Liputan6.com, Jakarta Indonesia pernah memiliki sosok guru difabel yang menginspirasi banyak orang. Masih dalam suasana Hari Guru Nasional yang diperingati setiap 25 November, Liputan6.com mengenang kembali sosoknya melalui artikel ini.
Sosok pahlawan tanpa tanda jasa itu bernama Een Sukaesih, lahir di Sumedang pada 10 Agustus 1963. Ia lulusan IKIP Bandung yang sekarang dikenal sebagai UPI Bandung.Â
Kisah difabel Een Sukaesih bermula dari penyakit rheumatoid arthritis yang menyerang tubuhnya. Akibat penyakit ini, sendi-sendi tubuh Een menjadi bengkak dan kaku. Karenanya, Een tidak bisa bergerak dan hanya bisa berbaring di tempat tidur selama 30 tahun.
Advertisement
Rheumatoid arthritis merenggut cita-cita Een untuk bisa mengajar murid di sekolah. Namun, Een bukan sosok yang gampang menyerah. Bermodal pengetahuan yang dimiliki, ia mewujudkan mimpi menjadi guru. Ia mengajar anak-anak di sekitar tempat tinggalnya, di Dusun Batu Karut, RT 01 RW 05 Cibeureum Wetan, Cimalaka, Sumedang, Jawa Barat.
Disabilitas tak membatasi semangat Een mengajar. Meski hanya bisa berbaring di tempat tidur ia tetap bisa menyebarkan ilmu pada anak-anak usia sekolah. Ia pun berhasil membangun Rumah Pintar Al-Barokah pada Juli 2013. Een membuka pintu lebar-lebar untuk siapa pun yang ingin belajar bersamanya.
Â
Â
Rumah Pintar Serba Guna
Kegiatan belajar-mengajar di Rumah Pintar Al-Barokah tidak dipungut biaya alias gratis. Kegigihan Een dilirik berbagai pihak sehingga dukungan dan bantuan bagi pembangunan rumah belajar pun mengalir.
Een ingin membuat rumah pintar yang serba guna. Ia ingin ada ruang belajar, perpustakaan, dan ruang pentas seni. Harapannya, rumah belajar itu dapat digunakan juga oleh seluruh lapisan masyarakat sekitar dalam berkegiatan seperti rapat ibu-ibu PKK, karang taruna, dan lainnya.
Een memegang teguh prinsip kasih sayang dan yakin dalam mengajar. Dua hal itu dianggap sebagai kunci keberhasilan dalam mengajar.Â
Een juga dikenal sebagai sosok yang relijius. Selain aktif mengajar pengetahuan formal atau umum, ia juga sering kali memberi pelajaran-pelajaran keagamaan. Tak jarang juga ia terlihat berdzikir di atas tempat tidurnya yang hanya berukuran 1x2 meter. Keteguhan hatinya membuat ia disebut sebagai guru qolbu.Â
"Saat mendapati masalah yakinlah, sebenarnya (kita) tengah dipersiapkan-Nya 'tuk menjadi sosok yang tegar dan berani," ujar Een semasa hidup.
Advertisement
Sang Guru Qolbu
Kegigihan dan semangat Een berhasil membuatnya menerima penghargaan Special Achievement Liputan6 Award untuk kategori Inovasi, Kemanusiaan, Pendidikan, Pemberdayaan Masyarakat dan Lingkungan pada 2013. Een membuktikan kepada semua orang bahwa keterbatasan fisik tidak membatasi dirinya untuk menyebar manfaat.
Kisah hidup Een yang menginspirasi diabadikan dalam berberbagai media, antara lain buku biografi Een Sukaesih Sang Guru Qolbu (2013) karya Zaenuddin MH dan film televisi (FTV) berjudul Ibu Een Guru Qolbu (2015). FTV Ibu Een Guru Qolbu itu bahkan disebut-sebut sebagai film televisi terbaik menurut warganet dan mendapat apresiasi dari Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Kabupaten Sumedang.Â
Een Sukaesih berpulang pada Jumat 12 Desember 2014. Ia tutup usia pada umur 51. Mantan Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) turut mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya Een melalui akun twitternya.
Kepergian Een tidak serta merta menghapus rekam jejak jasa dan perjuangannya dalam mencerdaskan anak bangsa. Semangat dan kegigihannya senantiasa dikenang oleh banyak pihak. Ibu guru Een sudah menginspirasi para guru dan para pengidap disabilitas bahwa keterbatasan tidak bisa membatasi mimpi.