhkan bekal agama.

Sangat miris jika di antara mereka tak ada yang memahami tentang ilmu agama. Ilmu yang disebarkan memang tak sebatas tentang gerak salat, termasuk pemaham teologis.

Menurut pengalaman ketika bersafari, banyak teman-teman difabel tuli menceritakan, kegiatan dakwah tidak ada yang menerjemahkan dengan bahasa isyarat.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Ajarkan Agama dengan Bahasa Isyarat

Senada dengan penuturan salah satu penyandang difabel tuli, Abdullah (32) yang juga salah satu anak panti di Yayasan Beringin Bhakti menuturkan belum pernah menemukan kegiatan ceramah atau khotbah Jumat ada yang menerjemahkan menggunakan bahasa isyarat.

"Saya hanya diam saja, tidur atau mungkin mengobrol dengan teman. Dari kunjungan teman-teman difabel tuli tadi bisa sangat menyenangkan dan tahu banyak ilmu agama islam," ujar Abdullah.

Di saat yang sama, seorang siswi difabel tuli kelas 2 SMP di SLB B Beringin Bhakti, Sri Rahayu (15) menceritakan kepada sahabat delapan sahabat tuli lainnya.

"Ketika menonton ceramah di telebisi atau langsung, itu tidak ada orang yang menerjemahkan apa isi ceramah tersebut, bahwa dia dan teman-teman difabel tuli lainnya mungkin ingin mempelajari ilmu agama islam untuk bekal nanti ketika meninggal dunia," kata Sri Rahayu.

Abdullah dan Sri pun sepakat bahwasannya ketika ada kegiatan keagamaan baik langsung atau di televisi harus ada penerjemah bahasa isyarat untuk menjelaskan apa isi yang disampaikan oleh ustad atau ustadzah dalam ceramahnya.

"Saya dan teman difabel tuli lainnya tidak bisa mendengar, namun tetap mempunyai hak untuk tahu isi ceramah dengan bahasa isyarat," tuturnya .

Jika belajar komputer mungkin cukup diajarkan dan melihat apa yang diajarkan kepada difabel tuli, begitu juga ketika belajar menjahit, mereka dapat melihat langsung pasti bisa.

Berbeda dengan mempelajari ilmu agama, masih jarang orang yang minat membantu mengajarkan agama dengan menggunakan bahasa isyarat.

Joko berharap, ke depan banyak ustad atau pemuka agama yang mau belajar bahasa isyarat dan mau mengajarkan agama kepada teman-teman difabel.

Mungkin jika memang difabel netra jadi ustad atau hafiz Alquran itu biasa, namun alangkah luar biasanya jika difabel tuli juga menjadi hafiz Alquran untuk berdakwah di kalangan difabel tuli.

 

(Desti Gusrina)

Â