Liputan6.com, Jakarta - Rasanya tidak banyak penyandang disabilitas yang berani menjadi seorang pelawak tunggal atau stand up comedy atau komika. Apalagi dengan keterbatasan verbal atau suara dan fisiknya.
Namun hal itu tidak berlaku bagi Dani Aditya. Komika asal Malang, Jawa Timur itu mendalami stand up comedy sejak sekitar tiga tahun terakhir.
Baca Juga
Dani dengan percaya diri melempar candaan-candaan yang menjadi ciri khas pembawaannya. Bahkan, ia juga tidak segan menggunakan disabilitas kekurangan fisiknya menjadi materi lawakan.
Advertisement
"Kami ingin diperlakukan seperti orang lain. Gini-gini saya juga ingin tawuran lho, walaupun hanya bagian menjaga tas teman," kata Dani.
Dia menjelaskan, materi stand up comedy yang disampaikannya selama ini sebagai pesan dari para penyandang disabilitas kepada masyarakat.
"Dari situ, masyarakat diharapkan mengetahui yang diinginkan para penyandang disabilitas," ucap Dani.
Menurutnya, masyarakat tidak begitu memahami ketika berhadapan dengan penyandang disabilitas. Padahal, kata dia, para disabilitas ini tidak butuh diperlakuan khusus atau istimewa, justru ingin diperlakukan seperti kebanyakan orang.
"Saya ingin menyuarakan anak-anak seperti saya. Kita anak difabel tidak perlu dikasihani," papar Dani.
Â
Â
* Dapatkan pulsa gratis senilai Rp10 juta dengan download aplikasi terbaru Liputan6.com mulai 11-31 Oktober 2019 di tautan ini untuk Android dan di sini untuk iOS
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Semakin Tenar
Dani sukses masuk dalam Stand Up Comedy Kompas TV 5 (Suci 5), tetapi audisi sudah diikutinya sejak Suci 4. Pria kelahiran Malang, 17 November 1991 itu sudah beberapa kali mengikuti tur ke sejumlah kota di Indonesia.
Namanya pun semakin dikenal sebagai seorang komika penyandang disabilitas. Sepanjang sebagai komika, materi lawakan tentang disabilitas selalu dieksplore dan dibawakan di depan penggemarnya. Tetapi Dani tidak mau kondisinya itu sebagai bahan agar mendapat belas kasihan.
Setiap tampil di panggung, Dani harus berada di atas kursi roda karena kakinya memang tidak kuat menjadi tumpuan tubuhnya. Namun, saat berjalan atau ke mana pun, ia memilih jalan seperti kebanyakan orang.
"Kalau di panggung memang harus butuh kursi roda. Kalau akses ke panggung biasanya butuh dibantu petugas. Saya enggak kuat berdiri lama, tapi kalau jalan biasa ya," kata Dani.
Dani mengaku, tidak jarang menerima perlakuan yang justru terlihat sebagai bentuk belas kasihan.
Menurutnya, ada penonton ternyata yang tidak mau tertawa karena kasihan, padahal sebagai komika memang butuh ditertawakan.
"Kok anaknya kayak gini, kalau diketawain kasihan. Padahal memang saya cari tawa, bukan cari kasihan. Garing kalau tidak ada yang mau tertawa," tutup Dani.
Â
Reporter : Darmadi Sasongko
Sumber : Merdeka
Advertisement