Liputan6.com, Quito - Pada April 2017 Rakyat Ekuador memilih seorang penyandang disabilitas sebagai pemimpin mereka. Namanya Lenin Moreno.
Moreno mengalami kelumpuhan dalam insiden percobaan perampokan pada tahun 1998. Saat itu, ia dan istrinya sedang membeli roti. Pelaku menembakkan timah panas ke bagian belakang tubuhnya.
Setelah melalui masa penyembuhan yang sulit, Moreno memutuskan untuk "melanjutkan hidup". Pantang menyerah.
Advertisement
Ia kemudian menulis 10 buku motivasi, salah satunya berjudul, 'Laugh, Don’t be Ill' -- Tertawalah, Jangan Sakit.
Mantan guru itu juga mendirikan yayasan bernama Eventa, yang mengampanyekan hidup dengan penuh suka cita juga humor, berdasarkan pengalaman pribadinya mengatasi rasa sakit dan kehilangan.
Seiring waktu, Lenin Moreno menganggap, kelumpuhannya adalah berkah, bukan musibah. Kursi roda tak menghalanginya untuk berkarier di dunia politik.
"Ketika seseorang tidak memiliki kaki, ia akan belajar untuk melihat ke bawah," kata dia dalam kunjungannya ke Bank Dunia pada 2012, ketika menjabat wakil presiden, seperti dikutip dari The New York Times.
Moreno menambahkan, sementara orang-orang yang bisa berjalan cenderung melihat ke depan dan ke atas. Bukan ke bawah.
Berada di kursi roda, pria yang lahir pada 1953 itu mengaku memetik banyak pelajaran. "Bahwa ada kehidupan lain, eksistensin lain, sesama manusia yang membutuhkan banyak uluran tangan kita. Bagi saya, ini adalah pengalaman baru yang patut disyukuri," kata Lenin Moreno.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Merebut Kursi Presiden
Tak lama setelah bergantung dengan kursi roda, perjuangan hak-hak penyandang disabilitas menjadi bagian dari perjuangan politiknya. Moreno diangkat menjadi Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Disabilitas dan Aksesibilitas pada 2013.
Kelumpuhan ternyata juga tak menghalanginya merebut kursi orang nomor satu di negaranya. Pada 24 Mei 2017, ia dilantik menjadi Presiden Ekuador -- satu-satunya pemimpin negara yang menggunakan kursi roda saat itu.
Pencapaiannya dianggap membawa harapan baru bagi kaum disabilitas, tak hanya di negaranya, tapi juga dunia.
Seperti dikutip dari transfermaster.com, Selena Flores, yang sejak lama mengalami kelumpuhan akibat kecelakaan mengaku mendapatkan kursi roda pertamanya dari program yang dicetuskan Lenin Moreno.
"Ia membawa kami semua keluar dari keterasingan," kata dia kepada Miami Herald. "Kami tak lagi dianggap aib bagi keluarga. Bahkan kursi roda tak mampu menghentikannya -- ada abilitas dalam disabilitas."
Lenin Moreno menjadi pemimpin negara dengan disabilitas paling terkenal di dunia, sejak mantan Presiden Amerika Serikat Franklin D. Roosevelt, harus bergantung pada kursi roda karena polio, kala memimpin negaranya selama Depresi Besar (Great Depression) dan Perang Dunia II.
Advertisement
Cobaan untuk Sang Presiden
Seperti halnya pemimpin negara lain, masa pemerintahan Lenin Moreno mendapat berbagai cobaan.
Ia mewarisi utang dalam jumlah besar dari pendahulunya dan berupaya mengatasi imbasnya di bidang ekonomi.
Salah satunya adalah dengan memotong pengeluaran pemerintah, seperti mengakhiri subsidi bahan bakar sebesar 1,3 juta dolar AS per tahun dan beralih ke lembaga internasional seperti IMF untuk mendapatkan kredit.
Pencabutan subsidi adalah bagian paket reformasi fiskali pemerintah senilai AS$2 miliar, termasuk pelonggaran terhadap perlindungan pekerja, potongan pajak perusahaan, dan langkah-langkah lain untuk menggairahkan ekonomi.
Para pengunjuk rasa pun turun ke jalan, guna memprotes kebijakan pemerintah yang mencabut subsidi bahan bakar. Angkutan umum dan pengemudi truk memblokir jalan-jalan, serta mahasiswa dan pekerja turun ke jalan di beberapa kota.
Sektor bisnis terdampak. Efek demo meluas ke dunia penerbangan. American Airlines, Iberia, Air France, dan KLM mengubah rute penerbangan mereka setelah pemrotes memblokir semua rute masuk dan keluar Bandara Quito.
Unjuk rasa mereda setelah Presiden Lenin Moreno setuju untuk membatalkan upaya penghematan yang digugat pendemo.