Liputan6.com, Jakarta - Seorang wanita penyandang disabilitas celebral palsy, Ashleigh Ritchie yang berasal dari Sunderland, Tyne and Wear, Inggris mulai belajar seni saat usianya 16 tahun.
Dengan kondisinya tersebut, ia berharap dapat menghilangkan stigma negatif orang-orang tentang para penyandang disabilitas melalui menari dan pertunjukan kursi roda.
Dilansir dari metro.co.uk, Senin (2/12/2019), meski sudah belajar seni sejak usia 16 tahun, Ritchie mengubah jalur kariernya setelah diberi tahu bahwa dia tidak akan pernah mendapatkan pekerjaan dan berada di bidang yang salah.
Advertisement
Wanita berusia 38 tahun ini ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa penyandang disabilitas juga bisa menunjukkan bakat tari dan mampu memberikan hasil terbaik kepada penonton yang menyaksikannya.
Ritchie merancang koreografinya semaksimal mungkin untuk bisa ditampilkan di hadapan banyak orang. Biasanya, penari dengan pengguna kursi roda hanya menari dengan gerakan sederhana di atas kursi rodanya.
"Anda bisa menjadi siapa pun yang Anda inginkan ketika Anda menari. Saya menikmati semuanya tetapi saya melakukan sesuatu yang tidak banyak orang lakukan, yaitu keluar dari kursi roda. Ketika seseorang berpikir tentang penari kursi roda, mereka hanya menganggap mereka duduk di kursi. Orang-orang datang dan melihat Anda karena mereka ingin melihat Anda melakukan sesuatu yang berbeda, dan itu tidak biasa bagi orang cacat," cerita Ritchie.
Menurutnya, masih banyak masyarakat menganggap penyandang disabilitas adalah negatif. Dengan menari, Ritchie ingin mengubah pandangan mereka yang salah terhadap para penyandang disabilitas.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Raih Penghargaan dan Buat Channel YouTube
Ritchie mulai kembali ke dunia tari sejak 2015 lalu dan membuatnya meraih penghargaan Dance City’s Creative Summer, tempat ia kemudian merancang koreografinya sendiri.
Pekerjaannya ini digunakan Ritchie sebagai rehabilitasi untuk para penyandang disabilitas dan bisa dipamerkan, baik di sekolah maupun masyarakat.
Tetapi kendalanya saat ini adalah soal dana. Meskipun sudah mengajukan permohonan dana, namun Ritchie masih belum berhasil mendapatkan bantuan dana untuk mengangkat tempat tarinya itu.
Sebagai gantinya, Ritchie membuat saluran YouTube sendiri, dengan harapan mendapatkan dukungan dari penonton channel-nya dan bisa mendapat penghasilan dari video tersebut.
"Rasanya ketika Anda ditolak, Anda harus membuktikan diri. Saya harap saluran saya bisa naik, sehingga saya dapat menggunakan uang itu untuk menjalankan tempat tari saya dan membantu orang lain," kata Ritchie.
Ritchie mengatakan, konten yang dibuatnya berfokus pada pendidikan tentang penyandang disabilitas untuk menunjukkan apa yang bisa dihasilkan oleh mereka.
"Saya telah mencapai prestasi dalam menari dan saya ingin menunjukkan kepada orang lain bahwa mereka juga bisa," ujar Ritchie.
Mulai dari pembuatan video sampai dengan mengedit kontennya, Ritchie lakukan itu sendiri dengan bantuan dari pasangannya bernama Graham.
Menurut Ritchie, dalam videonya dia memerangi pemahaman masyarakat yang menganggap para penyandang disabilitas tidak akan pernah bisa punya rumah, tidak bisa melakukan hal yang disukai, tidak akan pernah bisa duduk, dan tidak akan pernah punya pacar.
Meski begitu, dirinya yakin sebenarnya banyak juga mereka yang tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja, kurangnya kesadaran dan pemahaman terhadap penyandang disabilitas membuat masyarakat menjadi diskriminasi terhadap penyandang disabilitas.
"Secara umum, kadang orang-orang memandang saya dengan aneh karena saya memiliki pasangan yang sehat atau kadang-kadang mereka akan bertanya apa itu ketidakmampuan Graham alih-alih hanya menerima bahwa ia sehat," kata Ritchie.
"Saya tidak perlu berpikir orang ingin melakukan diskriminasi, saya pikir mereka tidak memiliki pengetahuan. Saya bukan satu-satunya orang yang menghadapi diskriminasi, tetapi sudah jauh lebih baik sekarang karena ada orang yang dapat mendidik masyarakat. Masyarakat ingin belajar sekarang, mereka belum mendapatkan pengetahuan," sambung dia.
Ritchie mengatakan ia telah diberdayakan melalui pekerjaannya dalam kesetaraan dan memberi saran kepada organisasi, seperti Disability North dan tim Metrocentre di Tyne and Wear.
"Di masa lalu, pekerjaan dan kecacatan tidak selalu berjalan beriringan, tetapi sekarang tidak sesulit dulu berkat metode seperti rehabilitasi dan pekerjaa. Itu membuat dunia menjadi tempat yang jauh lebih beragam," tutup Ritchie.
Â
(Annisa Suryanie)
Advertisement