Sukses

Ananda Sukarlan: Negara Maju Adalah Negara yang Bisa Bikin Disable Jadi Able

Ananda Sukarlan seorang komponis dan pianis penyandang asperger syndrome berpendapat tak ada kata disabilitas.

Liputan6.com, Jakarta Tak jarang orangerlahir non-disabilitas kikuk bersikap ketika berhadapan dengan penyandang disabilitas. Dalam acara "Ask Me Anything" yang diselenggarakan oleh Kedutaan Australia untuk memperingati Hari Disabilitas Internasional, beberapa figur publik difabel memberi kiat agar orang-orang dapat memperlakukan mereka dengan tepat.

Ananda Sukarlan seorang komponis dan pianis penyandang asperger syndrome berpendapat tak ada kata disabilitas. Sedikit berfilosofis, Ananda mengatakan, sebetulnya tidak ada disabilitas jika saja semua orang dapat mengakui bahwa dirinya memiliki disabilitas atau keterbatasan masing-masing.

“Kadang, (kata) disabilitas itu datang dari orang lain bukan dari diri sendiri” kata Ananda Sukarlan dalam acara “Ask Me Anything” di Kedutaan Besar Australia, Jakarta, Selasa (10/12/2019).

Ananda juga merasa dirinya semakin terbantu dengan adanya teknologi-teknologi baru. Terlahir dengan sindrom asperger membuatnya tidak bisa melakukan beberapa hal seperti membaca peta atau mengikat tali sepatu.

Namun kini kendala itu teratasi dengan adanya aplikasi pembaca peta yang memberi instruksi dalam bentuk suara. Contoh lainnya, ia juga tidak dapat menggunakan sepatu bertali tapi sekarang sudah banyak sepatu yang menggunakan tali-tali aksesoris tanpa harus diikat lagi.

“Negara maju adalah negara yg bisa bikin disable jadi able,” kata Ananda Sukarlan.

Saksikan juga video berikut ini:

2 dari 2 halaman

Perlakukan Sebagai Teman

 

Bahrul Fuad dari Disability and Social Inclusion Program Consultan mengatakan, setiap orang memiliki perbedaan, kawan disabilitas seharusnya diperlakukan setara dengan non-disabilitas.

“Walaupun tetap saya sebagai difabel punya kebutuhan khusus yang harus diberi akses,” ujar Bahrul, penyandang tunadaksa.

Angkie Yudistia Founder Thisable Enterprise sekaligus Staf Khusus Presiden dan penyandang tuli juga memberi tanggapan. Ia ingin diperlakukan sebagai teman.

Menurutnya, masyarakat di kota sudah cukup bertoleransi. Namun, penyandang disabilitas di daerah masih tidak siap bertemu non-disabilitas di lingkungannya.

“Masih banyak yang menyembunyikan disabilitasnya karena tidak mau terlihat aneh. Padahal it’s ok kalau kita enggak baik-baik aja, toleransi itu yang dibutuhkan. Disabilitas itu bukan pada orangnya, tapi pada lingkungan, kalau fasilitas sudah accessible dan masyarakat aware tak ada lagi kata difabel,” pungkas Angkie.